Pernyataan Megawati soal Sumbar telah Berubah, Jubir : Suka atau Tidak Suka, Jadi Bahan Introspeksi

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat (Sumbar) tak ingin berpolemik dengan pernyataan Megawati soal Sumbar yang tidak seperti dulu lagi.

Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Emil Mahmud
TribunPadang.com /Rizka Desri Yusfita
Juru Bicara Pemprov Sumbar, Jasman Rizal 

“Sekarang saya tanya saja ke orang di Sumatera Barat, rasanya kok jadi kayak sepi begitu ya, di sana,” tambahnya.

Menurut Asrinaldi, pernyataan Megawati tersebut dapat dilihat dari dua dimensi.

Pertama, dimensi Megawati yang memang ada keturunan Minang dari ibunya, Fatmawati.

Apalagi secara sosiobudaya, Megawati dekat dengan Minangkabau.

"Dia juga mendapatkan sako ketika beliau dengan Taufik Kiemas. Tentu dia merasakan adanya perubahan karena beliau juga hidup di zaman awal kemerdekaan," kata Asrinaldi.

Kemudian juga dapat dilihat dari interaksinya dengan tokoh-tokoh Sumatera Barat, yang memang menjadi Founding Fathers bangsa ini.

Baca juga: Soal Ucapan Puan Maharani tentang Sumbar, Fadli Zon: Jangan Sampai Kita Menjadi Malin Kundang

Dari situ, Megawati melihat ada perubahan dalam konteks atmosfir cara berpikir dialektifka orang Minangkabau hari ini.

"Sebetulnya bagian dari autokritik menurut saya yang harus menjadi sinyal dan perhatian oleh orang Minangkabau," terang Asrinaldi.

Kedua, pernyataan Megawati itu juga terkait dengan ideologi partai PDIP yang nasionalisme.

Dalam konteks ini nasionalisme yang dulunya diperjuangkan oleh orang Minangkabau dalam mendirikan bangsa ini seakan-akan di zaman sekarang sudah bergeser ke arah yang sektarianisme.

Hal itu dilihat dalam konteks Pemilu yang dihasikan dan isu-isu tentang agama selalu dibenturkan dengan nasionalisme, sehingga menjadi pertanyaan bagi Megawati, kenapa ini bisa terjadi.

"Ini barangkali yang menjadi kegelisahan beliau yang harus dipahami sebagai kritik membangun untuk Sumbar," ujar Asrinaldi.

Soal musyawarah mufakat, kata Asrinaldi, itu juga bagian dari fakta yang harus dipahami bahwa hari ini Minangkabau yang dikenal dengam demokrasi dan liberatifnya, ini sudah tidak lagi ditemukan terutama dalam kehidupan bernagari.

Untuk memilih seorang pemimpin di nagari, itu lebih dominan menggunakan cara-cara liberal, dipilih melalui kampanye, tanpa melihat bagaimana silsilah latar belakang dan kemampuan sehingga suara terbanyak itu yang menang.

Padahal di nagari itu sebenarnya lebih mengutamakan musyarawah mufakat , tidak ada voting yang ada dalam konteks ini.

Halaman
123
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved