Memulai karir di SSB, Vivi malah makin ketagihan untuk latihan sepak bola.
Ia mengaku selama berlatih di SSB ia merasa ada sesuatu yang kurang dalam hari-harinya jika tidak berlatih.
Walaupun bisa dibilang terlambat dalam menekuni dunia sepak bola Vivi malah lebih mudah untuk mengembangkan kemampuannya.
“Walaupun saya tidak memulainya dari kecil tapi saya sangat kecanduan sewaktu sudah mulai tekun bermain sepak bola,” jelas anak nelayan itu.
Bahkan sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) ada tahun 2010 Vivi sudah mulai dibayar Rp 50 ribu per laga.
“Sejak duduk dibangku SMA saya sudah sering ikut tarkam, bahkan sudah dibayar waktu itu,” paparnya.
Ia juga menyampaikan kali pertama dibayar tarkam, ia sungguh sangat senang dan tidak menyangka bisa mengumpulkan uang pada usia itu.
“Pada saat itu saya sangat terkejut, ternyata di sepak bola itu bayarannya besar apalagi untuk anak SMA seperti saya.” Jelasnya.
Selain dibayar sebagi pemain tarkam Vivi juga mengaku sering diancam ketika sedang berlaga.
“Kalau mau jadi pemain tarkam itu mentalnya harus kuat, tapi karena sering bermain tarkam itu juga saya memiliki mental bagus tak kala main professional,” jelasnya.
Pemain yang tidak memiliki idola di sepak bola ini mengaku bahwa semenjak tarkam kali pertama itu namanya semakin terkenal di lingkungan tarkam.
Ia juga menjadi pemain termuda pada tahun 2012 ketika membela Persada Aceh Barat Daya di Divisi 2.
Setelah bermain di Persada Aceh Barat Daya, Vivi melanjutkan perjalanan sepak bolanya di Popda bahkan sampai PON Remaja pada tahun yang sama.
“Setelah perjalanan di masa SMA itu saya melanjutkan kuliah di Banda Aceh, di Universitas Syiah Kuala,” katanya.
Masuk kuliah melalui jalur bidik misi, Vivi masih terus aktif bermain sepak bola semasa kuliah.
Awalnya ia mengaku sering bermain futsal di kampus, serta membela tim jurusannya.