Aktivis HAM Haris Azhar & Fatia Diperiksa di Polda Metro Jaya, SETARA Institute Bikin Rilis

Aktivis Haris Azhar mengatakan bahwa seharusnya dirinya diperiksa pada 7 Februari 2022 setelah dua jadwal sebelumnya tidak dapat hadir.

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Emil Mahmud
WARTA KOTA
Aktivis HAM Haris Azhar keluar ruangan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada Selasa (18/1/2022) pukul 17.55 WIB. 

"Untuk kepentingan penyidikan, saksi HA dan FA dua kali tidak hadir dengan alasan yang tidak patut dan wajar," ujar Auliansyah dalam keterangannya Selasa (18/1/2022). 

Makanya, kata Kombes Pol Auliansyah, sesuai dengan mekanisme KUHAP penyidik Ditkrimsus Polda Metro Jaya membawa surat perintah untuk membawa dan menghadirkan saksi. 

Menurut Auliansyah, Haris dan Fatia tidak hadir dalam pemeriksaan tanggal 23 Desember 2021 dan tanggal 6 Januari 2022. 

Padahal kata Auliansyah, pemanggilan tanggal 6 Januari 2022 dimaksud tersebut sudah disesuaikan dengan jadwal dan waktu yang ditentukan saksi. 

"Kemudian keduanya mengajukan lagi surat permohonan pemeriksaan tanggal 7 Februari 2022 dengan alasan tidak dapat meninggalkan pekerjaan," jelas Auliansyah.

Aktivis HAM Haris Azhar keluar ruangan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada Selasa (18/1/2022) pukul 17.55 WIB.
Aktivis HAM Haris Azhar keluar ruangan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya pada Selasa (18/1/2022) pukul 17.55 WIB. (WARTA KOTA)

Baca juga: Pulihkan Ekonomi Setara Jelang Pandemi Covid-19, Indonesia Butuh Waktu 3 Hingga 5 Tahun

Rilis SETARA Institute

Melalui rilis SETARA Institute menyebutkan Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS) dan Haris Azhar (Direktur Lokataru) dijemput oleh pihak Kepolisian di kediaman masing-masing untuk dilakukan pemeriksaan oleh Polda Metro Jaya.

Atas kedatangan pihak kepolisian tersebut, Fatia dan Haris menolak untuk dibawa tanpa didampingi oleh pihak kuasa hukum.

Mereka memilih untuk datang sendiri ke Polda Metro Jaya di siang harinya. Berkaitan dengan persoalan tertentu, SETARA Institute menyampaikan beberapa hal:

Pertama, Kepolisian semestinya turut berkontribusi dalam menjamin terbukanya ruang-ruang demokrasi melalui jaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi setiap warga negara. 

Kedua, SETARA Institute berulangkali telah menyampaikan bahwa sekalipun langkah hukum adalah hak warga negara, namun SETARA menyayangkan jalan dan cara pintas para pejabat negara dalam merespons kritik.

Seharusnya, masih dikutip dari rilis bahwa kritik dijawab dengan kritik bantahan. Riset dibalas dengan produk riset dan seterusnya. Inilah yang menyehatkan demokrasi kita.

Terlebih, imbuhnya kritik yang disampaikan bukanlah tuduhan tak berdasar, melainkan beranjak pada hasil penelitian yang tentunya telah dilakukan secara obyektif, rasional, dan independen melalui berbagai metode ilmiah yang telah divalidasi.

Ketiga, sikap pejabat publik yang membalas kritikan dengan ancaman pidana hanya memperlihatkan arogansi dan sikap antikritik mereka. Padahal, sebagai pejabat publik tentu mereka memang harus siap untuk dikritik dan membalas kritik tersebut dengan argumentasi. 

Keempat, SETARA Institute kembali mengingatkan Kapolri untuk menepati janjinya dalam mengimplementasikan UU ITE secara selektif dengan mengedepankan sifat persuasif. Pasal penghinaan dan pencemaran nama baik yang didalilkan seharusnya tidak dapat menjadi dasar yang kuat untuk menjerat para pembela HAM, mengingat yang mereka lakukan adalah murni didasarkan pada hasil penelitian yang obyektif, independen, dan ilmiah.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved