Upaya tersebut berupa penguatan kelembagaan, pengelolaan hutan yang meliputi penataan areal, pemanfaatan hutan dalam bentuk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), jasa lingkungan dan pemanfaatan kawasan melalui agroforestri, rehabilitasi hutan dan perlindungan serta pengamanan hutan, pengembangan usaha, monitoring dan evaluasi pengelolaan hutan.
Pohon Asuh di Nagari Simpang Kapuak merupakan salah satu contoh pengelolaan hutan yang dilakukan masyarakat untuk meraih manfaat ekonomi sekaligus juga penjagaan ekologi.
Baca juga: Tangkap Harimau yang Mangsa Ternak, Warga Lunang Pessel Sumbar Pasang Kandang Jebak dari Besi
Upaya lain yaitu pengkayaan tanaman secara agroforestri di Jorong Hulu Aia Nagari Harau, pembibitan dan budidaya durian lokal unggul di Nagari Halaban. Selain itu juga mengembangkan produk turunan dari daun gambir menjadi minuman serbuk daun gambir.
Inisiatif ini disampaikan perwakilan masyarakat dari Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPH) dan Hutan Kemasyarakatan (HKm) kepada pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam kegiatan bertajuk dialog komunitas. Tidak hanya praktik baik, masyarakat juga menyampaikan kendala dalam pengelolaan hutan.
Menanggai penyampaian masyarakat, dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota menyampaikan dukungan dan komitmennya untuk mendukung masyarakat di sekitar hutan.
Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja memberikan dukungan dan fasilitasi untuk pengurusan izin BPOM produk teh gambir. Sementara itu Dinas Tanaman Pangan memberikan dukungan bagi masyarakat pengelola hutan.
“Selama ini yang bisa dibantu oleh Dinas Perkebunan adalah kelompok tani, namun kini ada pembaharuan jika lembaga pengelola hutan pun dapat mengajukan dukungan pupuk kepada Dinas Perkebunan,” kata Witra Porserpwandi Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota
Di samping itu, masyarakat Nagari Ampalu untuk mengelola hutan saat ini terkendala belum adanya legalitas pengelolaan hutan. Masyarakat masih berupaya mendapatkan pengakuan sebagai Masyarakat Hukum Adat untuk mengajukan legalitas hutan Adat.
Baca juga: Tim Verifikasi Lapangan Tingkat Nasional Nilai Rumah Dataku Nagari Taratak Baru Sijunjung
“Sampai sekarang, masih belum mendapat titik terang yang jelas untuk mendapatkan pengakuan masyarakat hukum adat. Kami berharap, agar memaklumi bahwa niat baik ini merupakan satu hal yang positif untuk masyarakat dan kawasan hutan nagari Ampalu,” kata Datuak Rajo Pangulu ketua Adat Nagari Ampalu.
Diketahui di Nagari Ampalu lebih kurang 600 orang menggantungkan hidup di kawasan hutan nagari Ampalu. Meksi sudah mengelola lahan secara turun temurun, tetap menimbulkan rasa was-was bagi masyarakat ketika mengetahui lahan yang mereka kelola merupakan kawasan hutan.
“DLHPP bersama dengan KKI Warsi sudah melakukan proses dan harapannya di akhir tahun ini dimasukkan untuk dibahas. Mudah-mudahan dapat menjadi solusi untuk masyarakat nagari Ampalu,” kata Susy Herlinda Kabid Perencanaan, Pengkajian dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Perumahan Rakyat dan Permukiman.
Dengan pernyataan dan dukungan yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota menjadi penyemangat dan kepastian bagi masyarakat Nagari Ampalu mendapatkan hak kelolanya. Sehingga masyarakat dapat mengelola lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dengan arif sesuai peraturan adat yang berlaku. (*)