Berita Viral

Miris! 58 Siswa SD Viral Belajar di Kebun Sawit, Sekolah Disita Jelang Tahun Ajaran Baru

Viral siswa SD Riau belajar di kebun sawit karena sekolah disita pemerintah, ternyata ini alasannya.

Editor: Primaresti
KOMPAS.COM/Dok. Warga dan Pemprov Riau
VIDEO VIRAL - Kolase video anak-anak baru masuk SD belajar di tanah beratapkan terpal di dalam kebun sawit di kawasan TNTN, Kabupaten Pelalawan, Riau, Senin (14/7/2025). Kanan, Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq bersama Gubernur Riau Abdul Wahid saat meninjau Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Minggu (15/7/2025). 

TRIBUNPADANG.COM - Memasuki tahun ajaran baru, siswa sekolah dasar (SD) di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau, terpaksa belajar di luar ruangan.

Sebanyak 58 anak-anak tersebut harus menahan panas di bawah pohon sawit dan duduk beralaskan terpal pada hari pertama sekolah, Senin (14/7/2025).

Perkaranya, gedung SD 20 Dusun Toro Jaya yang seharusnya menampung mereka, disita pemerintah lantaran dinyatakan masuk kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Video yang menunjukkan aktivitas belajar mengajar hari pertama masuk sekolah tersebut viral dibagikan di media sosial maupun grup perpesanan.

Dalam video, anak-anak tampak mengenakan seragam merah putih, duduk melingkar di atas plastik terpal. 

Mereka belajar di bawah pohon sawit, sebagian hanya terlindungi pelepah daun dari terik matahari.

Seorang guru perempuan tampak mengajar di tengah-tengah mereka.

Beberapa anak terlihat mengipas tubuh dengan topi sekolah karena kepanasan.

Di belakang mereka, sejumlah orangtua ikut duduk di tanah.

Kondisi tersebut terjadi pada hari pertama mereka masuk sekolah.

Bukannya duduk di ruang kelas yang layak, mereka harus belajar di kebun sawit tanpa fasilitas memadai.

"Anak-anak ini siswa baru sekolah dasar, jumlahnya ada 58 orang. Hari pertama mereka masuk sekolah. Tapi, ya mereka terpaksa belajar di tanah di dalam kebun sawit, seperti yang terlihat dalam video viral itu," ujar Abdul Aziz, juru bicara warga TNTN, saat dihubungi Kompas.com, Senin malam.

Aziz mengatakan, anak-anak itu sebelumnya hendak bersekolah di SD 20 Dusun Toro Jaya.

Namun, sejak lahan sekolah disita dan dinyatakan masuk kawasan TNTN, sekolah itu dilarang menerima murid baru.

Sementara siswa kelas dua hingga enam masih diperbolehkan bersekolah, dengan total 455 siswa dalam 10 rombongan belajar.

Dulunya, SD 20 merupakan kelas jauh dari SD Negeri 003 Desa Lubuk Kembang Bunga dan baru berstatus negeri pada September 2024.

Namun sejak penyitaan lahan, orangtua diminta mendaftarkan anak ke SD induk, yang jaraknya sekitar dua jam perjalanan.

"Tapi jarak tempuh dari Dusun Toro Jaya ke sekolah itu sekitar 2 jam. Jadi, tak mungkin orangtua mengantar anaknya sejauh itu," kata Aziz.

Akhirnya, warga berinisiatif membangun tenda sederhana dari terpal plastik di luar kawasan TNTN agar anak-anak tetap bisa belajar.

Mereka meminta bantuan seorang guru untuk mengajar secara sukarela.

"Jadi orangtua mereka minta tolong kepada seorang guru untuk mengajar. Anak-anak ini juga tak sabar ingin sekolah, karena hari pertama masuk sekolah," ucap Aziz.

 Menurut dia, banyak orangtua menangis menyaksikan anak-anak mereka belajar di tanah.

"Ibu-ibu banyak yang menangislah, kok bisa sampai seperti ini. Ini seperti zona perang yang tak ada ampun lagi. Tidak ada toleransi, tidak ada solusi. Masyarakat disuruh mencari solusi sendiri, enggak mengerti lagi lah," katanya.

Pada hari pertama sekolah, anak-anak diberikan pemahaman soal situasi yang mereka alami.

Mereka bertanya mengapa harus belajar di kebun sawit. 

"Jadi di awal masuk sekolah ini, anak-anak diberikan pemahaman kenapa tempat belajarnya seperti ini. Mereka kan bertanya kenapa sekolahnya begini, dijelasinlah sama gurunya. Banyak yang nangis jadinya, anak-anak dan ibunya," kata dia.

Aziz menilai pemerintah seharusnya memberikan solusi konkret agar pendidikan anak-anak tidak terdampak.

Menurutnya, ini seperti hukuman yang diwariskan turun-temurun.

"Hukuman kepada orangtuanya itu, sawit yang tak laku lagi, anaknya harus menderita karena sekolahnya seperti itu," ucapnya.

Untuk hari kedua, warga berupaya memindahkan kegiatan belajar ke sebuah musalah yang berada di luar kawasan TNTN.

"Tadi sudah dapat musalah tempat anak-anak belajar besok pagi. Yang penting tidak dalam kawasan TNTN," tambahnya.

Seperti diketahui, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) beberapa waktu lalu menyita lahan yang digarap warga di TNTN, termasuk di Dusun Toro Jaya. 

Pemerintah meminta warga melakukan relokasi mandiri, namun banyak yang menolak dengan alasan lahan itu dibeli secara sah.

Hingga kini, ribuan warga masih bertahan.

Alasan Penyitaan Lahan

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyebutkan lahan seluas 40.000 hektare kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), telah dibuka lalu ditanami sawit secara ilegal.

Total, TNTN memiliki luas hingga 81.739 hektare. 

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq bersama Gubernur Riau Abdul Wahid dan jajaran Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) telah meninjau langsung kondisi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Minggu (13/07/2025).

Peninjauan diawali dari Posko Taktis TNTN Pelalawan. Hanif mengatakan, TNTN merupakan kawasan konservasi.

Kehadirannya di taman nasional tersebut bertujuan untuk menghadirkan solusi damai dalam merestorasi kawasan dan sekaligus melindungi masyarakat yang sudah lama hidup di dalamnya.

“TNTN merupakan kawasan hutan yang sangat penting untuk melindungi binatang utama megafauna, di antaranya gajah dan harimau Sumatera,” ujar Hanif dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu.

Hanif menambahkan, kondisi megafauna Sumatera kini semakin mengkhawatirkan.

Untuk mengatasi hal itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Sementara itu, Komandan Satgas Garuda menuturkan kondisi TNTN saat ini sangat memprihatinkan.

Pihaknya mencatat, populasi gajah kian menurun ditambah degradasi kawasan karena aktivitas ilegal para pendatang dalam 20 tahun terakhir.

Dari sekitar 15.000 jiwa yang tinggal di kawasan TNTN, hanya 10 persen yang merupakan penduduk asli.

“Target kami adalah menciptakan kondisi de facto bahwa negara hadir dalam penertiban kawasan hutan. Proses hukum berlangsung selama dua tahun ke depan, dan pemulihan dilakukan dengan pendekatan humanis,” ucap Komandan Satgas yang tidak disebutkan namanya. 

Sejauh ini pihaknya telah menempatkan 380 personel di 13 titik, memasang portal, membangun pos penjagaan, dan memulai proses pengosongan wilayah secara persuasif.

Beberapa penduduk juga mulai meninggalkan kawasan TNTN secara sukarela.

Satgas mencatat 1.805 sertifikat hak milik (SHM) yang tengah diverifikasi Badan Pertanahan Nasional (BPN).

(Kompas.com/ Idon Tanjung,Erlangga Satya Darmawan)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "58 Anak Baru Masuk SD Terpaksa Belajar di Bawah Pohon Sawit, Ibu-ibu Menangis" dan "40.000 Hektar Ditanami Sawit, Kawasan Tesso Nilo Akan Ditertibkan"

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved