Soal Larangan Peredaran Minyak Goreng Curah, Pengamat: Jangan Hambat Konsumen dan Pelaku Usaha Mikro

Penulis: Rizka Desri Yusfita
Editor: Emil Mahmud
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Suasana di kedai pedagang yang menjual bahan pokok di Pasar Raya Padang, Jumat (26/11/2021).

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Pengamat Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand) Syafruddin Karimi
mengatakan pelarangan peredaran minyak goreng curah di pasaran harus direspon oleh Sumbar sebagai daerah penghasil minyak goreng

"Kita punya lahan sawit, jangan sampai konsumen kita dan pelaku usaha mikro kita terkendala karena harga minyak goreng menjadi lebih mahal," kata Syafruddin Karimi, Jumat (26/11/2021).

Apalagi, sambungnya, selama ini minyak goreng curah juga menjadi pilihan para pedagang kecil maupun pengusaha rumah makan karena harganya relatif lebih murah dibanding minyak goreng kemasan.

Baca juga: Pemerintah Larang Jual Minyak Goreng Curah, Pedagang Pasar Raya Padang: Mana yang Bagus Saja

Syafruddin Karimi menegaskan, Sumbar harus memperjuangkan harga minyak goreng kemasan yang terjangkau oleh konsumen rumah tangga dan usaha mikro.

"Sumbar jangan diam saja karena lahan kita penuh dengan sawit. Rakyat kita mesti diberi akses minyak goreng berkualitas dan harga yang wajar dan terjangkau," tegas Syafruddin Karimi.

Syafruddin Karimi juga memahami rencana penjualan minyak goreng hanya dalam kemasan adalah juga buat perlindungan konsumen dari sisi kesehatan.

Produsen minyak goreng bisa dituntut tanggungjawab atas minyak goreng yang diproduksinya dan dipasarkannya.

Namun, kemasan mesti dibuat sesuai skala kebutuhan konsumen paling bawah dan usaha mikro pengguna minyak goreng.

"Untuk usaha mikro seperti pedagang gorengan volume kemasannya mesti disesuaikan agar harganya bisa dijamin terjangkau," jelas Syafruddin Karimi.

Sementara, untuk konsumen rumah tangga harus disiapkan kemasan 1/2 kilogram hingga 5 kilogram.

Kemudian, untuk usaha mikro gorengan, menurutnya, mungkin perlu disiapkan kemasan dengan volume 20 kilogram dan seterusnya.

Kata dia, cara-cara seperti lebih baik untuk konsumen dan harganya lebih mudah dikawal.

Di samping itu ia mengingatkan pasokan minyak goreng untuk pasar dalam negeri harus diutamakan.

"Jangan sampai terjadi industri minyak goreng utamakan pasar ekspor, tetapi abaikan konsumen dalam negeri," ujar Syafruddin Karimi.

Menurut dia, kebijakan tersebut sangat baik dan perlu didukung semua pihak.

"Hal ini mesti menjadi perhatian dan kepedulian pengambil kebijakan, baik pada tingkat daerah maupun tingkat nasional," terang Syafruddin Karimi.

Syafruddin Karimi menuturkan, selama ini minyak goreng curah banyak beredar di pasaran dan cukup laris dijual.

Jika kebijakan tersebut diberlakukan, maka kualitas minyak goreng yang dijual di pasaran, tentu dijamin mutunya, sebab sudah dalam kemasan yang benar.

"Dengan kebijakan pemasaran minyak goreng kemasan langsung dari pabrik dengan merek dagang yang jelas, kemungkinan masuknya minyak goreng oplosan bisa tertutup," imbuh Syafruddin Karimi.

Terakhir ia menegaskan perlu ada kebijakan lanjut dari pelarangan minyak goreng curah tersebut.

Syafruddin Karimi meminta jangan sampai membuat harga minyak goreng naik yang akhirnya menambah beban konsumen.

"Ini sangat penting menjadi perhatian lembaga konsumen dan pengambil kebijakan," tutup Syafruddin Karimi.

Baca juga: Minyak Goreng Curah Dilarang Tahun Depan, Warga Pariaman: Mau Tidak Mau Jika Mahal Terpaksa Beli

Rencana Larangan

Dilansir TribunPadang.com, Warga Pariaman menanggapi rencana larangan peredaran minyak goreng curah melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 tahun 2020 tentang minyak goreng sawit wajib kemasan.

Pasal 27 dalam aturan tersebut menyatakan bahwa minyak goreng sawit curah yang beredar di pasar masih dapat diperdagangkan hingga tanggal 31 Desember 2021, dan terhitung 1 Januari 2022 minyak goreng curah dilarang dijual di pasaran.

Seorang warga Pariaman, Jus (47) mengatakan tidak mempermasalahkan jika peraturan wajib mengkonsumsi minyak goreng kemasan diterapkan, meski ia belum mengetahui atau mendapatkan informasi tentang peraturan tersebut.

Baca juga: Pemerintah Larang Jual Minyak Goreng Curah, Pedagang Pasar Raya Padang: Mana yang Bagus Saja

Baca juga: Rencana Kemendag Larang Penjualan Minyak Goreng Curah, Pedagang di Pariaman Tak Ambil Pusing

Menurut dia, minyak goreng kemasan sebenarnya memang lebih baik ketimbang minyak goreng curah.

"Minyak goreng kemasan lebih irit pemakaiannya dari minyak goreng curah, minyak goreng curah itu boros," ucap Jus kepada wartawan di Pasar Pariaman. Jumat (26/11/2021).

Ia mengaku sehari-hari menggunakan minyak goreng kemasan dan curah secara bergantian.

"Berganti-ganti, kadang minyak goreng kemasan, kadang minyak goreng curah," ujar dia.

Ia menambahkan, jikapun harga minyak goreng kemasan nantinya melonjak, ia akan tetap membelinya.

"Mau tidak mau, jika nanti harganya mahal terpaksa dibeli, karena minyak goreng sangat diperlukan setiap hari," lanjut Jus.

Dalam sehari, Jus mengaku menghabiskan satu kilogram minyak goreng untuk memasak.

"Bahkan bisa dua kilogram minyak goreng curah dalam sehari," ujar Jus.

Sementara itu, seorang warga Koto Marapak Pariaman Timur, Ande yang sehari-hari memasak menggunakan minyak goreng curah tidak keberatan jika minyak goreng curah tidak dipasarkan kedepannya.

"Tidak masalah, kalau minyak kiloan (curah) tidak dijual, maka kami di rumah akan membeli minyak goreng kemasan," ujarnya.

Biasanya kata dia, satu liter minyak goreng curah biasa ia gunakan untuk memasak selama 3 hari atau tiga kali memasak.

Mengenai harga, Ande mengatakan bahwa selisih harga antara minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan tidak jauh berbeda, maka dari itu ia tidak keberatan jika minyak goreng curah dilarang untuk diperjual belikan.
(TribunPadang.com/Rizka Desri Yusfita/Wahyu Bahar)

Berita Terkini