Tambang Ilegal di Sumbar

Walhi Laporkan Oknum Polisi Sumbar ke Kompolnas, Dugaan Beking Tambang Ilegal

Walhi Sumbar bersama perwakilan tokoh adat melaporkan aktivitas pertambangan ilegal yang diduga dibekingi oleh oknum kepolisian ke Kompolnas.

Penulis: Rima Kurniati | Editor: Fuadi Zikri
Walhi Sumbar
Walhi dan tokoh masyarakat melapor ke Kompolnas, Rabu (18/12/2024) 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar) bersama perwakilan tokoh adat di Nagari Lubuk Aluang, melaporkan aktivitas pertambangan ilegal yang diduga dibekingi oleh oknum kepolisian ke Kompolnas, Rabu (18/12/2024).

Laporan Walhi diterima Anggota Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo dan Dr. Yusuf Ghufron, di kantor Kompolnas Jalan Tirtayasa VII No. 20 9, RT 9/RW 4, Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan. 

Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumbar, Tommy Adam melalui keterangan tertulisnya mengatakan, Walhi menyampaikan beberapa temuan terkait kasus pembekingan tambang ilegal oleh oknum kepolisian dari kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan, Sumbar. 

"Pertambangan tanpa izin (Peti), utamanya galian C (Sirtu/pasir dan batu) dan emas sangat masif terjadi di Provinsi Sumatera Barat. Peti tidak hanya menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, tetapi telah menimbulkan korban jiwa," kata Tommy, Kamis (19/12/2024).

Dia menjelaskan dari tahun 2012 sampai 2024, Walhi mencatat sebanyak 40 orang penambang meninggal karena kecelakaan tambang akibat tertimbun material tanah pertambangan. 

Peti juga menyebabkan kerugian pada perekonomian negara, sebab menjadi penyebab utama pemicu bencana ekologis berupa banjir dan longsor di Sumbar. Selain itu, kejahatan Peti telah meruntuhkan wibawa negara di hadapan sindikat pelaku kejahatan lingkungan.

Lebih jauh Tomi menuturkan, luas Peti yang telah terdata dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW Provinsi Sumatera Barat (2023-2043) mencapai angka 7.662 ha di empat Kabupaten yang menjadi hulu dari DAS Batang Hari.

Baca juga: Kapolres Diduga Terlibat Praktik Beking Tambang di Solok Selatan, Polda Sumbar: Masih Didalami

Keempatnya yakni di Kabupaten Dharmasraya mencapai 2.179 ha, Kabupaten Solok 1.330 ha, Kabupaten Solok Selatan 2.939 ha, dan Kabupaten Sijunjung 1.174 ha. 

"Luasan yang masif ini juga berkontribusi terhadap dampak kesehatan yang ditimbulkan dari penggunaan merkuri sebagai zat pemisah emas," katanya.

Tomi melanjutkan, hasil kajian oleh Runi Sahara dan Dwi Puryanti dari Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas menyimpulkan, air Sungai Batanghari, Dharmasraya, di aliran Batu Bakauik tidak layak konsumsi. 

Dari pengujian Atomic Absorption Spectrometry (AAS), kandungan logam berat merkuri (Hg) maksimum 5,198 mg/L, jauh melampaui baku mutu 0,001 mg/l (berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum)

Selain itu, aktivitas Peti menggunakan puluhan hingga ratusan alat berat (ekskavator),
sehingga ikutannya adalah pasokan BBM untuk mendukung operasional alat berat. 

Dalam analisis dan observasi lapangan, satu alat berat (ekskavator) bekerja rata-selama 20 jam di lapangan. 

Satu unit alat berat membutuhkan BBM sebanyak 450 liter dalam satu kali operasional (15 dirigen isi 30 liter), proses pengisian BBM biasanya dilakukan dua kali. Sehingga dalam satu hari, satu unit alat berat membutuhkan 900 liter BBM. 

"Dalam data yang kami himpun, pada satu Kabupaten (ex : Kabupaten Solok Selatan) alat berat yang digunakan untuk Peti mencapai hingga 100 unit alat berat, maka dengan demikian BBM yang dipasok untuk Peti per hari dalam satu kabupaten mencapai 90.000 liter. Sehingga total jumlah pasokan BBM ke areal Peti cukup signifikan di seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera Barat," katanya.

Terkait dalam hubungannya dengan kepolisian bahwa, Tommy mengatakan, keterangan yang terungkap pada persidangan etik AKP Dadang Iskandar pada tanggal 26 November 2024 yang menyebut bahwa Kapolres Solok Selatan menerima aliran dana dari aktivitas Peti di Kabupaten Solok Selatan adalah Rp600.000.000 per bulan semenjak menjabat. 

Sehingga dengan keterangan tersebut, diduga kuat setidaknya Kapolres Solok Selatan total telah menerima aliran dana dari Peti di Kabupaten Solok Selatan sebesar 16.200.000.000 selama 27 bulan menjabat. 

Baca juga: Demo Polda Sumbar Soal Tambang Ilegal, Mahasiswa Bakar Ban dan Minta Kapolda Dicopot

Sumber dana tersebut berasal dari setoran penggunaan 20 unit alat berat (satu alat berat Rp25.000.000) dan setoran Peti yang tidak menggunakan alat berat.

Tokoh masyarakat dari Padang Pariaman, Herik Rinal Datuak Sirajo mengungkapkan, aktivitas tambang Sirtu ilegal di Nagari Lubuk Aluang menyebabkan kerusakan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakat.  

"Aktivitas Peti juga terhubung dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Jalan Tol di Sumatera Barat. Peti untuk penyediaan material. PSN Tol juga tidak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan, tetapi juga menyebabkan masyarakat sekitar lokasi Peti menjadi korban, memicu bencana ekologis dan telah menimbulkan kerugian perekonomian negara," katanya.

Walhi juga meminta Komisi Kepolisian Nasional untuk:

1. Melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap pejabat Polri di Sumatera Barat (Kapolda dan Seluruh Kapolres-Kapolresta) dalam rangka pengumpulan dan analisis data yang komprehensif atas dugaan keterlibatan pejabat Polri di Sumatera Barat (Kapolda dan Seluruh Kapolres-Kapolresta) sebagai beking dan/atau aktor intelektual Peti, beking atas alat berat, pasokan BBM dan peredaran Minerba dari hasil Peti;

2. Merekomendasikan kepada Presiden RI untuk memerintahkan Kapolri agar segera :

a. Membenahi tubuh Polri di wilayah hukum Provinsi Sumatera Barat secara komprehensif dan terukur;

b. Membentuk tim khusus untuk melakukan penyelidikan dan/atau penyidikan untuk memeriksa seluruh pejabat POLRI di Sumatera Barat (Kapolda–Kapolres-Kapolresta) terkait keterlibatan sebagai beking dan/atau aktor intelektual beking Peti;

c. Menon-aktifkan seluruh pejabat utama Polri di Sumatera Barat dan menggantinya dengan pejabat baru, terutama pada Kabupaten-Kota yang terjadi aktifitas Peti, agar proses penyelidikan dan pembenahan tubuh Polri dapat dilakukan secara maksimal di Sumatera Barat;

3. Meminta Presiden RI untuk segera membentuk tim khusus yang akan bertugas memeriksa keterlibatan pejabat polri yang berelasi dengan pejabat eksekutif-legislatif, pengusaha SPBU, serta pelaksana proyek infrastruktur yang terlibat melakukan Peti. Bahwa kejahatan mereka telah merusak dan mencemari lingkungan, menimbulkan korban jiwa, menambah beban dan merugikan perekonomian negara dan mengancam hidup dan kualitas hidup manusia dan makhluk hidup lainya sebagai satu kesatuan ekosistem untuk terwujudnya keadilan sosial-ekologis menuju Indonesia Emas 2045.

_____
Baca berita terbaru di Saluran TribunPadang.com dan Google News

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved