“Izin PT SPS ini harus dibatalkan. Ini bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tetapi juga pelanggaran atas hak masyarakat adat yang selama ini hidup berdampingan dengan alam,” tegasnya.
Ia juga mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk menegakkan amanat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Undang-undang tersebut menekankan bahwa pulau-pulau kecil seperti Sipora seharusnya diprioritaskan untuk konservasi, pendidikan, riset, pariwisata berkelanjutan, dan ketahanan pangan lokal, bukan untuk eksploitasi besar-besaran,” ujarnya.
Koalisi juga mendesak Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup Provinsi Sumbar untuk menyatakan bahwa rencana usaha PT SPS tidak layak lingkungan, serta meminta Komisi Penilai AMDAL Pusat agar tidak menerbitkan persetujuan lingkungan untuk proyek PBPH tersebut.
"Kami menolak dokumen AMDAL PT SPS karena disusun tanpa partisipasi publik, tidak berbasis data primer, banyak kekeliruan teknis, dan mengabaikan aspek penting seperti keanekaragaman hayati, potensi bencana, dampak sosial ekonomi, serta hak masyarakat adat,” tuturnya.
Baca juga: Penuh Haru dan Bahagia, Bupati Dharmasraya Annisa Serahkan SK CPNS dan Pengambilan Sumpah PPPK 2024
Tommy menegaskan bahwa masyarakat sipil Sumbar menolak segala bentuk penebangan hutan alam di Pulau Sipora, karena dinilai memperparah krisis ekologis dan meningkatkan risiko bencana.
"Selain itu, eksploitasi ini juga mengancam keberlanjutan mata pencaharian masyarakat lokal, terutama perempuan pembudidaya pangan lokal seperti 'toek'," tutupnya.(*)