Keracunan MBG di Agam
Kepala KPPG Salahkan Kelalaian SPPG Penyebab Keracunan MBG di Agam: "Kita Tak Ada Niat Jahat"
Kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, yang menimpa lebih dari seratus pelajar,
Penulis: Fajar Alfaridho Herman | Editor: Rahmadi
Syartiwidya memastikan, jika seluruh aturan ditaati, maka program MBG tidak hanya mampu meningkatkan gizi anak sekolah dan masyarakat rentan, tapi juga bisa menggerakkan ekonomi lokal melalui dapur-dapur yang ada di nagari.
“Pesan saya sederhana, hati-hati, patuhi aturan, dan jangan abaikan standar. Kalau semua sesuai regulasi, program ini akan sangat bermanfaat,” tutupnya.
Pengawasan Lemah
Sebanyak 110 orang menjadi korban keracunan MBG di Agam usai menyantap makanan dari dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Fakta di lapangan mengungkap sebagian besar Sentra Penyedia Pangan Gizi (SPPG) ternyata belum memiliki izin lengkap namun malah beroperasi.
Bupati Agam Benni Warlis mengakui lemahnya pengawasan pemerintah daerah dalam menjalankan program.
Dari sembilan SPPG di Agam, hanya dua yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sesuai syarat dasar pengelolaan dapur.
“Persyaratan seperti SLHS hingga standar sanitasi harus dipenuhi. Kenyataannya, sebagian besar belum. Bahkan dapur yang kemarin menimbulkan kasus keracunan tidak memiliki izin lengkap, baik air bersih maupun dokumen lingkungan. Ini yang menjadi masalah serius,” ujar Benni, Kamis (2/10/2025).
Ia menilai, lemahnya standar dan kurangnya pengawasan di tingkat SPPG berpotensi menimbulkan dampak besar bagi masyarakat.
Baca juga: Jadwal Acara Moji TV Jumat 3 Oktober 2025: Voli Moji, American Ninja Warrior Junior
“Kalau ini dibiarkan, kualitas pangan tidak terkontrol, dan risiko seperti kemarin bisa terulang kembali. Karena itu, saya tegaskan, semua SPPG yang belum memenuhi syarat harus ditutup sementara sampai izinnya benar-benar lengkap,” tegasnya.
Benni juga mengungkapkan adanya kerancuan perjanjian kerja sama antara penyelenggara MBG dengan sekolah penerima manfaat.
Menurutnya, kontrak program seharusnya dilakukan oleh pihak penyedia dan pemerintah, bukan dengan sekolah.
“Sering terjadi perdebatan karena ada perjanjian dengan sekolah. Padahal sekolah itu hanya penerima manfaat. Jika terjadi masalah seperti keracunan, pihak sekolah sering merasa ditekan untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan dan tidak boleh melapor. Ini berbahaya,” jelas Benni.
Ia menilai pola tersebut membebani pihak sekolah yang seharusnya hanya fokus pada pendidikan.
“Kepala sekolah bukanlah pihak yang harus membagikan makanan atau menanggung risiko bila ada masalah. Tugas mereka mendidik, bukan mengelola logistik program,” tambahnya.
Baca juga: Kasus Keracunan MBG di Agam, Bupati Ungkap Dapur SPPG Tidak Layak dan Perizinan Belum Lengkap
Pemerintah Agam Tanggung Biaya Medis Ratusan Korban Keracunan Masal MBG, 7 Dapur SPPG Ditutup |
![]() |
---|
Korban Keracunan MBG di Agam Bertambah Jadi 110 Orang, Sebagian Sudah Pulang dan Sebagian Dirawat |
![]() |
---|
SPPG Tanpa Izin Beroperasi hingga 110 Orang Keracunan MBG, Bupati Agam Akui Lemah Pengawasan |
![]() |
---|
Bupati Agam Akui 7 Dapur MBG Tak Layak Beroperasi, Putuskan Tutup Sementara Usai 110 Orang Keracunan |
![]() |
---|
Kasus Keracunan MBG di Agam, Bupati Ungkap Dapur SPPG Tidak Layak dan Perizinan Belum Lengkap |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.