Tabuik Piaman 2025

Basalisiah Pertama: Dramaturgi Perang Karbala yang Hidup dalam Festival Tabuik 2025 di Pariaman

Di tengah keheningan Kota Pariaman, prosesi budaya festival tabuik 2025, kembali menyajikan hiruk pikuk, terlebih saat proses basalisiah lanjutan dari

|
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Panji Rahmat
TABUIK PIAMAN 2025 - Lanjutan prosesi maambiak batang pisang di Festival Tabuik 2025, kedua rumah tabuik basalisiah di Simpang Tabuik, Kota Pariaman, Sumatera Barat, Selasa (1/7/2025). Kedua rumah tabuik ini basalisiah, sepulang melakukan prosesi maambiak batang pisang untuk kembali ke rumah tabuik masing-masing. 

TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN – Di tengah keheningan Kota Pariaman, Sumatera Barat prosesi budaya festival tabuik 2025, kembali menyajikan hiruk pikuk, terlebih saat proses basalisiah lanjutan dari prosesi maambiak batang pisang.

Tepat pada Selasa (1/7/2025) 21.00 WIB, usai ritual maambiak batang pisang, kedua rumah tabuik Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang bertemu dalam ketegangan yang meruncing di Simpang Tabuik, sebuah titik krusial yang sarat makna.

Adegan ini bukan sekadar insiden, melainkan sebuah dramaturgi yang telah mengakar, merekonstruksi kisah tragis Perang Karbala.

Dalam narasi Tabuik, basalisiah adalah puncak emosi, simbolisasi pertikaian yang menewaskan cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husein, di Padang Karbala.

"Basalisiah ini selama prosesi tabuik berlangsung sebanyak tiga kali, mulai dari prosesi maambiak batang pisang, maarak jari-jari, dan maarak saroban," jelas Eki Rafki, Niniak Mamak Tabuik Subarang.

Baca juga: BREAKING NEWS Gempa Magnitudo 2,0 Guncang Talu Pasaman Barat Rabu Pagi, Kedalaman 4 Km

Ini menunjukkan bahwa basalisiah bukan hanya satu momen, melainkan serangkaian klimaks yang menegaskan kembali ingatan kolektif akan peristiwa tersebut.

Meski menjadi basalisiah yang pertama, tensi antara kedua rumah tabuik sudah membara.

Dentuman gendang tasa dan tambua yang saling bersahutan, seolah memacu semangat anak tabuik, memekakkan telinga dan menghipnotis pengunjung.

Spiritualitas dan keganasan yang dibingkai oleh musik ini menjadi penanda awal dari apa yang akan terjadi.

Semakin kedua barisan tabuik mendekat, semakin jelas terlihat gejolak emosi yang mulai tersulut.

Baca juga: Mengungkap Makna Festival Tabuik Pariaman: Pohon Pisang Jadi Simbol Generasi Penerus

Menariknya, meskipun basalisiah sejatinya melibatkan dua anak tabuik sebagai representasi konflik, kerap kali penonton yang memadati lokasi turut menjadi aktor tak terduga.

Lemparan botol air mineral, baik ukuran sedang maupun kecil, menjadi katalis provokasi.

Tindakan ini, yang mungkin terlihat spontan, justru mempertegas batas tipis antara ritual yang terencana dan realitas yang tak terduga.

Ketika salah satu rumah tabuik menyerang, aparat kepolisian, TNI, dan Satpol PP segera bergerak sigap.

Namun, pengamanan ini justru menyulut emosi anak tabuik dan hampir memicu bentrokan antara mereka dengan petugas.

Baca juga: Pemko Jalin Kemitraan Strategis UPI YPTK Padang Demi Wujudkan Kota Pintar

"Provokasi dan pertikaian yang tidak direncanakan dalam proses basalisiah ini langsung ditengahi oleh orang tuo tabuik dan niniak mamak tabuik masing-masing rumah tabuik," demikian pernyataan dari panitia.

Namun, upaya para urang tuo dan niniak mamak untuk meredam emosi anak tabuik yang sudah tersulut, terlihat begitu sulit.

Dramatisasi perang Padang Karbala yang direncanakan memang terwujud nyata dalam basalisiah pertama ini.

Saling lempar gendang, pukulan, dan hayaman mewarnai prosesi yang tegang.

Sejumlah anak tabuik bahkan mengalami luka-luka dan beberapa di antaranya harus dilarikan ke rumah sakit untuk perawatan.

Meskipun demikian, Niniak Mamak Tabuik Subarang, Eki Rafki, dengan tenang menyatakan, Basalisiah ini merupakan budaya yang sudah turun-temurun dalam pelaksanaan budaya tabuik.

“Kalau ada yang terkena itu risiko, terlebih anak tabuik. Mereka sudah tahu,” ujarnya.

Baca juga: Sekdaprov Sumbar Tekankan Peran Strategis Istri ASN dalam Pembangunan Daerah

Pernyataan ini menegaskan bahwa bagi pelaku Tabuik, cedera fisik adalah bagian dari identifikasi diri dengan penderitaan Husein.

Ini adalah bagian dari pengorbanan yang mereka pahami dan terima, sebuah bentuk partisipasi aktif dalam menghidupkan kembali sejarah.

Meskipun akan ada dua prosesi basalisiah lagi, gesekan antara kedua rumah tabuik diyakini tidak akan terhindarkan.

Namun, Eki Rafki juga menjamin bahwa seluruh ketegangan akan berakhir setelah prosesi puncak, saat tabuik dibuang ke laut.

"Kalau sudah sampai prosesi puncak, semuanya akan kembali bersaudara seperti sedia kala," ujarnya.

Baca juga: Prosesi Maambiak Batang Pisang Simbol Pengambilan Jenazah Husain di Festival Tabuik 2025

 Ini adalah esensi transformasi emosi dalam ritual Tabuik dari antagonisme simbolis menjadi rekonsiliasi masyarakat, menegaskan kembali ikatan persaudaraan yang lebih dalam di antara masyarakat Pariaman.

Basalisiah dalam Festival Tabuik bukan sekadar tontonan, melainkan sebuah ritual yang sarat makna, merekonstruksi sejarah, dan membentuk identitas.

Ini adalah cerminan bagaimana sebuah peristiwa historis mampu dihidupkan kembali, membentuk perilaku, dan memperkuat solidaritas masyarakat melalui medium budaya.(*)

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved