Produsen Tahu dan Tempe Menjerit karena Harga Kedelai Tinggi, Ukuran Terpaksa Dikurangi

Produsen tempe di Kabupaten Agam menjerit lantaran tingginya harga kacang kedelai. Produsen terpaksa harus mengurangi ukuran tempe.

Penulis: Muhammad Fuadi Zikri | Editor: Rizka Desri Yusfita
TribunPadang.com/Muhammad Fuadi Zikri
Produsen tempe yang tengah membersihkan kacang kedelai di pabrik tempe berkah di Nagari Kapau, Kabupaten Agam, Rabu (23/2/2022). Tingginya harga kedelai berdampak kepada produsen tempe. 

Laporan reporter TribunPadang.com, Muhammad Fuadi Zikri

TRIBUNPADANG.COM, AGAM - Produsen tempe di Kabupaten Agam menjerit lantaran tingginya harga kacang kedelai.

Produsen terpaksa harus mengurangi ukuran tempe untuk menyesuaikan dengan modal dari kedelai.

"Kalau tidak, tentu tidak ada untung yang kita dapatkan," ujar salah satu pengusaha tempe, Emmawati saat  ditemui TribunPadang.com di pabriknya di daerah Kapau, Rabu (23/2/2022).

Wanita yang akrab di sapa Ni Em itu menuturkan harga kacang kedelai ini sudah melonjak sejak awal pandemi Covid-19, dan terus naik hingga sekarang.

"Dulu harganya cuma tiga sampai empat ratusan per kilogram, kini harganya hampir enam ratusan," terangnya.

Baca juga: Harga Kedelai Tinggi, Produsen Tahu di Bukittinggi Mengeluh, Rosnita: Untungnya Tidak Seberapa

Baca juga: Harga Bawang Putih di Padang Mulai Turun, 1 Kg Sudah Rp 20 Ribu, Kedelai Impor Naik


Ni Em mengungkapkan, kedelai yang ia gunakan adalah kedelai impor asal Amerika Serikat yang perkarungnya seberat 50 kilogram seharga Rp580 ribu.

Sekali membeli ia mengambil hingga empat ton dari langganannya dari daerah Medan, Sumatra Utara. 

Selain memperkecil ukuran tempe, kata Ni Em, sejak tingginya harga kedelai ia juga mengurangi produksi tempe di pabrik miliknya.

"Biasanya kami memproduksi tempe sampai belasan karung per hari, kini harus mengurangi produksinya paling banyak cuma enam karung, setengahnya," ungkap wanita paruh baya ini.

Kondisi ini diakuinya karena tidak kuat dengan harga bahan baku yang melambung. 

Baca juga: Covid-19 Kian Mengganas di Sumbar, PMI Kota Bukittinggi Gencarkan Penyemprotan Disinfektan

Baca juga: DMI Kota Bukittinggi Tanggapi SE Menag RI, Heru : Ini Kan Pengaturan, bukan Pelarangan

Ni Em menambahkan, ia telah mulai memproduksi tempe sejak tahun 1970-an dengan nama produk tempe berkah.

Sejak itu, dikatakannya, naiknya harga kacang kedelai sudah lumrah dan sering terjadi. Namun, yang kali ini adalah kenaikan yang paling parah terjadi.

Meski begitu, sejak harga kedelai ini naik, ia belum menaikkan harga tempe yang ia produksi.

"Dulu untung kita bisa lima ribu perbungkusnya tapi sekarang cuma seribu. Kalau tutup, kita kasihan pula sama karyawan yang bekerja," pungkasnya.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved