Kasus Pemerkosaan di Batang Anai

Korban Keterbelakangan Mental di Padang Pariaman Hamil Besar, Sosok Ayah Calon Anaknya Tak Diketahui

“Saat ini korban akan kami bawa ke save house untuk pengamanan dan menjaga kondisi psikologis korban,” kata Ardiman, Jumat (25/7/2025).

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rezi Azwar
Tribun Lampung
Ilustrasi pencabulan. Kepala Unit PPA Padang Pariaman, Ardiman, menyebut bahwa setelah melihat kondisi korban yang dalam keadaan hamil tujuh bulan, serta memperhatikan lingkungan dan tempat korban tinggal, pihaknya berinisiatif untuk mengamankan korban terlebih dahulu. 

Kehamilan tanpa sosok ayah yang bertanggung jawab ini, seperti bayangan kelam, kembali membelitnya.

Baca juga: Kota Padang Menempati Urutan Atas dengan Jumlah Kendaraan Bermotor Nyaris 1 Juta Unit

Lebih menyakitkan, ia dipaksa pergi oleh tetangga sendiri, dimana mestinya seharusnya menjadi sandarannya, namun justru menghakiminya dengan keyakinan bahwa ia akan membawa sial.

Inisial SK yang menjalani hidup dalam keterbatasan tak hanya finansial dan pendidikan, namun juga mental, telah berulang kali menjadi korban eksploitasi.

"Anak ini memang mengalami kekurangan, tapi dia rajin. Apa yang disuruh dia lakukan asal bisa dapat makanan," tutur Desi, seorang warga yang menaruh kepedulian, pada Jumat (25/7/2025).

Sebuah kalimat yang melukiskan betapa rapuhnya posisi SK, yang kepolosannya justru menjadi celah bagi pihak tak bertanggung jawab untuk memanfaatkannya.

Ini adalah kehamilan kedua bagi SK. Anak pertamanya lahir pada Februari 2024, juga tanpa seorang ayah yang bertanggung jawab.

Kini, nasib pilu itu kembali terulang, menyisakan tanda tanya besar tentang identitas pelaku keji yang dengan tega memanfaatkan keterbatasan SK.

Baca juga: Miris! Korban Keterbelakangan Mental Diduga Jadi Korban Pemerkosaan dan Kini Terusir dari Rumahnya

"Saat melahirkan pertama, warga dan bidan desa yang membantu. Kami kasihan melihat dia," tambah Desi, menggambarkan kepedulian yang kontras dengan tindakan pengusiran yang baru saja terjadi.

Ungkapan ini menyoroti paradoks dalam masyarakat, di mana empati dan stigma bisa hidup berdampingan.

Usman Tanjung, warga lainnya, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya atas viralnya video pengusiran SK.

Ia buru-buru menegaskan bahwa tindakan keji itu sama sekali tidak mewakili seluruh warga nagari yang ada di Batang Anai.

"Kita justru sering membantu SK ini, kita kasihan dengan kehidupannya, dan kita tidak pernah mengusir beliau," ujarnya, menggarisbawahi bahwa keprihatinan dan bantuan justru datang dari mayoritas masyarakat yang memahami dan merasakan derita SK. (TribunPadang.com/Panji Rahmat)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved