Jawab Soal Materi Sengketa Paslon NA-IC, KPU Sumbar Sebut Dasar Pengajuan Permohonan Tidak Jelas
Jawaban Soal Materi Sengketa Paslon NA-IC, KPU Sumbar Sebut Dasar Pengajuan Permohonan juga Tidak Jelas
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: afrizal
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, Senin (1/2/2021).
Jadwal sidang MK digelar pukul 08.00 WIB dengan mendengarkan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, keterangan bawaslu dan pengesahan alat bukti.
Sidang dengan agenda penyampaian jawaban oleh termohon itu digelar atas nomor perkara 128/PHP.GUB-XIX/2021 Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur Sumbar Tahun 2020 atas nama pemohon Nasrul Abit-Indra Catri.
Baca juga: MK Lanjutkan Sidang PHP Pilgub Sumbar 1 Februari 2021, KPU Sumbar Siapkan Jawaban dan Alat Bukti
Baca juga: Update Tak Ada Gugatan, KPU Tetapkan Paslon Terpilih di 8 Daerah Sumbar, Berikut Ini Rinciannya
Tampak hadir dalam sidang Ketua KPU Sumbar Yanuk Sri Mulyani, lalu anggota KPU Sumbar Izwaryani dan Amnasmen.
Kuasa Hukum KPU Sumbar Sudi Prayitno dalam penyampaian jawaban mengatakan, mahkamah tidak berwenang memeriksa dan mengadili dan memutus perkara hasil pemilihan yang diajukan pemohon.
Karena dalil permohonan pemohon senyatanya hanya merupakan pelanggaran pemilihan khususnya pelanggaran administrasi pemilihan dan tindak pidana pemilihan terkait pelanggaran sumbangan dana kampanye.
Lalu, ketidakwenangan tim pemeriksa kesehatan, proses pemungutan dan penghitungan suara, dan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara pada tingkat provinsi yang sepenuhnya menjadi kewenangan Bawaslu untuk menanganinya.
Dari segi kedudukan hukum, menurut Sudi Prayitno, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur Sumbar 2020.
"Sebab, selisih perolehan suara sebanyak 47.784 suara, antara Paslon peraih suara terbanyak dan pemohon dari total suara sah 47.784 suara, berada di atas ambang batas perbedaan perolehan suara yang diperbolehkan Undang-undang yaitu 1,5 persen kali 2.241.292 menjadi 33.620 suara," ungkap Sudi Prayitno.
Kemudian terkait dua putusan MK yaitu perkara perselisihan hasil pemilihan dalam perkara nomor 14 tahun 2017 dan perkara nomor 52 tahun 2017 sebagai dasar diajukannya permohonan pemohon, ditegaskan Sudi Prayitno tidak relevan dan beralasan menurut hukum.
Hal itu mengingat kondisi yang terjadi di dua daerah pemilihan tersebut, berupa tindakan insubordinasi KPU Kabupaten Tolikara terhadap rekomendasi Bawaslu Tolikara dan proses rekap hasil pemilihan Bupati Yapen yang dianggap cacat karena tidak memenui ketentuan peraturan perundangan-undangan.
"Senyatanya hal itu tidak terjadi di Sumbar dalam Pilgub 2020," terang Sudi Prayitno.
Terkait kejelasan permohonan pemohon, menurut Sudi Prayitno, permohonan pemohon tidak menguraikan secara jelas dasar diajukannya permohonan.
Selain itu juga terdapat ketidaksesuaian alasan atau posita dengan tuntutan serta adanya ketidaksesuaian antar tuntutan.
"Posita permohonan hanya mengungkap berbagai dugaan pelanggaran pemilihan yang menjadi kewenangan Bawaslu," tegas Sudi Prayitno.
Kemudian terkait tuntutan pemohon untuk dilakukan Pemungutan Suata Ulang (PSU) di beberapa TPS, menurut Sudi Prayitno juga tidak didukung dengan alasan-alasan yang menjadi dasar dapat dilakukannya PSU di TPS sebagaimana diatur dalam pasal 112 UU No 1 tahun 2015 beserta perubahannya.
Sudi Prayitno menyebut, tuntutan pemohon meminta MK menetapkan pemohon sebagai Paslon peraih suara terbanyak di satu sisi, namun meminta MK agar memerintahkan termohon untuk melaksanakan PSU di sejumlah TPS di sisi lain.
Sudi Prayitno menyatakan, selama pelaksanaan tahapan Pilgub Sumbar 2020 mulai tahapan persiapan sampai penyelenggaraan, tidak satupun dugaan pelanggaran pemilihan baik pelanggaran kode etik, administrasi sengketa, maupun tidak pidana pemilihan yang berimplikasi terhadap perbedaan perolehan suara masing-masing Paslon yang secara signifikan mempengaruhi penatapan paslon terpilh dalam pilgub dan wagub Sumbar 2020.
Lalu, terkait dalil permohonan mengenai penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar 2020 secara substansi belum dapat dianggap ada, karena paslon nomor urut 4 diduga telah melakukan pelanggaran serius tehadap peraturan perundang-undangan terkait sumbangan dana kampanye perorangan juga tidak benar dan tidak beralasan menurut hukum.
Karena di samping tidak ditemukan adanya kejanggalan dalam daftar penerimaan sumbangan dana kampanye, atau model LPPDK-3 Paslon, berdasarkan hasil audit dari akuntan publik 18 Desember 2020 telah sesuai dengan kriteria yang berlaku sebagaimana diatur dalam peraturan dana kampanye.
Ditegaskan Sudi Prayitno, sumbangan dana kampanye Paslon Nomor 4 yang dipersoalkan pemohon, tidak terkait dengan ketentuan pasal 7 ayat 2, pasal 9 ayat 1 dan pasal 52 peraturan KPU Nomor 5 tahun 2017 tentang dana kampanye dan seterusnya yang berimplikasi pada pembatalan sebagai Paslon.
Soal dalil permohonan mengenai pemeriksaan kesehatan Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang juga dibantah Sudi Prayitno tidak benar dan tidak beralasan menurut hukum.
Karena pemeriksaan kesehatan Paslon dilakukan oleh tim pemeriksa kesehatan yang dibentuk oleh termohon setelah berkoordinasi dengan BNN Sumbar, IDI Sumbar, dan Himsi Sumbar sesuai ketentuan pasal 43 ayat 3 dan ayat 6 PKPU nomor 3 tahun 2017 beserta perubahannya.
Hasil pemeriksaan kesehatan tersebut diterbitkan tim pemeriksa kesehatan dan ditandatangani ketua tim pemeriksa kesehatan.
Selanjutnya, dalil permohonan yang menyatakan termohon melakukan pelanggaran tata cara dan prosedur dalam proses pemungutan suara di TPS RSUD Pariaman, TPS 02 Padang Pasir Kecamatan Padang Barat, dan TPS 2 Desa Salak Kecamatan Talawi Sawahlunto hingga rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat kecamatan di Kabupaten Tanah Datar dan tingkat kabupaten/kota di Kabupaten Solok Selatan, Kota Solok, Pariaman, dan Padang Pariaman juga tidak benar dan tidak beralasan menurut hukum.
Karena proses pemungutan suara di tiga TPS tersebut sampai proses rekapitulasi hasil penghitungan suara di sejumlah kabupaten kota dan tingkat provinsi tidak pernah dinyatakan oleh Bawaslu sebagai pelanggaran administrasi pemilihan.
Mengingat, pada pelaksanaan pungut hitung di tiga TPS tersebut dan rekapitulasi hasil pungut hitung di tingkat kecamatan dan kabupaten kota, khususnya Kabupaten Solok Selatan, Kota Solok, Pariaman, dan Kabupaten Padang Pariaman, semua saksi paslon yang hadir menandatangi berita acara dan sertifikasi perhitungan suara, tidak ada satupun saksi yang menyatakan keberatannya.
Selanjutnya, formulir model D Kecamatan-KWK di Kecamatan Tanjung Baru Tanah Datar, telah diserahkan oleh panitia pemilihan kecamatan kepada KPU Tanah Datar dalam keadaan utuh dan disegel.
Demikain pula formulir D kabupaten/kota- KWK khusunya Kabupaten Solok Selatan, Kota Solok Pariaman, dan Padang Pariaman telah diserahkan oleh masing-masing KPU kabupaten kota kepada termohon juga dalam keadaan disampul dan disegel.
Berdasarkan hal itu, KPU memohon kepada MK, untuk menjatuhkan putusan dalam eksepsi mengabulkan seluruh eksepsi termohon dalam pokok perkara serta menolak seluruh permohonan pemohon.
Lalu, menetapkan hasil penetapan perolehan suara oleh KPU Sumbar yang benar sebagaimana tertuang dalam keputusan KPU nomor 113 dan seterusnya.
"Apabila MK berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya," ucap Sudi Prayitno. (*)