Citizen Journalism

Sementara Menunggu Godot: Ujian Resital Pemeranan Jurusan Teater ISI Padang Panjang

Pertunjukan “Menunggu Godot” tidak bisa dipisahkan dari gagasan naskah drama yang ditulis oleh Samuel Beckett, pada tahun 1948, dipentaskan pertama

Editor: Emil Mahmud
ISTIMEWA
Sementara Menunggu Godot” Karya; Samuel Beckett, terjemahan B. Very Handayani, Sutradara; Pandu Birowo, ditampilkan pada Jumat (14/6/2024) pukul 20.00 WIB di Teater Arena Mursal Esten ISI Padang Panjang, Provinsi Sumbar. 

 

Beberapa pohon tumbang itu ditata di atas panggung yang ditimbun hamparan seperti tanah berpasir yang terasa masih basah dengan warna kusam kecoklatan. Area panggung ditutupi penuh hamparan semacam material tanah tersebut, mendekati kesan alami dan tidak lagi berbicara tafsir simbol-simbol semiotik. Area penataan sett panggung sangat terasa berat dan lengket.

 

Hal seperti ini rasanya menjadi agak paradoks, dengan kedalaman tema naskah drama “Menunggu Godot”, meskipun pada pertunjukan kali ini menjadi “Sementara Menunggu Godot”. Namun naskah drama tersebut dari satu sumber yang sama, yakni; “Waiting for Godot” karya; Samuel Beckett sebagai karya sastra kontemporer.

Naskah drama ini sudah cukup berat dengan jalinan sastra kontemporer dan peristiwa yang memuat nilai-nilai filosofi absurditas. Sehingga semestinya ada tafsir yang mampu memperingan kehadiran pertunjukan supaya tidak monoton membosankan.

 

                                                                                                  ***

 

DRAMA ini berkisah tentang dua orang gelandangan dalam penantian, ditulis Samuel Beckett yang lahir di Irlandia 1906. Dalam usianya yang sangat muda ia dipercaya menjadi dosen sastra Inggris di Ecole Normale Superieure, Paris. Posisinya kemudian menghantarkan untuk terlibat dalam gerakan sastra baru, sebagai penulis drama kontemporer yang menonjol di Perancis.

 

Beckett dikenal sebagai pengarang dua bahasa, selain menulis drama “Waiting for Godot”, dikenal juga melalui karya drama yang berjudul “Fin de Farty” (1957), kemudian diterjemakan ke dalam bahasa Inggris tahun 1958. Seperti halnya Albert Camus, dan JP. Sartre, Beckett juga terlibat sebagai kaum partisan Perancis dalam perlawanan menentang penjajahan Nazi Jerman. Peristiwa itu membekas dalam dirinya, dan ia tuangkan di dalam naskah drama “Menunggu Godot”, melalui simbol semiotis sepatu boot yang begitu susah sulit dibuka oleh Estragon.

Sementara Menunggu Godot” Karya; Samuel Beckett, terjemahan B. Very Handayani, Sutradara; Pandu Birowo, ditampilkan pada Jumat (14/6/2024) pukul 20.00 WIB di Teater Arena Mursal Esten ISI Padang Panjang, Provinsi Sumbar.
Sementara Menunggu Godot” Karya; Samuel Beckett, terjemahan B. Very Handayani, Sutradara; Pandu Birowo, ditampilkan pada Jumat (14/6/2024) pukul 20.00 WIB di Teater Arena Mursal Esten ISI Padang Panjang, Provinsi Sumbar. (ISTIMEWA)

Seperti  halnya disampaikan Bakdi Soemanto (2001), “Perang Dunia telah membuyarkan konsep tragedi model Yunani dan Shakespeare, akan tetapi pengalaman tragika manusia tidak kunjung selesai. Gereja, pada sisi tertentu, tinggal sebuah gedung dan bayang-bayang institusi, juga tafsir kitab suci”.

 

Pertunjukan drama ini ditandai oleh kehadiran Estragon yang berjalan dengan gerakan yang canggung, dibelakangnya Vladimir yang sedang berjalan mengitarinya, sambil sesekali mengarahkan pandang ke tempat yang jauh. Estragon tampak sibuk dengan kakinya, kadang menendangkannya. Setelah berkali-kali mencoba membuka sepatu dan tidak pernah berhasil, ia kemudian duduk di atas gundukan tanah dengan lunglai.

Ia mulai buka pembicaraan, tentang hidup yang tidak bisa dilakukan lagi, namun Vladimir menimpalinya dengan niatan mulai merumuskan pikiran-pikiran itu. Pembicaraan yang tampak sederhana itu terus berlanjut berulang-ulang, kadang terjadi konyol, namun kadang memacing penonton menjadi tertawa nyaman.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved