Kabupaten Lima Puluh Kota

Kerja Sama dengan KKI Warsi, Pemkab Lima Puluh Kota Komitmen Pengendalian Dampak Perubahan Iklim

Penulis: Rima Kurniati
Editor: Rahmadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemkab Lima Puluh Kota menjalin kerjasama dengan Komunitas Konservasi Warsi untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Pemkab Lima Puluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) menjalin kerjasama dengan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim ini. 

Kerja sama tersebut diwujudkan dalam bentuk penandatanganan nota kesepahaman untuk memperkuat kolaborasi kedua pihak untuk pemberdayaan masyarakat untuk pengelolaan SDA berkelanjutan, Kamis (6/6/2024).

Kerja sama ini berlangsung selama 5 tahun kedepannya meliputi perlindungan dengan pengelolaan SDA Program Kampung Iklim, pengembangan potensi nagari, pemberdayaan masyarakat nagari, pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dan bidang-bidang lainnya akan disepakati lebih lanjut oleh para pihak dalam perjanjian kerjasama.

"Salah satu instrumen untuk mencegah perubahan iklim itu dengan melakukan pengelolaan hutan lestari. Sebab pemicu perubahan iklim itu terjadi karena deforestasi dan kerusakan hutan yang berkontribusi tingginya emisi,"kata Adi Junedi Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Jumat (7/6/2024)

Dijelaskan Adi, sektor kehutanan memiliki peranan penting dalam pengendalian dampak perubahan iklim. Di Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki Kawasan hutan yang mencapai 172.552 hektar yang artinya  51 persen dari wilayah administrasi.

Baca juga: 50 Persen Lebih Nagari di Kabupaten Sijunjung Miliki Rumah Dataku

Perlindungan, pemulihan, dan pengelolaan hutan berkelanjutan sangat penting dilakukan untuk mengurangi pemanasan global. Oleh karena itu Kawasan hutan di Kabupaten Lima Puluh Kota dapat dijadikan potensi daerah untuk pengendalian perubahan iklim. 

"Saat ini inisiatif masyarakat dalam mengelola hutan telah didukung melalui 38 izin kelola Perhutanan Sosial  yang  tersebar di 37 Nagari di Kabupaten Lima Puluh Kota,” kata Adi Junedi. 

Melalui program perhutanan sosial, kawasan hutan dapat dikelola secara legal oleh masyarakat sehingga aktor yang terlibat dalam pengendalian perubahan iklim tidak hanya pada pemerintah namun juga dapat melibatkan masyarakat lewat aksi pengelolaan hutan berkelanjutan. 

Sementara itu, penanganan perubahan iklim telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten 2021-2026, salah satunya melalui pengembangan ekonomi hijau. 

"Penanganan perubahan iklim sudah dilaksanakan tetapi belum tercapai. Untuk itu perlu upaya yang lebih intensif dan kreatif untuk pencapaiannya,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Herman Azmar.

Baca juga: Pemkab Agam Salurkan Bantuan Bencana dari Kabupaten Bengkalis kepada Guru dan Murid Terdampak

Ia juga mengajak berbagai pihak untuk bersama-sama melakukan upaya  antisipasi terhadap perubahan iklim.  

Dalam kesempatan tersebut juga diluncurkan program Pohon Asuh di Nagari Simpang Kapuak, Kecamatan Mungka, Kabupaten Lima Puluh Kota. 

Ditandai dengan diasuhnya pohon di Hutan Nagari Simpang Kapuak oleh Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota. Pohon Asuh merupakan program penggalangan dana publik untuk penjagaan tegakkan pohon di hutan.

Di Simpang Kapuak telah dilakukan survei sebanyak 150 pohon, 25 diantaranya telah diasuh.

Masyarakat  Kabupaten Lima Puluh Kota Kelola Hutan Mendapatkan persetujuan pengelolaan perhutanan sosial menjadi penyemangat bagi masyarakat untuk mengelola hutan dengan lestari. 

Upaya tersebut berupa penguatan kelembagaan, pengelolaan hutan yang meliputi penataan areal, pemanfaatan hutan dalam bentuk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), jasa lingkungan dan pemanfaatan kawasan melalui agroforestri, rehabilitasi hutan dan perlindungan serta pengamanan hutan, pengembangan usaha, monitoring dan evaluasi pengelolaan hutan.

Pohon Asuh di Nagari Simpang Kapuak merupakan salah satu contoh pengelolaan hutan yang dilakukan masyarakat untuk meraih manfaat ekonomi sekaligus juga penjagaan ekologi.

Baca juga: Tangkap Harimau yang Mangsa Ternak, Warga Lunang Pessel Sumbar Pasang Kandang Jebak dari Besi

Upaya lain yaitu pengkayaan tanaman secara agroforestri di Jorong Hulu Aia Nagari Harau, pembibitan dan budidaya durian lokal unggul di Nagari Halaban. Selain itu juga mengembangkan produk turunan dari daun gambir menjadi minuman serbuk daun gambir. 

Inisiatif ini disampaikan perwakilan masyarakat dari Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPH) dan Hutan Kemasyarakatan (HKm) kepada pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam kegiatan bertajuk dialog komunitas. Tidak hanya praktik baik, masyarakat juga menyampaikan kendala dalam pengelolaan hutan. 

Menanggai penyampaian masyarakat, dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota menyampaikan dukungan dan komitmennya untuk mendukung masyarakat di sekitar hutan. 

Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja memberikan dukungan dan fasilitasi untuk pengurusan izin BPOM produk teh gambir. Sementara itu Dinas Tanaman Pangan  memberikan dukungan bagi masyarakat pengelola hutan.

“Selama ini yang bisa dibantu oleh Dinas Perkebunan adalah kelompok tani, namun kini ada pembaharuan jika lembaga pengelola hutan pun dapat mengajukan dukungan pupuk kepada Dinas Perkebunan,” kata Witra Porserpwandi Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota

Di samping itu, masyarakat Nagari Ampalu untuk mengelola hutan saat ini terkendala belum adanya legalitas pengelolaan hutan. Masyarakat masih berupaya mendapatkan pengakuan sebagai Masyarakat Hukum Adat untuk mengajukan legalitas hutan Adat.

Baca juga: Tim Verifikasi Lapangan Tingkat Nasional Nilai Rumah Dataku Nagari Taratak Baru Sijunjung

“Sampai sekarang, masih belum mendapat titik terang yang jelas untuk mendapatkan pengakuan masyarakat hukum adat. Kami berharap, agar memaklumi bahwa niat baik ini merupakan satu hal yang positif untuk masyarakat dan kawasan hutan nagari Ampalu,” kata Datuak Rajo Pangulu ketua Adat Nagari Ampalu.

Diketahui di Nagari Ampalu lebih kurang 600 orang menggantungkan hidup di kawasan hutan nagari Ampalu. Meksi sudah mengelola lahan secara turun temurun, tetap menimbulkan rasa was-was bagi masyarakat ketika mengetahui lahan yang mereka kelola merupakan kawasan hutan.

“DLHPP bersama dengan KKI Warsi sudah melakukan proses dan harapannya di akhir tahun ini dimasukkan untuk dibahas. Mudah-mudahan dapat menjadi solusi untuk masyarakat nagari Ampalu,” kata Susy Herlinda Kabid Perencanaan, Pengkajian dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Perumahan Rakyat dan Permukiman.

Dengan pernyataan dan dukungan yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota menjadi penyemangat dan kepastian bagi masyarakat Nagari Ampalu mendapatkan hak kelolanya. Sehingga masyarakat dapat mengelola lahan dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dengan arif sesuai peraturan adat yang berlaku. (*)

Berita Terkini