Merawat Kemabruran Puasa
Dari Inabah ke Istijabah
Taubat paling standar ialah orang yang sadar dari lumpur maksiat kemudian meninggalkan seluruh kebiasaan-kebiasan buruk lamanya.
Taubat istijabah ketika seseorang lebih merasa tersiksa rasa malu terhadap Tuhannya ketimbang panasnya api neraka-Nya.
Yang membuat seseorang tersiksa ialah betapa pedihnya jika terbebani rasa malu yang amat dalam terhadap Allah SWT.
Mestinya ia bersyukur dan mengabdi kepada Allah SWT dengan berbagai kenikmatan yang diperoleh dari-Nya tetapi malah melakukan dosa dan maksiat.
Inilah yang membuatnya tersiksa, kecewa, lalu menyesali dirinya tega melakukan sesuatu yang memalukan terhadap Tuhannya.
Ketersiksaannya lebih berat ketimbang ia masuk ke dalam neraka.
Seandainya disuruh memilih disiksa secara fisik di neraka atau terbebani rasa malu terhadap Tuhannya maka ia akan memilih disiksa di neraka.
Sudah sepantasnya kita mengevaluasi perjalanan hidup dan diri kita.
Tanda-tanda ketuaan apa yang kita sudah miliki?
Mungkin uban sudah bercampur di tengah rambut hitam kita, rasa ngilu di tulang persendian sebagai akibat gejala penuaan, pembatasan-pembatasan apa yang diminta dokter pribadi kita, semisal membatasi makanan dan pergerakan fisik.
Lihatlah anak-anak kita yang sudah mulai besar dan membutuhkan figure keteladanan orang tua, atu mungkin kita sudah punya cucu yang selalu mengidolakan kita?
Tataplah diri kita tanpa topeng kepalsuan.
Apakah diri kita pantas diidolakan atau mereka semua terkeco dengan topeng-topeng kepalsuaan yang melekat di wajah kita.
Di depan mereka kita maaikat tetapi di luar sana kita iblis.
Jangan-jangan kita tak lebih seonggok nafsu?
Evaluasi diri kita masing-masing.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.