Viral Curhat Atlet PON Sumbar Dilepas Bak Anak Ayam Tanpa Induk, Tidur di Kursi Ruang Tunggu Bandara
Viral curahan hati atlet cabor bola tangan Sumatera Barat Irfan Oktavianus karena harus beristirahat beralasan kursi ruang tunggu Bandara Soekarno
Penulis: Panji Rahmat | Editor: afrizal

Di antaranya adalah 1 orang pelatih dan 14 orang atlet.
Dari 15 orang tersebut menurut Seprinaldi, 3 atlet dan 1 pelatih berdomisili di Jakarta dan Bogor. Sehingga tidak melanjutkan perjalanan ke Padang saat di Bandara Soekarno Hatta.
“Sebenarnya anak-anak didampingi oleh pelatih kita (Abdul Khadir) yang domisilinya di Bogor, tentu sampai di Jakarta Khadir serta 3 atlet harus berpisah dengan yang lain,” jelasnya.
Total sejak kepergian 3 atlet dan 1 pelatih, hanya bersisa 11 orang atlet bola tangan Sumbar yang harus menunggu transit selama 20 jam.
Hanya beranggotakan 11 orang tanpa pelatih Irfan menjelaskan diunggahnya “Iba Hati rasanya ketika sudah berjuang mati-matian untuk mengharumkan nama daerah tapi ketika kalah dilepas seperti anak ayam tanpa Induk. Beruntung bendum ABTI masih memberi bantuan makan. Semoga hal ini tidak terjadi lagi mendatang,” kutipan dari unggahan Irfan di Facebooknya.
Unggahan tersebut memunculkan asumsi bahwa atlet bola tangan ditelantarkan.
Foto unggahan tersebut yang memperlihatkan para atlet tidur di kursi ruang tunggu bandara.
Menanggapi unggahan tersebut Seprinaldi yang mengaku sudah bertemu dengan para atlet mengatakan, bahwa bahasa ditelantarkan ini bisa saja muncul karena rasa kekecewaan dari para atlet.
“Saya rasa bahasa ditelantarkan itu muncul dari rasa kecewa karena kalah, serta saat kepulangan anak-anak juga hanya ditemani beberapa waktu oleh pelatih (Khaidir). Khaidir tentu tidak menunggu selama anak-anak, setelah menemani beberapa waktu Khaidir juga ikut pulang,” jelasnya..
Sehingga Seprinaldi beranggapan anak-anak yang kecewa dan ditinggalkan oleh pelatihnya di bandara, memunculkan statement dilepas seperti “anak ayam tanpa induk”.
Menurut Seprinaldi karena unggahan tersebut di update di media sosial mudah memunculkan pro dan kontra.
Dampaknya terlihat setelah updatean tersebut direspon positif atau negatif oleh pihak yang melihatnya.
Kendati demikian Seprinaldi merasa tidak pantas juga bila harus berbicara banyak, karena ia sendiri tidak bisa mendampingi para atlet.
“Saya tidak bisa bicara banyak, soalnya saya pulang lebih awal karena ada kendala tugas,” jelasnya.
Senada dengan Seprinaldi, Sekum ABTI Sumbar Septri memandang bahasa ditelantarkan ini adalah dalih dari atlet bola tangan Sumbar yang belum bisa memperoleh prestasi.
“Saya mau jelaskan terlebih dahulu bagaimana persiapan dari para cabor bola tangan, nanti bisa dinilai apakah ini bentuk menelantarkan?,” tegas Septri.
Septri menyebutkan bahwa cabor bola tangan Sumbar sudah melakukan persiapan sejak bulan Januari.
Melakukan persiapan selama 2 bulan, pada bulan Maret para atlet sudah TC di Asrama Universitas Negeri Padang (UNP).
TC di Asrama UNP menurut Septri memiliki fasilitas yang sangat lengkap, para atlet juga diberi makan selama TC.
Setelah TC di Kota Padang, atlet bola tangan sumbar melanjutkan TC di Jawa Barat.
“Cabor yang melakukan TC di Jabar hanya Bola Tangan dan Atletik, selama di jabar anak-anak juga kita berikan fasilitas yang nyaman serta makanan persis seperti saat TC di Kota padang,” urainya.
Selain itu cabor bola tangan juga rutin melakukan try out untuk mematangkan persiapan jelang gelaran PON XX Papua.
Tidak lupa juga Septri menekankan bahwa para atlet bola tangan berangkat ke Jabar tidak menggunakan moda transportasi darat tapi udara.
Belum habis juga terkait persiapan cabor bola tangan, Septri juga mengumbar bahwa pelatih bola tangan Sumbar adalah pelatih Pelatnas Indonesia.
“Begitulah persiapan panjang atlet bola tangan Sumbar, namun jika hasilnya tidak sesuai yang diharapkan kita harus bagaimana? Terpenting kita sudah menjalankan persiapan dengan maksimal,” jelasnya.
Menurut Septri sebenarnya yang membuat bola tangan pulang lebih cepat karena sejak berada satu grup dengan DKI Jakarta dan Jabar yang akhirnya memperoleh prestasi.
“Kita tidak bisa pungkiri bahwa kita berada di grup neraka, anak-anak juga tidak main buruk kalahnya juga tipis,” bebernya.
Melalui penjabarannya itu Septri berharap apakah pantas jika cabor bola tangan disebut ditelantarkan dengan persiapan yang sedemikian rupa.
Diketahui juga bahwa banyak cabor yang mengeluh terkait persoalan latihan dan TC, namun bola tangan bisa melakukan TC di Jawa Barat.
“Jadi sebenarnya saya sedikit menyesali atlet yang sedang dalam situasi tersebut memberikan komentar berdasarkan situasinya saat itu,” terangnya.
Selaku Wakil Ketua Umum KONI Sumbar Septri juga menjelaskan bahwa kejadian transit berpuluh jam itu bukan hanya terjadi pada atlet bola tangan.
Ia sendiri juga merasakan hal yang sama saat berangkat ke Papua.
“Kondisi itu dirasakan oleh seluruh elemen yang berangkat ke Papua, baik itu atlet, pengurus koni dan yang lainnya merasakan hal serupa. Tapi jika pengurus mendapat perlakuan berbeda tentu wajar ada tuntutan dari para atlet, namun kenyataannya tidak,” terangnya.
Ia menegaskan bahwa tidak ada yang mendapatkan penginapan saat transit hingga persoalan cabor bola tangan terlantar ini menyebar luas.
Selaku Waketum di KONI Sumbar, Septri meminta maaf jika setelah semua yang didapatkan atlet bola tangan itu disebut menelantarkan.
Sebagai Waketum KONI, Septri merasa sudah berusaha semaksimal mungkin dalam mempersiapkan kenyamananan seluruh kontingen sejak keberangkatan hingga kepulangan.(*)