Citizen Journalism
SEJARAH - Saalah Yusuf Sutan Mangkuto: Perintis Islam Berkemajuan dari Sumatera Barat
HAMPIR seabad, gerakan Islam Berkemajuan di Sumatera Barat, telah menorehkan tinta emas dalam pengembangan amal
Dua hari kemudian, Padang Panjang diguncang gempa Juni 1926. Muhammadiyah sedari awal berdiri, telah menegaskan dirinya tidak berafiliasi pada kekuatan politik manapun. Namun model yang ditempuh Hoofdbestuur Hindia Timur, tidak berlaku untuk Saalah Yusuf Sutan Mangkuto. Ketua Cabang Padang Panjang yang pernah bekerja sebagai penasehat Abdul Muis itu, memang piawai berpolitik.
Memasuki pertengahan 1927 Saalah berniat merintis Muhammadiyah di Nagari Labuah, pasca berdirinya beberapa groep di Padang Panjang. Controleur Veen mencium gelagat buruk. Ia meminta Saalah untuk menghentikan rencana-nya. Meskipun Veen tahu, Saalah merupakan seorang anti Kuminih, namun ia khawatir dengan asal daerahnya yang menjadi basis “merah”.
Veen memang khawatir dengan Saalah yang berasal dari Pitalah-sebuah nagari yang menjadi basis Kuminih dan memiliki penilaian buruk dari Asisten Residen Padang Panjang Winkelman. Ia tentu cuci tangan dan meminta agar Saalah Yusuf Sutan Mangkuto segera meminta surat rekomendasi dari Dewan Nagari Pitalah dan Labuah (Mailrapport 524x/’27).
Pasca kunjungan de Graeff ke Sumatera Barat, petinggi Hindia Belanda–terutama di Padang Panjang menaruh kecurigaan besar terhadap gerakan Kaum Muda. Residen Arndt memerintahkan kepada seluruh Asisten Residen dan Controleur, untuk mengawasi secara ketat pergerakan Muhammadiyah di daerah-nya masing-masing. Arndt kemudian mengeluarkan instruksi kepada seluruh bawahannya, untuk menghentikan surat izin berbadan hukum kepada Muhammadiyah, termasuk Cabang Padang Panjang.
Namun instruksi Arndt dimaknai berbeda oleh bawahannya. Asisten Residen Padang Panjang Winkelman setuju dengan instruksi Residen Sumatera Barat. Ia menaruh curiga sisa-sisa Communisten dari kalangan murid-murid Sumatra Thawalib–yang bergabung di Muhammadiyah Cabang Padang Panjang.
Asisten Residen Tanah Datar Karsen mempunyai pandangan berbeda dari rekannya di Padang Panjang. Ia malah tidak setuju perlakuan terhadap anggota Muhammadi-yah disamakan saja dengan Communisten.
Dan, Asisten Residen Winkelman memang sudah alang-kepalang marahnya dengan gerakan Kuminih di daerah kekuasaannya. Ia seolah tidak berdaya menghadapi kekuatan ‘merah’ yang sudah meresahkan pegawai-pegawainya sedari 1925-1927.
Ia kemudian menulis,”Siapakah yang bisa menjamin saya bahwa unsur ekstrimis di nagari itu tidak menyembunyikan diri mereka sendiri dibalik panji-panji Muhamamdiyah?” (Mailrapport 524x/’27).
Peristiwa penolakan Muhammadiyah di Pitalah dan Labuah, selanjutnya menarik perhatian pemerintah. Saalah kemudian membawa persoalannya pada otoritas pemerintah Batavia dan Hoofdbestuur Muhammadiyah Hindia Timur.
Di sinilah letak kelihaian Saalah. Ia cerdik memanfaatkan situasi yang menguntungkan, guna mempropagandakan kepada otoritas Batavia, bahwa Muhammadiyah Padang Panjang memang anti Kuminih.
Kantor Urusan Pribumi yang menangani persoalan Cabang Padang Panjang, kemudian melihat kesempatan untuk memulihkan situasi di Sumatera Barat. Mereka berupaya memanfaatkan tangan pengurus Hoofdbestuur Muhammadiyah Hindia Timur–untuk mengontrol penuh Cabang Padang Panjang, agar tidak di-susupi kekuatan Kuminih.
Dan itulah yang mendorong pimpinan persyarikatan mengutus Haji Fakhruddin ke Minangkabau. Setelah Fakhruddin menyatakan kesediaannya mempropagandakan Muhammadiyah di ranah Minang, tanggal 15 April 1927 Van der Plas–seorang penasehat kantor Urusan Pribumi mengirimkan surat kepada Residen Arndt.
Ia meminta Residen Sumatera Barat mengakhiri sikap permusuhannya, karena Muhammadiyah merupakan wakil Islam yang sesungguhnya dan non partisan. Selain itu, Van der Plas meminta Arndt menunjukkan sikap simpati selama Haji Fakhruddin tournee di Sumatera Barat.
Rupanya, argumen Van der Plas itu diterima Gubernur Jenderal de Graeff dan meminta kepada Arndt untuk mengakhiri sikap permsuhan dengan Haji Abdul Karim Amrullah. Ia berharap dengan perubahan sikap itu, Muhammadiyah pusat bisa membantu otoritas Batavia untuk menjinakkan sisa-sisa Kuminih di Sumatera Barat.
Lebih lanjut, baca Surat Van der Plas untuk Arndt tanggal 14 April, 15 April, dan 20 April 1927 (Mailrappport 524x/ 1927) Surat sakti Van der Plas rupanya ampuh melunakkan hati Residen Sumatera Barat. Ketika Fakhruddin berkunjung ke ranah Minang, ia dilayani dengan baik oleh pejabat Hindia Belanda.