Pilkada 2024

Respons Putusan MK, Ketua DPW Hanura Sumbar: Kini Semua Partai Duduak Samo Randah, Tagak Samo Tinggi

Ketua DPW Hanura Sumatera Barat (Sumbar) Febby Dt. Bangso menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara nomor 60/PUU-XXII/2024.

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
TribunPadang.com/Wahyu Bahar
Ketua DPW Hanura Sumatera Barat (Sumbar) Febby Dt. Bangso menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara nomor 60/PUU-XXII/2024. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Ketua DPW Hanura Sumatera Barat (Sumbar) Febby Dt. Bangso menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara nomor 60/PUU-XXII/2024.

Sebelum gugatan Partai Buruh dan Gelora dikabulkan sebagian MK, partai non parlemen hanya bisa mendukung bakal calon kepala daerah.

Sementara, dengan putusan MK terbaru, semua partai punya tempat untuk mengusung bakal calon. 

Ia bilang, sebelumnya partai non parlemen hanya sebagai pendukung. Tapi hari ini berubah dengan adanya kesetaraan antar partai.
 
"Ini tentu langkah maju untuk demokrasi, menurut saya gambaran ke depan, parliamentary treshold tak ada lagi ke depan," kata Febby kepada TribunPadang.com melalui sambungan telepon, Selasa (20/8/2024) malam.

Menurutnya juga, putusan MK itu dianggap suatu kemajuan bagi demokrasi. Dengan begitu, semua partai menjadi setara.

Ia mengibaratkan dengan adagium Minang "duduak samo randah, tagak samo tinggi", dengan arti semua partai setara.

Baca juga: Tanggapi Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, Miko Kamal: Bermanfaat Bagi Tumbuh Suburnya Demokrasi

"Tidak ada lagi partai parlemen dan non parlemen, tak ada lagi sekat-sekat itu. Sepanjang partai politik punya hak sebagai pengusung," katanya.

Dilansir dari Tribunnews.com, Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.

Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.

MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.

"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 % (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

Baca juga: Target DPD Hanura Sumbar di Pileg 2024: Satu Kursi Tiap Dapil

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 % (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 % (enam setengah persen) di provinsi tersebut;
 
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemili tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 % (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 % (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 % (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 % (enam setengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".

Sebelumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.

Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).

Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."

Ketua tim hukum Partai Buruh dan Partai Gelora, Said Salahuddin, mengaku pihaknya dirugikan secara konstitusional atas keberlakuan pasal a quo.

Lebih lanjut, ia menilai, persyaratan pendaftaran pasangan calon yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol lebih berat daripada persyaratan pendaftaran pasangan calon dari jalur perseorangan.

"Paslon yang diusulkan parpol, berbasis pada perolehan suara sah. Sedangkan, paslon perseorangan berbasis pada dukungan KTP pemilih," ungkapnya.

Dalam petitumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora meminta MK, menyatakan Pasal 40 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jika hasil bagi jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka dihitung dengan pembulatan ke atas".

_____
Baca berita terbaru di Saluran TribunPadang.com dan Google News

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved