Universitas Andalas

Arsitektur yang Menyapa Kemanusiaan: Ketika Kolaborasi Lintas Negara Menjadi Ladang Empati

Di Tengah geliat globalisasi pendidikan tinggi, kerja sama antarnegara kerap kali dibingkai dalam rupa seminar, riset bersama, atau pertukaran

Editor: Emil Mahmud
FOTO:ISTIMEWA
RISET BERSAMA DUA NEGARA -Di Tengah geliat globalisasi pendidikan tinggi, kerja sama antarnegara kerap kali dibingkai dalam rupa seminar, riset bersama, atau pertukaran akademik. Namun, ada yang berbeda dari jalinan kolaborasi antara Program Studi Arsitektur Universitas Andalas (Unand) dan Fakulti Senibina Universiti Teknologi MARA (UiTM) Malaysia. 

DI Tengah geliat globalisasi pendidikan tinggi, kerja sama antarnegara kerap kali dibingkai dalam rupa seminar, riset bersama, atau pertukaran akademik. Namun, ada yang berbeda dari jalinan kolaborasi antara Program Studi Arsitektur Universitas Andalas (Unand) dan Fakulti Senibina Universiti Teknologi MARA (UiTM) Malaysia.

Sejak akhir 2024, dua institusi ini membangun sinergi yang bukan hanya berbasis pada kecanggihan desain atau teori semata, melainkan juga pada nilai kemanusiaan yang menyentuh.

Puncaknya, pada Januari 2025, digelar sebuah kegiatan pengabdian masyarakat internasional B bertajuk “Designing with Empathy” di Kampus UiTM Puncak Alam, Selangor.

Di sinilah arsitektur menjelma menjadi ruang perjumpaan yang hangat—antara mahasiswa arsitektur dan para pelajar berkebutuhan khusus dari Program Pendidikan Khas Integrasi (PPKI) Sekolah Menengah Kebangsaan Saujana Utama.

Bukan seminar megah atau diskusi berat. Kegiatan ini memilih pendekatan yang sederhana: membuat gelang dari manik-manik.

Tapi jangan salah, dari aktivitas yang terlihat sepele itu, lahirlah interaksi yang sarat makna—media ekspresi, terapi motorik halus, juga jembatan komunikasi yang empatik yang jarang bersinggungan.

Ketua Prodi Arsitektur FT Unand Ahmad Junaidi, M.Sc., M.T mengatakan Arsitektur bukan cuma urusan bentuk dan struktur bangunan.

“Kami ingin mahasiswa belajar menyentuh realitas sosial secara langsung, memahami bahwa merancang ruang berarti juga merancang dampak terhadap kehidupan,” ujar Ahmad Junaidi.

Baginya, pengabdian semacam ini adalah cerminan pendidikan arsitektur yang utuh—bukan hanya soal estetika, tapi juga etika dan empati.

Program ini merupakan kelanjutan dari inisiatif kolaboratif yang dimulai sejak Oktober 2024, saat dosen-dosen Arsitektur Unand melakukan studi banding ke UiTM untuk menjajaki potensi sinergi kurikulum dan riset.

Tidak lama kemudian, kerja sama ini dituangkan dalam bentuk kuliah tamu daring bertema “Analysis in Design Process”, hingga akhirnya dipertegas lewat penandatanganan Letter of Intent (LoI) oleh Dekan FT Unand, Prof. Dr. Ir. Is Prima Nanda, S.T., M.T., pada Desember tahun lalu.

Bagi Prof. Prima, kolaborasi ini bukan sekadar memperluas cakrawala akademik, tapi juga membentuk arsitek-arsitek muda yang punya kepekaan global.

“Kami ingin mahasiswa tidak hanya unggul secara teknis, tapi juga punya kesadaran sosial dan empati lintas budaya. Inilah wajah baru pendidikan arsitektur yang inklusif dan membumi,” ujarnya.

Apa yang dilakukan Unand dan UiTM ini patut dicatat sebagai contoh nyata bahwa kerja sama internasional tak selalu harus elitis atau eksklusif.

Justru ketika arsitektur menjadi medium untuk merangkul, mendengarkan, dan belajar dari mereka yang kerap luput dari perhatian, di sanalah letak relevansi pendidikan tinggi yang sesungguhnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved