Citizen Journalism

SEJARAH - Saalah Yusuf Sutan Mangkuto: Perintis Islam Berkemajuan dari Sumatera Barat

HAMPIR seabad, gerakan Islam Berkemajuan di Sumatera Barat, telah menorehkan tinta emas dalam pengembangan amal

Editor: Emil Mahmud
zoom-inlihat foto SEJARAH - Saalah Yusuf Sutan Mangkuto: Perintis Islam Berkemajuan dari Sumatera Barat
Istimewa/Dokumentasi
Saalah Yusuf Sutan Mangkuto

Saalah Yusuf Sutan Mangkuto: Perintis Islam Berkemajuan dari Sumatera Barat

Oleh: Fikrul Hanif Sufyan *)

HAMPIR seabad, gerakan Islam Berkemajuan di Sumatera Barat, telah menorehkan tinta emas dalam pengembangan amal usaha dan melahirkan tokoh-tokoh yang berkompetisi di pentas nasional dan internasional.

Satu dari sekian tokoh perintis Muhammadiyah, yang menarik dibicarakan adalah Saalah Yusuf Sutan Mangkuto.

Tokoh ini barangkali tidak tenar dalam lembar sejarah nasional, namun kerap dibicarakan peneliti Taufik Abdullah, Murni Djamal, Deliar Noer, Audrey Kahin, dan lainnya.

Atau sering diapungkan namanya oleh ulama sekelas Hamka dalam beberapa karyanya-terutama yang berhubungan dengan gerakan Islam Modernis dan Muhammadiyah di Minangkabau.

Laki-laki kelahiran Nagari Pitalah Afdeling, Tanah Datar pada Tahun 1901 itu, dikenal luas sebagai perintis Islam Berkemajuan di Padang Panjang pada Tahun 1926. Pada masa itu, perjuangannya cukup berat, terutama berhadapan dengan otoritas adat, dan kelompok propagandis Kuminih.

Pasca dirintis di Sungai Batang pada tahun 1925, yang telah kembali merantau dari tanah Jawa, mendirikan Perkumpulan Tani di kampung asalnya pada Agustus 1925. Saalah dinilai berani mengambil risiko besar, mengingat Nagari Pitalah merupakan basis groep Sarekat Rakyat Padang Panjang.

Versi Taufik Abdullah dan Murni Djamal-mengutip dari Hamka, menyebut asal Muhamadiyah Cabang Padang Panjang bermula dari kisah Khaibul Ummah. Murid-murid yang mengikuti perkumpulan itu, mereka belajar teknik dakwah, kemudian menerbitkan pidatonya dalam Khatibul Ummah–yang diterbitkan Muhammadiyah Padang Panjang (Hamka, 1971: 77-78; Mailrapport 1453x/1927).

Namun bila dilihat dari kroniknya, tidaklah tepat karena waktu itu, Muhammadiyah belum secara resmi berdiri di Padang Panjang.  Ketika Saalah ingin mengubah perkumpulannya, memang penuh intrik dan memicu konflik dengan otoritas Pitalah.

Mereka ingin organisasi itu, langsung di bawah lembaga adat Pitalah, dan seluruh kegiatan berada di masjid nagari. Untuk mengurus izin persyarikatan, Saalah harus melalui urusan yang berbelit, mulai dari penghulu nagari, ulama Naqsyabandiyah, dan guru-guru agama.

Intrik penolakan terhadap embiro Cabang Padang Panjang, sebenarnya sudah terendus. Ketika kepala nagari Pitalah menyampaikan penolakan mereka kepada Asisten Residen Padang Panjang pada November 1926. Mereka menolak, bila Muhammadiyah berada di luar kontrol kepalanagari Pitalah.

Setelah kepala nagari menghadap, tanggal 2 Desember 1926 giliran majelis nagari mengeluarkan putusan,”Perkumpulan Tani dan Muhammadiyah dibubarkan. Tabligh agama bisa diadakan kapan saja di masjid. Izin yang tersedia diberikan oleh sidang Jumat dan ulama.”. Kebulatan tekad itu kemudian disetujui oleh masyarakat pada tanggal 28 Januari 1927. 

Sementara pemerintah masih sibuk menyelesaikan persoalan peristiwa Silungkang (Mailrapport 523x/27). Penolakan otoritas adat tentu bisa dipahami, sebab Pitalah merupakan basis tarekat Naqsyabandiyah, sehingga hadirnya Muhammadiyah dianggap ancaman serius.

Saalah tidak peduli atas penolakan otoritas nagari. Pada Juni 1926 Sutan Mangkuto, Datuk
Sati, dan dua pimpinan Tabligh Muhammadiyah—mengalihkan organisasi Perkumpulan Tani
menjadi Cabang Padang Panjang (Mailrapport 523x/27).

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved