Cuaca Buruk di Padang

Perlawanan Senyap Warga Padang Melawan Banjir Rob yang Datang Setiap Tahun

Di tengah ketidakpastian iklim, warga Purus Atas memiliki sistem peringatan dini yang dibangun dari pengalaman turun-temurun.

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rezi Azwar
TribunPadang.com/Panji Rahmat
BANJIR ROB- Masyarakat di Purus Atas, Rimbo Kaluang, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, saat melakukan aktivitas normal setelah dua hari lalu harus membersihkan rumah pasca banjir rob akibat pasang air laut dari sore hingga malam, Selasa (11/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Musibah banjir rob sudah menjadi peristiwa yang menahun di Purus Atas, Padang.
  • Warga yang tinggal di daerah langganan banjir meninggikan bangunan rumah agar tidak dimasuki air saat banjir rob.
  • Pengamat Lingkungan dari Universitas Andalas, Prof Isril Berd, menilai pemerintah memiliki peran krusial dalam normalisasi arus sungai.

TRIBUNPADANG.COM, PADANG – Di Purus Atas, Kelurahan Rimbo Kaluang, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat, pepatah Minang “Alam Takambang Jadi Guru” tak lagi sekadar kearifan lokal.

Bagi masyarakat di sana, pepatah itu adalah kurikulum pahit yang harus mereka pelajari setiap tahun, bahkan setiap bulan, kurikulum tentang cara bertahan hidup di tengah kepungan banjir rob yang datang setiap tahunnya.

Bencana tahunan ini, yang terjadi akibat pertemuan ganas gelombang pasang laut dengan air darat, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan warga dekat muara Pantai Padang.

Mereka tidak lagi menunggu janji atau sentuhan pemerintah. Mereka bergerak sendiri.

Baca juga: Banjir Rob Melanda Kota Padang, Pengamat Lingkungan: Pemerintah Harus Mulai Perbaiki Hulu Sungai

Di tengah ketidakpastian iklim, warga Purus Atas memiliki sistem peringatan dini yang dibangun dari pengalaman turun-temurun.

Syafril (75), seorang nelayan setempat, menyebut fenomena ini sering terjadi di bulan besar atau bulan 14 (November 2025).

“Kewaspadan akan menyelimuti masyarakat ketika perhitungan bulan sudah masuk ke bulan 14. Itu sudah petanda untuk lebih waspada,” ujar Syafril, yang ditemui TribunPadang.com di sekitar lokasi air meluap.

Perhitungan tradisional para nelayan ini terbukti lebih andal dibanding prediksi resmi.

Baca juga: November Cuaca Laut Padang Paling Labil, Perairan Tenang Bisa Berubah Ekstrem Beberapa Jam

Dua hari sebelum air kali meluap hingga di atas mata kaki pada pekan pertama November 2025, Syafril dan tetangga langganan banjir rob sudah lebih dulu mengemasi barang-barang berharga mereka ke tempat yang lebih tinggi.

Pasang naik yang terjadi pada sore hari, kata Syafril, kerap membuat tanggul tak mampu menahan volume air, dan kali yang hanya berjarak ratusan meter dari muara Pantai Padang langsung meluap.

Mereka tahu, jika rob ini datang tanpa ditemani hujan lebat, itu masih tergolong normal.

“Tapi kalau disertai hujan, airnya bisa masuk ke rumah. Dulu bahkan setinggi pinggang dan durasinya bisa sampai pagi hari baru surut,” kenangnya, menggambarkan kengerian masa lampau.

Tumbuh Bersama Air Pasang

BANJIR ROB- Suasana kawasan Purus Atas, Kelurahan Rimbo Kaluang, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat, yang merupakan daerah langganan musibah banjir rob, Selasa (11/11/2025).
BANJIR ROB- Suasana kawasan Purus Atas, Kelurahan Rimbo Kaluang, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat, yang merupakan daerah langganan musibah banjir rob, Selasa (11/11/2025). (TribunPadang.com/Panji Rahmat)

Banjir rob di Purus Atas telah menciptakan generasi yang tumbuh bersama air pasang. Yusni (68), adalah salah satunya.

Sejak kecil ia telah akrab dengan bencana ini. Kenangan paling membekas adalah pada tahun 1990-an, saat air mencapai setinggi pinggang dan masuk ke rumahnya.

Bagi Yusni, banjir rob ini sudah menjadi satu kesatuan dengan perjalanan hidupnya, karena solusi jelas dari pemerintah tak kunjung datang.

Baca juga: Cuaca Laut Padang Belum Stabil, Nelayan Jangan Melaut Terlalu Jauh dari Daratan

Perubahan pun terjadi secara mandiri, warga mulai mengaplikasikan kearifan lokal dalam praktik pembangunan.

"Kalau warga yang baru melakukan pembangunan, mereka langsung memasang pondasi lebih tinggi, supaya aman," kata Yusni.

Cara lain ditunjukkan oleh Yulit (48), ia memilih untuk menerima keadaan ketimbang menyalahkan pemerintah.

Penerimaan itu diterjemahkan menjadi kewaspadaan dengan mempersingkat waktu tidur.

Yulit dan keluarganya bergantian untuk berjaga saat perhitungan bulan nelayan menunjukkan tanda bahaya.

Tujuannya hanya satu, agar ada yang sigap membangunkan keluarga lain untuk mengevakuasi barang jika air naik, terutama jika pasang naik diikuti hujan yang tak terduga.

“Bahkan dulu pernah kami harus sampai mengungsi kalau airnya terlalu tinggi,” tuturnya.

Ia menegaskan, semua antisipasi ini murni dari pengalaman setiap tahun, bukan dari sosialisasi pemerintah.

Analisis Pengamat: Bencana Gabungan dan Kelalaian

ANCAMAN BANJIR BANDANG: Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumatera Barat, Isril Berd, saat diwawancarai setelah rapat dengan BPDAS Agam Kuantan, Selasa (9/9/2025). Forum DAS Sumbar harapkan komitmen bersama dari stakeholder terkait untuk mengantisipasi ancaman banjir bandang di aliran Batang Anai.    
ANCAMAN BANJIR BANDANG: Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumatera Barat, Isril Berd, saat diwawancarai setelah rapat dengan BPDAS Agam Kuantan, Selasa (9/9/2025). (TribunPadang.com/Fajar Alfaridho Herman)

saat masyarakat berjuang sendirian, para ahli melihat bencana ini sebagai gabungan fenomena alam dan tanggung jawab yang terabaikan.

Prof Isril Berd, Pengamat Lingkungan dari Universitas Andalas, menegaskan bahwa banjir rob yang terjadi di Padang adalah hasil pertemuan dua volume air besar, pasang air laut akibat fenomena alam dan aliran air dari darat menuju muara.

Baca juga: Produksi Padi Daerah Tanah Datar dan Lima Puluh Kota Merosot Tajam di Tahun 2025

"Kalau pasang saja yang naik, ya itu fenomena alam, mau gimana lagi. Tapi kalau dipadukan dengan volume air dari darat ini baru bencana alam," jelas Prof Isril.

Menurutnya, pemerintah memiliki peran krusial dalam normalisasi arus sungai.

Mulai dari memastikan tutupan bekas pembukaan lahan di hulu sudah steril, mengurangi pembukaan lahan, hingga menjaga kawasan hijau di sepanjang bantaran sungai hingga ke muara.

Prof Isril memperingatkan, jika pemerintah terus menganggap kejadian ini hanya fenomena alam semata, intensitas genangan air bisa memburuk seperti yang terjadi di Pulau Jawa, mengganggu aktivitas dan roda ekonomi secara berkepanjangan.

Baca juga: Tiga Rumah di Air Manis Padang Rusak Akibat Dihantam Gelombang Tinggi

"Sebelum semua itu terjadi, tentu perlu langkah antisipasi," tutupnya.

Sebuah desakan keras bagi pemerintah, sementara di Purus Atas, Yusni, Yulit, dan Syafril telah lebih dulu menjadikan diri mereka sebagai guru bagi diri sendiri, menanti kapan air pasang dan solusi pemerintah akan bertemu di titik temu yang sama. (TribunPadang.com/Panji Rahmat)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved