Citizen Journalism
Opini Nasib Wartawan & Mahasiswa : Antara Revisi UU Penyiaran, dan Melambungnya Uang Kuliah Tunggal
BARU-Baru ini penulis dimintai tanggapan dalam kapasitas jurnalis oleh kru atau awak redaksi dari lemba

Opini oleh : Emil Mahmudsyah, Jurnalis/Wartawan, dan pernah jadi mahasiswa
BARU-Baru ini penulis dimintai tanggapan dalam kapasitas jurnalis oleh kru atau awak redaksi dari lembaga pers mahasiswa bernama Genta Andalas, yang dikelola Unit kegiatan Pers Mahasiswa/Persma di perguruan tinggi negeri Universitas Andalas atau Unand di Sumatera Barat (Sumbar).
Awak redaksi persma tersebut, turut mengritisi terkait rencana Pemerintah dengan DPR RI merevisi Undang-Undang (UU) Draf Revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Salut tentunya patut penulis tujukan kepada mahasiswa yang turut kritis memikirkan perihal tugas abdi negara, meskipun nasib mahasiswa kedepan jadi bahan perbincangan.
Di tengah, isu setara adanya kebijakan tentang Uang Kuliah Tunggal/UKT mahasiswa yang melambung atau mahal alias mehong, meniru kata prokem Gen Z. Sampai sejauh ini rencana ini dua isu sentral, masing-masing terkait kebijakan buat jurnalis/wartawan, dan mahasiswa jadi isu seksi.
Pertama, isu soal rencana pemerintah bersama DPR yang telah memasuki tahap penyelesaian draf revisi UU Penyiaran. Draf revisi UU Penyiaran yang merupakan inisiasi dari DPR telah dibahas di Baleg pada 27 Maret 2024.
Namun berbagai reaksi bermunculan atas langkah pemerintah bersama DPR itu, mulai dari sederetan konstituen Dewan Pers, antara lain; Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta praktisi media massa hingga akademisi, termasuk kalangan mahasiswa.
Secara senada, segenap pihak itu menaruh perhatian terhadap draf revisi UU Penyiaran yakni dari sisi proses penyusunan maupun substansinya. Utamanya, reaksi penolakanlah yang mencuat, ketimbang dukungan atas rencana revisi UU tentang penyiaran tersebut.
Poin satu, Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Pertanyaan besarnya mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalsitik investigasi?
Sesungguhnya, selama karya tersebut memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara profesional dan semata-mata untuk kepentingan publik maka tidak boleh ada yang melarang karya jurnalistik investigas disiarkan di televisi.
Secara subtansi pasal pelarangan tayangan eksklusif jurnalistik investigasi di televisi bisa memunculkan beragam tafsir (multi-tafsir)./Hal itu disinyalir atas dugaan dari upaya intervensi dan pembungkaman terhadap kemerdekaan pers di tanah air. Alhasil, kondisi demikian bakal jadi ancaman serius bagi kehidupan pers yang tengah dibangun bersama dengan penuh rasa tanggung jawab.
Poin kedua, Pasal 50 B ayat 2 huruf k, penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik. Pasal ini sangat multi tafsir terlebih yeng menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik.
MAN IC Padang Pariaman Menebar Harapan Jemput Masa Depan: Berakit-rakit ke Hulu, Berenang ke Tepian |
![]() |
---|
Kuliah Kerja Nyata: Program Mahasiswa di Indonesia Serupa, Bakti Siswa & Magang Industri di Malaysia |
![]() |
---|
Opini Ruang Kota Tanpa Asap: Car Free Day Antara Negara Serumpun Indonesia & Malaysia |
![]() |
---|
Opini Bahasa Melayu: Bila Percuma di Malaysia, Gratis di Indonesia |
![]() |
---|
UNP Pelatihan Emotional Spritual Question di SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.