Corona Sumbar
Kasus Positif Corona di Sumbar Terus Melonjak, Pakar Epidemiologi Sebut Gelombang Kedua
Angka positif corona di Sumatera Barat (Sumbar) terus bertambah dan penularan semakin masif. Pakar epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Padang, D
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Mona Triana
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Angka positif corona di Sumatera Barat (Sumbar) terus bertambah dan penularan semakin masif.
Pakar epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Padang, Defriman Djafri menyebutkan pandemi Virus Corona (Covid-19) di Sumbar saat ini telah memasuki gelombang kedua.
Ketika bicara gelombang, kata dia, bisa melihat data harian yang dipublikasikan atau dilaporkan dari awal.
• Tambah 44 Kasus Positif Corona di Sumbar, Didominasi Warga yang Punya Riwayat dari Luar Daerah
• Bayi, IRT hingga Buruh Terpapar Virus Corona di Sumbar, Per 19 Agustus Total 1.438 Kasus
• Wawako Payakumbuh Erwin Yunaz Positif Corona, Pegawai Balai Kota dan DPRD Jalani Tes Swab
Dari data yang ia perolah, ketika memantau perkembangan kasus dari awal, ketika Sumbar pertama kasus dilaporkan per 26 Maret 2020, itu sebenarnya bisa melihat peningkatan kasus sangat masif.
"April masuk ke Mei, pada Mei itulah terjadi jumlah harian yang sangat tinggi waktu itu, sekitar 36 kasus dilaporkan, saya katakan, di gelombang pertama kasus tertinggi hariannya itu adalah 36 kasus," ungkap Defriman Djafri.
Kasus itu dilaporkan pada 9 Mei. Namun perlu diingat, tambah dia, kasus yang dilaporkan belum tentu kondisi waktu itu adalah pada saat itu orang banyak terinfeksi.
• Wakil Wali Kota Payakumbuh Erwin Yunaz Terkonfirmasi Positif Corona
• Tambah 37 Kasus Positif Corona di Sumbar, Terbanyak dari Padang, Total 1.412 per 18 Agustus 2020
• Update Corona Sumbar: Tambah 26 Kasus Positif dari Padang, Tanah Datar, Bukittinggi dan Agam
Sebab jika dilihat ke belakang, ada delay (penundaan) dalam pelaporan termasuk dari swab diambil, diterima oleh laboratorium dan diperiksa hingga dilaporkan.
Menurut dia, bisa saja kasus yang dilaporkan hari itu sebenarnya terinfeksi 7 hingga 8 hari sebelumnya.
"Ini harus dihitung betul supaya kita bisa melihat secara utuh kurva epidemiologinya," ujar Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unand ini.
Ia menegaskan, sebenarnya dari awal, ketika mau Idul Fitri dan sesudah Idul Fitri, pihaknya sudah memprediksi juga hal itu akan terjadi.
• Chord dan Lirik Lagu Virus Corona - Bimbo, Corona Datang Tuhan Mencuci Dunia
• Ajudan Wagub Sumbar Nasrul Abit Sudah Sembuh dari Corona, Ridho Ungkap Pengalaman Dikarantina
Bahkan, pihaknya sudah menyampaikan kepada pemerintah agar hati-hati karena memang pergerakan orang itu, diprediksi tentu penularan orang ke orang itu ketika orang banyak bergerak dan bertemu.
Dia menyebut, host- nya atau pejamunya virus corona adalah manusia itu sendiri.
"Ternyata benar dari prediksi kami, artinya lebih cepat dari prediksi awal kami, sekitar 16 Mei atau 21 Mei, di awal-awal."
"Itu kan turun naik turun naik, sebenarnya akhir Juni itu sudah melandai, terus turun dan itu dipertahankan," ujar Defriman Djafri.
• Sudah 896 dari 1.349 Warga Sumbar Sembuh dari Corona, Meninggal Bertambah Menjadi 40 Orang
• Tambah 13 Positif Corona di Sumbar, Terbanyak dari Padang, Total 1.349 Kasus Per 16 Agustus 2020
Kata dia, di situ juga waktu itu, pemerintah percaya diri memutuskan new normal, sedangkan dari rekomendasi pihaknya, meminta bersabar dan lihat evaluasi selama dua pekan, malahan ditambah satu pekan untuk melihat nilai Rt-nya.
Bukan tanpa dasar, dari data yang pihaknya peroleh, memang terjadi delay kasus itu.
Artinya, kasus yang dilaporkan hari itu diperkirakan terinfeksi 8 hari sebelumnya.
Namun keputusan harus diambil, pihaknya hanya menyampaikan hasil kajian, bagaimanapun, kata dia, tentu pemerintah punya pertimbangan yang lain untuk memutuskan itu.
• Tak Penuhi Panggilan Polda Sumbar, Indra Catri Sebut Soal Hak Izin Tidak Hadir
• Berikut Kumpulan Gambar dan Ucapan Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharram 1442 H Update di Media Sosial
"Waktu itu di akhir Juni artinya kalau kita lihat dari kasus harian, tentu membentuk sebuah kurva dan itu membuat kurva dimana terjadi puncak dan dia melandai signifikan, artinya Rt dibawah 1," jelas Defriman Djafri.
Pihaknya memang melihat di akhir Juni itu sudah hampir sama dengan kasus awal dilaporkan, setelah membuat kurva normal.
Ketika terjadi potensi gelombang kedua, kata dia, pihaknya sudah memastikan hal itu.
Namun tentu juga pemerintah sangat percaya diri, apalagi terbaik secara nasional kemampuan testing termasuk keberadaan lab yang membantu dalam hal ini.
• Tambah 44 Kasus Positif Corona di Sumbar, Didominasi Warga yang Punya Riwayat dari Luar Daerah
• Periode Pemesanan dan Penukaran Uang Baru Nominal Rp 75 Ribu Tahap I sampai 30 September 2020
Hal itu, kata dia, yang berkemungkinan membuat Sumbar percaya diri untuk bisa membuka keran itu lebih besar.
Defriman Djafri melihat, tentu banyak indikator lain, tidak hanya kemampuan testing saja, atau tracing, tapi juga aspek-aspek dalam hal ini indikator, kalau WHO jadi rujukan, ada tiga indikator kunci utama.
Pertama bicara epidemiologi ada 17 indikator, tidak hanya positivity rate, tapi ada yang sifatnya lebih komprehensif.
Kedua disebut dengan sistem kesehatan (health systemnya) sendiri, dan terakhir public surveillance-nya.
"Dari tiga komponen utama tersebut, ada 34 indikator, dari situ ada yang saya melihat juga kalau di dalam intervensi yang kami lihat, ada beberapa yang kurang di dalam masif-nya testing ini."
"Yakni bagaimana mendidik masyarakat untuk bisa mematuhi protokol kesehatan, ini yang membuat kita belum convidence (percaya), sedangkan kalau kita sudah bisa melandaikan atau dalam hal ini sudah mampu mengendalikan, yang kita hadapi adalah imported cases," jelas Defriman Djafri.
Defriman Djafri mengatakan, sebagai epidemiolog pihaknya tidak terlalu kaget dengan terjadinya gelombang-gelombang ini.
Wajar saja, kata dia, karena memang jenis covid ini dalam epidemiologi, ini akan bergelombang.
Namun pertanyaannya, tambah dia, apakah gelombang pertama dan kedua sudah bisa dikatakan puncak kasusnya di Sumbar, itu belum bisa terjawab.
Karena di Indonesia sendiri, kurvanya belum terbentuk melandai atau turun, tapi terus menanjak naik.
Menurutnya, kita tidak bisa melihat terkendali di dalam, sementara di sekitar kita masih merah. Karena potensi yang di sekitar itu akan menjadi ancaman di dalam.
"Ini yang seharusnya diantisipasi. Tentu potensi itu akan nyata kita hadapi. Ini saya ingatkan dan terjadi lonjakan itu," ungkap Defriman Djafri.
Defriman Djafri sangat menyayangkan keluarnya pernyataan terkendali.
Menurutnya tidak bisa dibuat pernyataan seperti itu, sebab faktanya penularan itu tetap terjadi.
Bagaimanapun, tambah dia, bicara dalam konteks kesehatan masyarakat, mencegah lebih baik daripada terinfeksi.
Bahkan, secara masif angka kesembuhan seolah-seolah membuat masyarakat percaya, jika terinfeksi pun tidak ada masalah.
"Ini yang menurut saya agak salah dalam pemikiran dan ini menjadikan masyarakat abai. Sementara fakta-fakta covid tanpa comorbid itu benar-benar ada," tutur Defriman Djafri. (*)