Citizen Journalism
Catatan Legaran Svarnadvipa di Lapangan Cindua Mato Batusangkar, Alternatif Dunia Pertunjukan Teater
PERTUNJUKAN Legaran Svarnadvipa, dimainkan puluhan performer di Lapangan Cindua Mato Batusangkar pada
Untuk kebutuhan pertunjukan yang berdurasi 45 menit ini, Wendy HS juga menyertakan mentor-mentor khusus untuk membantunya pada bagian-bagian acting, dancing, dan musicing yang menjadi inti dari performance yang digagasnya. Mentor-mentor tersebut Abdul Hanief (astrada); Ari (penata cahaya); Aidil (penata musik); Wardi (penata tari); Fabio Yudha (aktor); dan Haris (aktor).
Menyaksikan pertunjukan Legaran Svarnadvipa, di lapangan terbuka alun-alun kota Batusangkar di atas, apabila disinkronisasi dari apa yang disampaikan Wendy HS melalui gagasan inovasi naratifitasnya dengan kenyataan pemanggungan.
Sebagai penonton, penulis justru banyak disuguhi dan hanya menangkap potongan-potongan adegan keindahan pergerakan tarian dan iringan musikal yang secara sound kurang menunjukan kekuatan.
Kegagahan narasi seperti yang disampaikan Wendy HS di atas, sebagai sutradara sekaligus pemilik gagasan pergelaran masih tampak belum terwujudnya unity atau keutuhan pertunjukan.
Kehadiran narasi yang disampaikan pada dialog aktor, secara teknis terganggu dengan penggunaan “clip on microphone”. Aktor dengan suara diperbesar, malah tidak tertangkap receiver microphone, sehingga terkesan adanya kegagalan teknis pemanggungan pada sisi diksi aktor.
Kemungkinan peristiwa pertunjukan Legaran Svarnadvipa ini, juga tidak dimengerti oleh sebagian besar audience apresiator masyarakat Batusangkar yang turut menyaksikan malam itu.
Pertunjukan ini sebenarnya sangat diuntungkan oleh kehadiran masyarakat penonton seputar alun-alun Kota Batusangkar, yang secara kualitatif yakni masyarakat yang jarang bertemu dengan apresiasi pertunjukan teater di area seputar kota.
Peristiwa pemanggungan pertunjukan Legaran Svarnadvipa, digagas dan diarahkan Wendy HS dengan hasrat kedalam bentuk pertunjukan yang melampau-dramatik. Sebagaimana pertunjukan-pertunjukan sebelumnya yang ia ciptakan, gagasan pertunjukannya berusaha menghindari konstruksi dramatik.
Gagasan pertunjukan anti dramtik, bukan hal yang baru, gagasan anti dramtik telah merebak sejak tahun 1990-an di Indonesia setidaknya tiga dekade yang lalu. Wendy HS tampaknya menjadi salah satu dari mereka, yang gelisah dengan tidak memadainya lagi pendekatan dramatik pada kancah perkembangan seni pertunjukan di Indonesia masa depan.
Setidaknya sejak 2016 Wendy HS, telah mencari-cari cara untuk bisa mendekati pertunjukan-pertunjukan yang melampaui dramatik yang memang dapat menjadi alternatif dalam dunia pertunjukan teater.
Hal seperti itu dapat dilihat dari serial nomor-nomor pertunjukan yang ia sutradarai; Tambologi (2014-2015); Baromban dan Mitos Tambang (2018); terakhir The Convincer of Heaven (2022-2023). (*)
MAN IC Padang Pariaman Menebar Harapan Jemput Masa Depan: Berakit-rakit ke Hulu, Berenang ke Tepian |
![]() |
---|
Kuliah Kerja Nyata: Program Mahasiswa di Indonesia Serupa, Bakti Siswa & Magang Industri di Malaysia |
![]() |
---|
Opini Ruang Kota Tanpa Asap: Car Free Day Antara Negara Serumpun Indonesia & Malaysia |
![]() |
---|
Opini Bahasa Melayu: Bila Percuma di Malaysia, Gratis di Indonesia |
![]() |
---|
UNP Pelatihan Emotional Spritual Question di SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.