Citizen Journalism

Catatan Legaran Svarnadvipa di Lapangan Cindua Mato Batusangkar, Alternatif Dunia Pertunjukan Teater

PERTUNJUKAN Legaran Svarnadvipa, dimainkan puluhan performer di Lapangan Cindua Mato Batusangkar pada

Editor: Emil Mahmud
IST
PERTUNJUKAN Legaran Svarnadvipa, dimainkan puluhan performer di Lapangan Cindua Mato Batusangkar pada Sabtu malam, 29 Juni 2024 pukul 20.00-22.00 WIB, Sutradara; Wendy HS dan Asisten Sutradara; Abdul Hanief. 

Oleh : Tatang R Macan, Pengamat seni pertunjukan, Praktisi teater, Perfomer, Sutradara teater, Dosen Seni Teater ISI Padang Panjang 


PERTUNJUKAN Legaran Svarnadvipa, dengan kisah yang menarasikan tentang pulau emas di Minangkabau, dimainkan oleh puluhan performer di Lapangan Cindua Mato Batusangkar pada Sabtu malam, tanggal 29 Juni 2024 pukul 20.00-22.00 WIB.

Mereka puluhan performer, sebelumnya telah menjalani proses latihan dan workshop sebagai bagian dari serangkaian kegiatan untuk Program Gelar Karya Inovatif yang diselenggarakan IPS dan didukung penuh oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Dana Indonesiana.

Bersamaan dengan itu, dukungan yang juga membantu terselenggaranya kegiatan dan pertunjukan ini datang dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Datar.

Narasi pulau emas dalam pertunjukan Legaran Svarnadvipa, pada malam tanggal 29 Juni 2024 itu, boleh dikatakan semarak dan hinggar-bingar untuk ukuran pertunjukan di Lapangan Cindua Mato Batusangkar sebagai hiburan masyarakat yang belum lama ini terdampak banjir bandang erupsi lahar dingin gunung Merapi.

Masyarakat tampak antusias berbondong-bondong memenuhi sekitar lapangan alun-alun Kota Batusangkar. Mereka datang menyaksikan sebuah pertunjukan besar yang digelar Indonesia Performance Syndicate (IPS) Padangpanjang, dari arahan sutradara; Wendy HS dan asisten sutradara; Abdul Hanief.

Pertunjukan Legaran Svarnadvipa menggunakan pemanggungan terbuka di tengah Taman Kota Batusangkar. Dalam pengakuan sutradara Wendy HS, Pertunjukan ini untuk menyampaikan narasi tentang svarna, emas, di Minangkabau. Ya, tanah Minangkabau ini adalah pulau dan tanah yang terkenal kaya akan emas sejak lama.

Setidaknya sudah sejak ratusan tahun yang lalu orang-orang mendulang dan menambang emas di tanah ini. Penduduk asli, dan kemudian para pendatang dari benua lain, berlomba-lomba mengumpulkan butiran-butiran halus kekuningan sebelum kemudian diolah menjadi perhiasan, alat tukar, dan deposit.

Penggalian, pendulangan, dan penambangan itu segera memperlihatkan hasilnya, sebuah kemakmuran dan keramaian niaga. Penduduk berjual-beli, kongsi-kongsi lokal dan asing dibentuk dan didirikan, serta jalur-jalur laut dan sungai jadi lebih ramai dan sibuk berkali-kali lipat.

Legaran Svarnadvipa, menarasikan kisah emas itu dalam hubungannya dengan suku-bangsa yang hari ini berjumlah tak kurang dari lima belas juta jiwa. Minangkabau: sebuah suku-bangsa yang juga kemudian terkenal sebagai bangsa saudagar dan peniaga.

Penataan ruang panggung terbuka dalam pertunjukan ini, di tengah areal lapangan dibangun tiga sett, dan dua diantaranya menyerupai kapal, kapal para penjelajah, peniaga, dan saudagar.

Dan, itu semua bermula oleh sebab adanya emas, emas, dan emas! Untuk menarasikan kisah emas itu, ada enam adegan utama yang dituturkan dalam tiga bagian, legaran.

Pertama, adalah legaran tentang kisah kedatangan dan para leluhur;

Kedua, yakni kisah perniagaan yang sibuk dan riuh, tanah yang makmur, serta pulau yang kaya; dan

Ketiga, adalah kisah emas dan teknologi mutakhir. Tiga legaran dan enam adegan itu juga menyertakan gerak-gerak randai, dendang tradisional, dan dialog-dialog puitik-performatif.

Untuk kebutuhan pertunjukan yang berdurasi 45 menit ini, Wendy HS juga menyertakan mentor-mentor khusus untuk membantunya pada bagian-bagian acting, dancing, dan musicing yang menjadi inti dari performance yang digagasnya. Mentor-mentor tersebut Abdul Hanief (astrada); Ari (penata cahaya); Aidil (penata musik); Wardi (penata tari); Fabio Yudha (aktor); dan Haris (aktor).

Menyaksikan pertunjukan Legaran Svarnadvipa, di lapangan terbuka alun-alun kota Batusangkar di atas, apabila disinkronisasi dari apa yang disampaikan Wendy HS melalui gagasan inovasi naratifitasnya dengan kenyataan pemanggungan.

Sebagai penonton, penulis justru banyak disuguhi dan hanya menangkap potongan-potongan adegan keindahan pergerakan tarian dan iringan musikal yang secara sound kurang menunjukan kekuatan.

Kegagahan narasi seperti yang disampaikan Wendy HS di atas, sebagai sutradara sekaligus pemilik gagasan pergelaran masih tampak belum terwujudnya unity atau keutuhan pertunjukan.

Kehadiran narasi yang disampaikan pada dialog aktor, secara teknis terganggu dengan penggunaan “clip on microphone”. Aktor dengan suara diperbesar, malah tidak tertangkap receiver microphone, sehingga terkesan adanya kegagalan teknis pemanggungan pada sisi diksi aktor. 

Kemungkinan peristiwa pertunjukan Legaran Svarnadvipa ini, juga tidak dimengerti oleh sebagian besar audience apresiator masyarakat Batusangkar yang turut menyaksikan malam itu.

Pertunjukan ini sebenarnya sangat diuntungkan oleh kehadiran masyarakat penonton seputar alun-alun Kota Batusangkar, yang secara kualitatif yakni masyarakat yang jarang bertemu dengan apresiasi pertunjukan teater di area seputar kota.

Peristiwa pemanggungan pertunjukan Legaran Svarnadvipa, digagas dan diarahkan Wendy HS dengan hasrat kedalam bentuk pertunjukan yang melampau-dramatik. Sebagaimana pertunjukan-pertunjukan sebelumnya yang ia ciptakan, gagasan pertunjukannya berusaha menghindari konstruksi dramatik.

Gagasan pertunjukan anti dramtik, bukan hal yang baru, gagasan anti dramtik telah merebak  sejak tahun 1990-an di Indonesia setidaknya tiga dekade yang lalu.  Wendy HS tampaknya menjadi salah satu dari mereka, yang gelisah dengan tidak memadainya lagi pendekatan dramatik pada kancah perkembangan seni pertunjukan di Indonesia masa depan.

Setidaknya sejak 2016 Wendy HS, telah mencari-cari cara untuk bisa mendekati pertunjukan-pertunjukan yang melampaui dramatik yang memang dapat menjadi alternatif dalam dunia pertunjukan teater.

Hal seperti itu dapat dilihat dari serial nomor-nomor pertunjukan yang ia sutradarai;  Tambologi (2014-2015); Baromban dan Mitos Tambang (2018); terakhir The Convincer of Heaven (2022-2023). (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved