Citizen Journalism

Opini Nasib Wartawan & Mahasiswa : Antara Revisi UU Penyiaran, dan Melambungnya Uang Kuliah Tunggal

BARU-Baru ini penulis dimintai tanggapan dalam kapasitas jurnalis oleh kru atau awak redaksi dari lemba

|
Editor: Emil Mahmud
zoom-inlihat foto Opini Nasib Wartawan & Mahasiswa : Antara Revisi UU Penyiaran, dan Melambungnya Uang Kuliah Tunggal
ISTIMEWA
Emil Mahmudsyah, Penanggung Jawab TribunPadang.com Tribun Network, Kompas Gramedia

 

Poin ketiga, Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyeleseaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers.

 

Hingga kini, bahwa sistem tata negara menggunakan demokrasi, dan pers merupakan pilar keempat dari demokrasi. Pers memiliki tanggung jawab sebagai control sosial agar proses bernegara berjalan transparan, akuntabel dan sepenuhnya memenuhi hak-hak publik

 

Sesuai dengan UU Pers telah jelas bahwa komunitas pers mendapat mandat untuk membuat regulasi sendiri dalam rangka mengatur kehidupan pers yang sehat, profesional dan berkualitas melalui self regulation. Oleh karena itu setiap sengketa yang berkaitan dengan karya jurnalistik baik penyiaran, cetak, digital (online) hanya bisa diselesaikan di Dewan Pers.

 

Langkah ini guna memastikan bahwa kerja-kerja jurnalistik yang profesional, berkualitas dan bertanggungjawab bisa berlangsung independen serta tidak ada intervensi dari pihak manapun.

 

                                ****

 

Kedua, isu yang tak kalah seksinya juga penulis elaborasi lalu tuangkan ke tulisan ini, beririsan dengan kegelisahan para orangtua, yang anak mereka hendak kuliah, gegara UKT mahal. Pasalnya, saat ini narasi "Indonesia Cemas 2045", yang digaungkan netizen menjadi trending topik. Yakni tekait UKT yang tinggi atau mahal.

 

Bahkan, ada yang berujar bahwa kuliah tidak wajib, meskipun argumentasi itu sudah ada sedari dulunya, bahkan semenjak jaman penjajahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka pun uang/biaya kuliah relatif agak mahal. Wajar saja, kemudian netizen meneriaki ” Indonesia Cemas 2045".

 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved