Status CPNS Penyandang Disabilitas di Sumbar Dicabut, BPK: Kesehatan Alde Maulana Bermasalah

Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI akhirnya buka suara terkait pencabutan status CPNS penyandang disabilitas di Sumbar.

Penulis: Rezi Azwar | Editor: Saridal Maijar
TRIBUNPADANG.COM/REZI AZWAR
Alde Maulana bersama istrinya datang ke Kantor LBH Padang, Senin (1/6/2020). 

Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rezi Azwar

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI akhirnya buka suara terkait pencabutan status CPNS penyandang disabilitas di Sumbar.

Diketahui, seorang pria yang bernama Alde Maulana tersebut telah lulus sebagai CPNS di Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Sumbar.

Namun, Alde Maulana batal diangkat menjadi PNS dan diberhentikan secara hormat serta dicabut fasilitas kedinasannya.

Alde Maulana, Penyandang Disabilitas di Sumbar yang Batal Diangkat jadi PNS, Alasannya Tak Sehat

Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK, Selvia Vivi Devianti menyatakan, bahwa BPK telah melakukan konsultasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait hal tersebut.

Selvi Vivi mengatakan, BPK juga sudah menyampaikan penjelasan kepada LBH Padang tanggal 16 April 2020 atas surat permintaan penjelasan dari LBH Padang tertanggal 13 Maret 2020, tentang pemberhentian dengan hormat CPNS atas nama Alde Maulana.

Dijelaskan, pada penerimaan CPNS tahun 2018, BPK memberikan kesempatan bagi para penyandang disabilitas, dengan membuka 11 Formasi disabilitas untuk mengisi pemeriksa yaitu Jabatan Pemeriksa Ahli Pertama.

Dari hasil seleksi CPNS tersebut, BPK menerima 11 orang CPNS Formasi Disabilitas, satu di antaranya adalah Alde Maulana.

Ibu Hamil 5 Bulan di Sumbar Positif Corona, Pilih Isolasi Mandiri & Selalu Didampingi Kakak Ber-APD

Dikatakannya, dalam proses pengangkatan untuk menjadi PNS, dari 11 orang CPNS penyandang disabilitas, 10 orang memenuhi persyaratan untuk dapat diangkat menjadi PNS.

"Satu yang tidak memenuhi syarat diangkat menjadi PNS adalah saudara Alde Maulana, berdasarkan hasil pengujian kesehatan yang dilakukan oleh RSPAD Gatot Subroto yang menerangkan bahwa yang bersangkutan belum memenuhi persyaratan kesehatan," katanya.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku, CPNS harus menjalani masa percobaan selama 1 tahun.
Selanjutnya, untuk dapat diangkat sebagai PNS, para CPNS tersebut harus memenuhi serangkaian persyaratan, di antaranya adalah lulus diklat dasar dan lulus uji kesehatan.

"Alde Maulana sudah mengikuti diklat dasar, lalu dilanjutkan dengan diklat fungsional Pemeriksa Ahli Pertama. Artinya seluruh peserta CPNS mengikuti diklat yang sama, baik peserta CPNS disabilitas maupun non-disabilitas," sebutnya.

Padang Tak Ikut New Normal Setelah PSBB III Selesai, Wali Kota: Kasus Positif Covid-19 Masih Banyak

Diklat yang diikuti oleh para CPNS untuk Jabatan Pemeriksa Muda antara lain meliputi: Diklat Dasar yang merupakan persyaratan pengangkatan menjadi PNS, Diklat Jabatan Fungsional Pemeriksa Ahli Pertama (JFPAP) yang merupakan persyaratan pengangkatan pada Jabatan Fungsional Pemeriksa Ahli Pertama.

Setelah menyelesaikan Diklat Dasar, Alde Maulana melanjutkan Diklat Jabatan Fungsional Ahli Pertama namun tidak menyelesaikan diklat JFPAP sebagai salah satu syarat pengangkatan dalam jabatan fungsional pemeriksa.

"Penyebabnya adalah pada Agustus 2019 Alde Maulana mengalami sakit berupa kejang-kejang."

"Hasil pemeriksaan Head CT Scan di RSUP Adam Malik Medan dan konsultasi dengan Dokter Spesialis Syaraf di RS tersebut menyimpulkan bahwa kondisi kesehatan Alde Maulana bermasalah," katanya.

Ia menyebutkan, berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa yang bersangkutan memiliki masalah pembuluh syaraf otak sejak 2014 dan telah dilakukan operasi penanaman ring di tahun 2015 serta dilanjutkan dengan pengobatan Digital Substraction Angiography di RSPAD Gatot Subroto pada 2018.

Buaya Muara Ditemukan di Kamar Mandi Warga, BKSDA Sebut Lokasi Penemuan Jauh dari Habitat Buaya

"Hasil pengujian kesehatan Alde Maulana di RSPAD Gatot Subroto tersebut menerangkan bahwa yang bersangkutan untuk sementara belum memenuhi syarat kesehatan dan memerlukan pengobatan atau perawatan," katanya.

Dikatakannya, berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2017, CPNS yang diangkat menjadi PNS harus memenuhi syarat lulus diklat dan sehat jasmani dan rohani.

Ia juga mengatakan, memperhatikan riwayat Alde Maulana dan mengacu pada hasil pengujian kesehatan, dan masa percobaan CPNS, maka diterbitkan Keputusan Sekjen BPK tentang Pemberhentian Dengan Hormat sebagai CPNS Saudara Alde Maulana.

"Pada prinsipnya, BPK dalam setiap penerimaan CPNS selalu memperhatikan ketentuan yang berlaku bagi peserta disabilitas dan non disabilitas."

"Dalam pelaksanaan proses pelaksanaan penerimaan CPNS di BPK ataupun proses CPNS diangkat menjadi PNS selalu dilakukan monitoring dan reviu berjenjang oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal ini Sekretaris Jenderal untuk memastikan seluruh proses terlaksana dengan baik dan sesuai ketentuan," tuturnya.

Alde Maulana Mengadu ke LBH Padang

Alde Maulana mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang untuk memperjuangkan haknya.

Alde Maulana datang ke kantor LBH Padang bersama istrinya bernama Dewi Radnasari pada Senin (1/6/2020) lalu.

Saat itu, ia menceritakan bahwa dirinya diberhentikan dengan hormat karena tidak sehat rohani.

"Saya diberhentikan dengan hormat dari CPNS dengan alasan tidak sehat jasmani dan rohani melalui surat SK pemberhentian," katanya.

Alde Maulana bersama istrinya datang ke Kantor LBH Padang, Senin (1/6/2020).
Alde Maulana bersama istrinya datang ke Kantor LBH Padang, Senin (1/6/2020). (TRIBUNPADANG.COM/REZI AZWAR)

 Penyandang Disabilitas Terima Bantuan Masker Kain, Hasil Produk dari 575 Penjahit Kota Padang

Ia mengatakan, surat hasil medical check up yang diketahuinya, dirinya dinyatakan cukup sehat.

Sebelumnya, dia megalami kelumpuhan di badan bagian kirinya karena memasang ring di kepalanya akibat ada pengbengkakan di kepalanya.

Disebutkannya, ring tersebut untuk mengantisipasi agar gelembung di kepalanya tidak pecah. Namun, hal itu membuat tubuh sebelah kirinya lemah.

"Selain itu, lapang pandang mata saya sebelah kiri tidak bisa melihat."

"Untuk berjalan saya bisa, dan insyaallah saya bisa mengerjakan tugas saya."

"Kalau saya tidak sehat jasmani dan rohani, kenapa saya bisa melalui prosedurnya sampai Diklatsar (Pendidikan Latihan Dasar) Prajabatan di Balai Diklat Medan," katanya.

 Astra Financial Grup Padang Berikan Paket Sembako Untuk Warga Disabilitas Terkena Dampak Covid-19

Ia menceritakan, dirinya mendaftar CPNS pada tahun 2018 dari formasi penyandang disabilitas dalam jabatan Fungsional Pemeriksa Ahli Pertama di BPK Perwakilan Sumbar.

Ia sudah mengikuti prosedur tes dari awal, yaitu DKD, DKB, pemberkasan awal tahun 2019. 
Setelah pemberkasan, ia masuk ke tahap Diklatsar selama delapan bulan.

Namun, dirinya mengalami kejang-kejang dan dibawa ke RSUP Adam Malik Medan.

Hasil dari pemeriksaan tersebut diketahui adanya penumpukan cairan di kepalanya.

"Dokter di Balai Diklat Medan memberikan rekomendasi agar saya tidak berpikir berat dan berpikir banyak."

"Dari rekomendasi, pihak manajemen memberikan saya tidak mengikuti ujian mata kuliah diklat JFT (jaringan fungsional tertentu)," katanya.

 VIRAL Video Istri Seret-seret Suami Disabilitas di Pinggir Jalan Palembang, Paksa Pergi Mengemis

Ia diperbolehkan mengikuti mata kuliah diklat, agar sedikit banyak mengetahui materinya.

Setelah ia mengikuti tahapan lokal, pada tanggal 8 November 2019 ia bersama disabilitas lainnya dikembalikan ke lokasi penempatan definitif di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia. Dirinya dapat di Sumbar.

Ia mengatakan, ada 11 orang disabilitas di Indonesia, dan pada akhir Januari 2020 diminta untuk mengikuti medical check up di Rumah Sakit Gatot Soebroto Jakarta.

"Yang saya herankan, masing-masing disabilitas cukup satu kali dan saya dua kali."

"Setelah selesai dan dipanggil pimpinan untuk menanyakan hasil medical check up, saya katakan hasilnya cukup sehat, dan mungkin ada beberapa catatan dari tim medical check up," ujarnya.

Selanjutnya, dirinya dipanggil lagi dan diinformasikan kalau pelantikannya pada 24 Februari 2020 dipending, dan dijelaskan kalau ia diberhentikan dengan hormat dari BPK karena tidak sehat rohani dan jasmani.

 Didukung Perda No 3 Tahun 2015, Mahyeldi Klaim Pemko Padang Sudah Ramah Terhadap Disabilitas

"Sejauh ini saya sudah berkirim surat permohonan bantuan ke Ombudsman dan Komnas HAM, lalu ke KSP serta Presiden Jokowi yang kebetulan mensahkan UU Disabilitas No 8 tahun 2016," jelas Alde.

Ia mengatakan, pada tanggal 9 Maret 2020 tim BPK RI datang ke Sumbar memberikan SK pemberhentian dengan alasan tidak sehat jasmani dan rohani.

Ia meminta untuk dipertimbangkan lagi, karena baru menikah pada awal Januari 2020, dan itu berdampak terhadap keluarga kecilnya.

Namun, tim pusat menyatakan kalau keputusan itu sudah final, dan pada Maret 2020 dirinya tidak ada masuk kantor lagi.

"Kalau bisa jangan jadikan hal ini berlarut-larut, tapi ada duduk satu meja dengan pihak yang berkompeten dalam masalah ini," ujarnya.

Ia mengatakan, kalau tidak diberhentikan, dirinya sedang menunggu SK 100 persen, yang sebelumnya baru dapat SK 80 persen.

"Tidak sehat secara jasmani memang tidak sehat pasca sakit operasi besar pada Januari tahun 2015, dan tidak sehat secara rohani ini saya pertanyakan," ujarnya.

"Kenapa harus diberhentikan dengan hormat, padahal bisa dipindahkan ke bagian umum jelang belajar lagi pada periode selanjutnya."

Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan, LBH Padang sebenarnya sudah menyurati BPK Sumbar dan BPK RI Pusat untuk mengklarifikasi hal ini.

"Kami berpandangan dari LBH ini kasusnya, karena minimnya paradigma disabilitas di tataran pemerintahan."

"Secara mandiri, Alde juga sudah menyurati Komnas HAM Sumbar dan Ombudsman Sumbar," ujarnya.

Ia mengatakan, bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dan statusnya masih tahap klarifikasi.

LBH Padang mendorong pihak BPK dan kemudian pemerintahan memfasilitasi penyelesaian permasalahan ini dengan cepat.

"Kami ingin ada solusi cepat dalam penyelesaian masalah ini, karena memang ini terkait hak disabilitas, dan diselesaikan dengan cara-cara progresif," sebutnya.

Ia mengatakan, hak penyandang disabilitas diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2018 tentang Penyandang Disabilitas yang disahkan oleh Presiden dan DPR RI.

Banyak peraturan perundang-undangan mengatur soal sehat jasmani dan rohani sebagai sebuah persyaratan.

"Sehingga bisa jadi semacam Pasal karet, apalagi pemerintah tidak punya paradigma sebagaimana yang ada di Undang-undang disabilitas."

"Kita tahu disabilitas bukan tidak sehat jasmani dan rohani tapi ada kondisi khusus, ketika ada kondisi khusus ada perlakuan khusus dan perlindungan khusus yang diberikan oleh negara," sebutnya.

Ia berharap adanya upaya duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini secara arif dan bijaksana, tanpa proses embel-embel hukum seperti di pengadilan dan sebagainya.

"Karena di pengadilan, ada proses yang sangat lama, kami sangat berharap di LBH pemerintah punya keinsafan lagi seperti kasus Dokter Romi, direspon dengan baik, dengan cepat dan disabilitas dapat terpenuhi haknya dengan cepat juga tidak berlarut-larut," tuturnya.(*)

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved