Seni Budaya

'Jalan Sunyi' Pramoedya Lancarkan Kritik, Lewat Karya Sastra

SASTRA bukan sekadar alat hiburan. Di tangan seorang sastrawan besar, ia bisa menjadi senjata yang lebih tajam daripada pedang, lebih menggetarkan dar

Editor: Emil Mahmud
Instagram / @Pramodya_ananta_toer
PRAMOEDYA SASTRAWAN PERLAWANAN - Potret Pramoedya Ananta Toer yang dikenal sebagai sastrawan yang vokal mengkritik rezim orde baru melalui karyanya. Foto ini digunakan dalam pemberitaan mengenai bagaimana sastra menjadi alat perlawanan intelektual yang ia suarakan melalui Tetralogi Buru, karya besar yang ditulisnya bahkan dalam kondisi terpenjara 

Apakah ini sekadar kisah tentang kolonialisme? Tidak.

Minke adalah refleksi dari Pramoedya sendiri—seorang intelektual yang ingin berbicara tetapi dibungkam oleh kekuasaan.

Seperti Orde Baru yang menekan kebebasan pers dan pemikiran kritis, kekuasaan kolonial dalam novel ini adalah metafora bagi rezim Soeharto yang tak ingin ada perlawanan intelektual.

2 Jejak Langkah: Gerakan Rakyat yang Dihancurkan oleh Sistem

Dalam Jejak Langkah, Minke berusaha membangun gerakan untuk membangkitkan kesadaran rakyat. Namun, sistem yang berkuasa selalu punya cara untuk meredam perubahan.

Hal ini mencerminkan bagaimana Orde Baru memperlakukan aktivis, mahasiswa, dan jurnalis yang berani mengkritik pemerintah. Mereka yang vokal akan dipersekusi, dipenjara, atau bahkan ‘dihilangkan.’

3 Rumah Kaca: Pemerintah yang Mengawasi dan Mengontrol Segalanya

Dalam novel terakhir Tetralogi Buru, Rumah Kaca, kekuasaan digambarkan sebagai entitas yang selalu mengawasi, mengendalikan informasi, dan menekan siapa saja yang mencoba berpikir di luar batas yang ditentukan.

Di sini, Pramoedya menunjukkan bagaimana sebuah sistem dapat mempertahankan kekuasaannya dengan cara mengontrol sejarah, membatasi kebebasan berpikir, dan menyingkirkan mereka yang dianggap berbahaya.

Ini bukan hanya kisah fiksi, ini adalah realitas yang terjadi di Indonesia selama Orde Baru berkuasa.

Mengapa Orde Baru Takut pada Pramoedya?

Pramoedya tidak memiliki pasukan. Ia tidak memiliki senjata. Tetapi ia memiliki sesuatu yang lebih berbahaya bagi rezim yang otoriter: gagasan.

Rezim otoriter selalu takut pada ide-ide yang bisa mengguncang status quo. Bagi mereka, senjata bisa dihancurkan, tetapi pemikiran yang membangkitkan kesadaran rakyat jauh lebih sulit untuk dikendalikan.

Karena itulah, pemerintah melakukan segala cara untuk membungkam Pramoedya:

1. Buku-bukunya dilarang beredar di Indonesia.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved