Citizen Journalism

Opini : Keluarga sebagai Sekolah Pertama: Menakar Ulang Romantisme Pendidikan Pesantren

DI tengah hiruk pikuk dunia yang serba cepat, tak sedikit orang tua hari ini berlomba-lomba mengantarkan an

Editor: Emil Mahmud
TribunPadang.com/Ghaffar Ramdi
KREATIFITAS SANTRI PONPES - Ilustrasi: Penampilan kesenian randai hasil kreatifitas santri Pondok Pesantren (Ponpes) Dr. M. Natsir di Nagari Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) beberapa waktu silam. 


Penulis merasakan model seperti ini memungkinkan integrasi yang sehat antara dimensi spiritual, emosional, sosial, dan intelektual, tanpa mencabut remaja dari habitat psikologisnya yang paling aman yaitu keluarga. Anak tetap merasakan sentuhan cinta orang tua setiap hari, sambil mendapatkan pendidikan agama dan umum yang berkualitas dari sekolah.(*)

 


Penutup: Pesantren Hebat, Tapi Orang Tua Lebih Dahulu


Pesantren tentu memiliki keunggulan dan sejarah panjang dalam pendidikan Islam. Namun, menyerahkan anak terlalu dini tanpa kesiapan mental dan strategi komunikasi bisa menggerus peran vital orang tua. Pendidikan karakter terbaik bukan dimulai dari kamar asrama, tapi dari ruang makan, mushalla rumah, dan lecutan cinta kasih orang tua.


Keluarga adalah sekolah yang tidak bisa digantikan. Maka, sebelum kita mengirim anak ke pesantren, boarding school, dll perlu dipastikan rumah telah menjadi pelita yang menuntun mereka, sebab cahaya paling hangat datang bukan dari lampu pesantren, tapi dari hati orang tua yang selalu hadir, berjalan bersama anak di setiap prosesnya, dengan cinta, teladan dan doa.(*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved