Opini Citizen Reporter

Nepotisme Perbuatan Pidana atau Perdata?

Guru Besar Hukum Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej, bingung terhadap istilah nepotisme

Editor: Emil Mahmud
zoom-inlihat foto Nepotisme Perbuatan Pidana atau Perdata?
ISTIMEWA
Fernando Wirawan, S.H., M.H, Praktisi Hukum di Green Law Office

Oleh: Fernando Wirawan, S.H., M.H, Praktisi Hukum di Green Law Office


GURU Besar Hukum Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej, diduga sempat bingung terhadap istilah nepotisme dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 apakah termasuk perbuatan pidana atau perdata. Ia mengatakan bahwa dalam Pasal 20 ayat 2 dijelaskan bahwa apabila melakukan KKN, penyelenggara negara akan disanksi pidana atau perdata.

 

Sementara itu, pada Pasal 22 disebutkan bahwa pelaku pelanggaran itu dijerat hukuman pidana, bahkan dikatakan bahwa pelaku nepotisme pada Pasal 22 diancam pidana minimum 2 tahun dan maksimum 12 tahun.

 

Ia menyampaikan kebingungannya itu saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu sebagaimana dikutip dari “Eddy Hiariej: Saya Bingung, Nepotisme Itu Pidana atau Perdata?” (Kumparan.com, 4 April 2024).

 

Sebelum pertanyaan Eddy Hiariej mengenai apakah nepotisme itu perbuatan pidana atau perbuatan perdata dijawab, dapat ditinjau terlebih dahulu bagaimana nepotisme ada dari sudut pandang sejarah.

 

Sejarawan Sri Margana dalam kumpulan tulisan Korupsi Mengorupsi Indonesia (2017) menyebut bahwa pendorong praktik koruptif di Indonesia ialah sistem birokrasi patrimonialisme berbasis feodalisme yang dilakukan kerajaan-kerajaan di Nusantara belasan abad lalu.

 

Pada masa itu ada dua perilaku yang mencerminkan sikap korupsi. Pertama, adanya sistem upeti atau penyerahan wajib dari seseorang atau kelompok tertentu untuk dibagikan ke penguasa.

 

Kedua, munculnya kebijakan dari penguasa yang mengalihkan kekuasaannya kepada orang-orang terdekat atau tepercayanya untuk melanggengkan kekuasaan. Dalam bahasa masa kini praktik seperti itu disebut nepotisme.

 

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved