Gempa Guncang Pasaman Barat
Segmen Angkola di Sumbar Berpotensi Gempa 7,6 Magnitudo, BMKG: Mitigasi Harus Jadi Perhatian Utama
mitigasi utama yang dilakukan ke depannya ialah memastikan bangunan rumah masyarakat yang tahan guncangan gempa
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: afrizal
Laporan Reporter TribunPadang.com, Wahyu Bahar
TRIBUNPADANG.COM, PASAMAN BARAT- Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa segmen Angkola di Provinsi Sumatera Barat memang menyimpan energi besar.
Berdasarkan keterangan dari pakar gempa, energi besar di segmen Angkola bisa berpotensi terjadinya gempa 7,6 Magnitudo.
Dwikorita menekankan agar masyarakat tidak perlu khawatir, dan tidak termakan informasi hoaks.
Baca juga: Seorang Lansia Korban Gempa Pasaman Barat Meninggal Dunia di Tenda Pengungsian
Baca juga: Sudah 124 Gempa Susulan Terjadi di Pasaman Barat hingga Pukul 06.00 WIB
"Datangnya gempa tidak bisa diprediksi oleh manusia, bahkan dengan teknologi secanggih apapun, potensi gempa segmen Angkola juga begitu. Yang harusnya menjadi perhatian oleh Pemda dan masyarakat adalah upaya mitigasi yang tepat," ujar Dwikorita kepada awak media, Minggu (27/2/2022).
Menurutnya, mitigasi utama yang dilakukan ke depannya ialah memastikan bangunan rumah masyarakat yang tahan guncangan gempa, jika suatu waktu gempa berkekuatan besar melanda wilayah sekitar segmen Angkola di Sumbar.
"Kami bukan memprediksi gempa 7,6 Magnitudo pasti terjadi, tidak. Angka itu agar kita bersiap-siap menghadapi, hal itu merupakan pengetahuan untuk mitigasi," kata dia.
Selain itu, mitigasi tersebut juga harus diperhatikan oleh pemerintah daerah terhadap bangunan-bangunan perkantoran dan fasilitas publik yang ada.
Baca juga: UPDATE Korban Gempa Pasaman Barat: Meninggal Dunia Jadi 10 Orang, 4 Masih Dinyatakan Hilang
Baca juga: Populer Sumbar: Update Gempa Pasaman Barat hingga Seorang Gadis di Dharmasraya Tewas di Kamar
Kemudian, ia merekomendasikan agar penataan pemukiman atau rumah masyarakat lebih diperhatikan.
Ia mengatakan, pihak BMKG akan melakukan survei di sekitar episentrum gempa, sehingga mendapatkan gambaran peta wilayah.
Adapun peta wilayah itu dibagi menjadi tiga zona, yakni merah, kuning dan hijau.
Zona merah kata dia, berarti wilayah dengan kerentanan tinggi, zona kuning artinya punya kerentanan sedang, dan hijau ialah daerah kerentanan rendah.
Dwikorita kemudian menggambarkan dan memberi contoh riil bahwa dulunya para pakar memperkirakan gempa dan likuifaksi di Palu Sulawesi Tengah terjadi sekitar tahun 2000.
Namun kenyataannya bencana tersebut malah terjadi pada tahun 2018 lalu.
Begitu juga kata dia, ilmuwan dari negara-negara lain, terkait perkiraan atau prediksi tentang gempa, tiada yang bisa menebak persis kapan terjadinya.