Guru Dipecat di Mentawai

Respons Yayasan Sekolah di Mentawai yang Pecat 7 Guru Gara-Gara Iuran, Sebut Bagian Pembinaan

Ketua Yayasan Sosial Dakwah dan Pendidikan Syaikh Shalih Ar-Rajhi Ramli merespons terkait tujuh orang guru yang diberhentikan sementara diduga ...

|
Penulis: Rima Kurniati | Editor: Fuadi Zikri
Tangkap Layar
Tangkap layar surat peringatan yang diterima guru Madrasah Aliyah Swasta (MAS) di Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar). 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG- Ketua Yayasan Sosial Dakwah dan Pendidikan Syaikh Shalih Ar-Rajhi, Ramli, merespons terkait tujuh orang guru yang diberhentikan sementara diduga mempertanyakan iuran Rp500 ribu yang harus dibayarkan ke sekolah.

Ramli menegaskan surat peringatan dan pemberhentian memang dikeluarkan sebagai bentuk pembinaan terhadap para guru karena tidak patuh terhadap aturan dan kebijakan pimpinan.

Ia menekankan dalam surat perjanjian kerja dibunyikan, bahwa para guru sanggup menjalankan kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan. 

Baca juga: Tujuh Guru di Mentawai Dipecat Yayasan Gegara Pertanyakan Iuran Wajib Rp500 Ribu

Pimpinan paling atas itu pimpinan yayasan, dibawahnya pimpinan Islamic center dan kepala madrasah.

Saat itu, pimpinan islamic center mengeluarkan kebijakan mewajibkan guru yang mendapat tunjangan khusus guru (TKG) dari Kementerian Agama untuk membayar iuran ke sekolah Rp500 ribu.

Uang tersebut akan digunakan Rp300 ribu untuk para guru lainnya yang tidak mendapatkan TGK dan Rp200 ribu untuk fasilitas sekolah, untuk memperbaiki kamar mandi guru perempuan.

"Setelah keluar maklumat Islamic Center tersebut, saya tinjau ke kepala madrasah. Saat itu disampaikan para guru-guru menolak, akhirnya saya putuskan hanya Rp300 ribu saja guru menyumbang, untuk guru-guru yang tidak mendapatkan tunjangan," kata Ramli.

Ramli mengatakan, dasar kewajiban iuran ini dikarenakan para guru lain hanya digaji Rp750 ribu per bulan. 

Sementara guru yang mendapat tunjangan digaji sekitar Rp1,5 juta per bulan. 

"Dalam surat perjanjian kerja memang tidak dibunyikan harus bayar, itu hanya kebijakan sesaat," kata Ramli.

Terkait simpatika ketujuh guru yang dinonaktifkan, Ramli mengatakan pihak yayasan telah memberikan pilihan pada para guru untuk membuat surat pernyataan dengan materai.

Dalam surat pernyataan tersebut, para guru diminta untuk siap mematuhi aturan yayasan dan diberi waktu satu minggu untuk menyerahkannya.

Namun dari tujuh guru, tiga orang merespons dan sudah kembali mengajar, semetara satu orang lagi memilih tidak kembali belajar karena anak masih kecil.

Selain itu, tiga orang lainnya tidak memberikan respons terkait surat yang dikeluarkan Islamic Center.

Menurutnya, dikarenakan tidak ada respons, maka mereka dianggap telah mengundurkan diri. 

Dengan begitu, Sistem Informasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Simpatika) para guru juga dinonaktifkan sekolah.

Ramli menekankan agar etika para guru tersebut diperbaiki terlebih dahulu, karena mereka merupakan pengajar generasi muda.

"Begitu mereka berhenti dari Islamic Center, maka Simpatika mereka harus diputuskan," katanya.

Ramli menekan, terkait surat pengalaman kerja bagi para guru, pihaknya sudah menginstruksikan agar kepala madrasah mengeluarkan jika mereka membuat surat pengunduran diri.

"Sebenarnya surat peringatan dan pemberhentian sementara ini bukan hanya mereka tidak mau membayar, melainkan itu sudah puncaknya, intinya mereka tidak mau mematuhi kebijakan pimpinan, permasalahannya etika mereka memang masih kurang," kata Ramli. 

Diberitakan sebelumnya, tujuh guru Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Islamic Center Syaikh Sholeh A-Rajihi di Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, diberhentikan pihak yayasan setelah mempertanyakan kenaikan iuran wajib yang harus mereka bayarkan ke sekolah.

Mereka diberhentikan sementara oleh pihak  Yayasan karena meminta penjelasan terkait uang iuran yang mesti dibayar para guru ke sekolah tersebut.

Sementara gaji yang dibayarkan sekolah pada guru juga jauh dari layak, Rp1,2 juta per bulan.

Ketujuh guru ini ialah Adelia, Ayu Lestari, Dian Perawati, Fitriani, Nia Pusvita, Novi Yolanda dan Umi Kalsum.

Salah seorang guru Sejarah dan PKN di sekolah tersebut, Adelia mengatakan terdapat tujuh guru yang dinonaktifkan sekolah yayasan karena mempertanyakan kewajiban membayar uang iuran ke sekolah sebesar Rp500 ribu.

Baca juga: Pemkab Padang Pariaman Dinilai Buat Aturan Baru PPPK, Puluhan Guru Honorer Datangi Kantor DPRD

Menurutnya, semula para guru yang mendapatkan tunjangan Guru Khusus (TKG) daerah terpencil, terluar, dan terisolir (3T) diharuskan membayar iuran ke sekolah Rp200 ribu.

Namun pada September 2024 besaran iuran yang mesti dibayar ke sekolah naik secara tiba-tiba menjadi Rp500 ribu. 

Pihak sekolah yayasan pun tidak dimusyawarahkan terlebih dulu dengan para guru.

"Kami mendapatkan tunjangan TKG 3T setahun itu Rp15 juta, dibayarkan dua kali, pada Juli dan September. Setiap tunjangan masuk ke rekening, Rp200 ribu diberikan ke sekolah. Iuran ini untuk guru-guru yang tidak mendapat tunjangan karena hanya lulusan SMA seperti guru tahfiz, pembina asrama. Kebiasaan ini sudah berlangsung sejak lama," kata Adelia, Senin (4/11/2024).

Adelia mengatakan, saat tunjangan TGK daerah 3T cair pada bulan Juli, para guru telah memberikan iuran ke sekolah yayasan Rp200 ribu.

Baca juga: Nenek 70 Tahun yang Hilang di Mentawai Sumbar Dilacak Pakai Drone Thermal, Sudah 5 Hari Dicari SAR

Namun pada bulan September, pimpinan pondok mengharuskan guru membayarkan Rp 500 Ribu, dengan rinciannya Rp300 ribu untuk guru-guru yang tidak mendapat tunjangan dan Rp 200 Ribu untuk membeli fasilitas kebutuhan sekolah.

"Sebenarnya tidak hanya tujuh guru ini yang tidak terima, semua guru itu menolak, namun guru-guru laki-laki khususnya diteror, ditekan dan diancam. Dengan berat hati mereka membayar, namun kepada tujuh guru puteri ini tidak ada komunikasi langsung, hanya melalui pesan WA saja," katanya.

Adelia mengatakan, para ketujuh guru tersebut bukannya tidak mau membayarkan, namun mempertanyakan alasan penambahan iuran ke sekolah. Ketujuh guru juga meminta adanya ketransparanan penggunaan uang tersebut.

Menurutnya, alasan pihak yayasan sekolah untuk meningkatkan fasilitas sekolah juga tidak bisa diterima. Sebab sekolah mendapatkan anggaran dana BOS yang bisa digunakan untuk fasilitas sekolah.

"Fasilitas sekolah yang mana mau diadakan tentu mesti dirapatkan dulu, kami saja sebagai guru merasa fasilitas sudah cukup," kata Adel.

Baca juga: Dukung Ketahanan Pangan, Polres Mentawai Buka Lahan 5000 Meter untuk Tanam Jagung

Adelia mengatakan, para tujuh guru yang mempertanyakan kenaikan iuran ini malah mendapatkan dua surat peringatan (SP) dan diskorsing.

Selain itu, Sistem Informasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (SIMPATIKA) para guru juga dinonaktifkan sekolah, dengan alasan ketujuh guru itu mengundurkan diri.

Diketahui, Simpatika merupakan aplikasi yang digunakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia untuk mengelola data guru dan tenaga kependidikan di lingkungan madrasah.

"Padahal sama sekali tidak ada kami mengundurkan diri," kata Adel.

Adelia menambahkan dalam SP yang diterima guru, para guru dituduh melakukan tindakan bullying, intimidasi dan ancaman. 

Baca juga: Polisi Ungkap Dugaan Penimbunan BBM Subsidi di Mentawai: Tangkap 2 Pelaku, Sita 1.400 L Pertalite

"Kami meminta bukti-buktinya, tetapi malah disampaikan bahwa kami tidak usah mempertanyakan, perbaiki saja diri," katanya.

Adelia menambahkan ketujuh guru tersebut juga tidak bisa mendaftar seleksi pegawai pemerintah perjanjian kerja (PPPK) karena sekolah yayasan tidak mau mengeluarkan surat aktif bekerja.

Ia berharap agar ada solusi bagi ketujuh guru yang telah lama mengajar di sekolah tersebut.  

"Ada yang mengajar tujuh tahun, enam tahun, lima tahun. Sejak SP pertama turun, kami tidak lagi mengajar. Guru yang dibekukan ini guru IPA dua orang, matematika, sejarah dan PKN, Bahasa Inggris, akidah akhlak, dan geografi sosiologi," kata Adelia. 

Sementara itu, Ketua Yayasan Sosial Dakwah dan Pendidikan Syaikh Shalih Ar-Rajhi Ramli saat dihubungi TribunPadang.com, tidak merespon baik melalui pesan singkat di WA maupun panggilan telepon.

Baca juga: Musinuruk ka Simaeruk: Pameran Seni, Ragam Ekspresi Budaya Mentawai, hingga Nan Tumpah Masuk Sekolah

Kabid Pendidikan Madrasah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat Hendri Pani Dias mengatakan pihaknya masih mengkonfirmasi dengan Kasi Kemenag terkait persoalan tersebut.

"Setahu saya, kewenangan pemberhentian guru swasta memang berada di yayasan,” kata Hendri Pani Dias.

Terkait pembinaan yayasan, Hendri Pani Dias mengatakan akan mendalami persoalan tersebut terlebih dahulu.(*)

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved