Menariknya, tidak semua mayat bisa dibawa menggunakan penutup anyaman pelepah pohon anau.
Penutup keranda dari pelepah anau hanya dipernuntukan bagi mereka yang meninggal dalam keadaan sudah menikah.
"Kalau yang meninggal masih bujangan atau belum menikah, tidak pakai penutup. Hanya pakai tandu saja, lalu ditutup kain," katanya.
Kemudian di tengah-tengah penutup keranda terdapat anyaman yang menyerupai kerucut dan ditutupi kain yang dinamai susungan.
Baca juga: Prosesi Adat Pemakaman Unik di Solok, Jenazah Dibawa Pakai Keranda dari Anyaman Bambu
Susungan juga memiliki perbedaan, tergantung status sosial si mayat. Misalnya, ketika ada penghulu yang meninggal, maka pada susungan akan dipasangkan deta.
Kemudian ketika ada seorang malin atau ulama yang meninggal, maka pada susungan akan dipasangkan sorban.
Begitu pula ketika yang meninggal adalah bundo kanduang, maka akan dipasangkan tingkuluak pada bagian susungan.
Sedangkan untuk masyarakat biasa, susungan hanya ditutupi kain biasa.
Wan melanjutkan, keranda yang digunakan untuk membawa mayat akan ditinggalkan di pusara, tepat disamping gundukan tanah kuburan dan dibiarkan lapuk.
"Jadi pembuatan keranda ini selalu dilakukan ketika ada yang meninggal. Satu orang satu juga kerandanya," tandasnya.