Konflik PSN Air Bangis

Konflik PSN Air Bangis, Anggota DPRD Sumbar Sebut Pemerintah Seperti Penjajah Jika Asal Usir Warga

Anggota DPRD Sumatera Barat (Sumbar) meminta pemerintah tidak asal usir warga terkait penyelesaian konflik agraria Proyek Strategis Nasional (PSN) Air

|
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Wahyu Bahar
Dialog tentang penyelesaian konflik agraria di Air Bangis Pasaman Barat di Ruang Rapat DPRD Sumbar pada Selasa (22/8/2023) siang. Tampak di monitor depan lokasi yang masuk PSN Air Bangis. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG- Anggota DPRD Sumatera Barat (Sumbar) meminta pemerintah tidak asal usir warga terkait penyelesaian konflik agraria Proyek Strategis Nasional (PSN) Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat.

Hal itu disampaikan saat pertemuan antaras Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumbar bersama berbagai pihak dan anggota DPRD Sumbar di gedung DPRD Sumbar, Selasa (23/8/2023).

Dalam pertemuan itu, anggota komisi IV DPRD Sumbar dari fraksi Gerindra Evi Yandri menyebut bahwa usulan PSN oleh Gubernur Mahyeldi pada Juli 2021 itu punya maksud baik untuk pertumbuhan dan pembangunan Sumbar. Ia mengklaim semua pihak pasti mendukung itu.

Namun, ia menyoroti kesalahan dalam pengusulan PSN itu, yaitu surat yang bertanda tangan Gubernur Sumbar menyebut bahwa lahan di Air Bangis itu clear and clean.

"Ini sumber masalahnya. Lahan itu tanpa diproses, sosialisasi, tanpa proses pemetaan dan tinjauan lapangan, dikatakan saja clear and clean, padahal ribuan masyarakat tinggal di sana," ujar Evi Yandri.

Memang, kata dia, tanah itu milik negara, statusnya hutan produksi. "Tapi jangan lupa, sudah diperladangi masyarakat di sana, tidak bisa semaunya aja masyarakat diusir, kalau diusir sama saja kita dengan kolonial, pemerintah mengusir, sama saja menjajah masyarakatnya sendiri. Ini yang tidak boleh," tambah dia.

Baca juga: Berkaitan dengan PSN Air Bangis, Ini Alasan Mahasiswa UIN Bukittinggi Tolak Gubernur Mahyeldi

Oleh karenanya, kalau usulan PSN itu memang di Air Bangis, menurut Evi Yandri, segala sesuatunya harus diselesaikan.

Ia menyarankan agar PSN di Air Bangis ditinjau ulang andai potensi kerugian bagi masyarakat sangat berdampak.

Kalau memang diperlukan, kata dia, pindahkan tempatnya, dan tidak di Air Bangis yang berpotensi merugikan masyarakat.

"Andai pemerintah bisa memberikan ruang untuk investor berinvestasi di sana, kenapa tidak bisa memberikan ruang dan hak kepada masyarakatnya sendiri?," kata Evi Yandri saat pertemuan.

Selain itu, usulan agar DPRD Sumbar membentuk panitia khusus (Pansus) penyelesaian konflik agraria di Air Bangis juga mengemuka saat pertemuan sejumlah anggota dewan dengan WALHI dan Jaringan Pembela HAM Sumbar.

"Kalau pansus tidak bisa diputuskan segera, tentu diadakan rapat dahulu, kalau memang diperlukan tentu dipertimbangkan, banyak yang harus kita mintai pendapat, nanti kita musyawarahkan,," ujar Wakil Ketua DPRD Sumbar dari fraksi Demokrat Suwirpen Suib.

Untuk diketahui, dialog tentang penyelesaian konflik agraria di Air Bangis Pasaman Barat bertempat di Ruang Rapat DPRD Sumbar pada Selasa (22/8/2023) siang.

Baca juga: Kapolres Pasbar Sebut Situasi Keamanan Warga Air Bangis Kondusif Pasca Demo 6 Hari di Padang

 

WALHI Sumbar Minta PSN Air Bangis Ditinjau Ulang

WALHI Sumbar meminta agar pemerintah dan aparat penegak hukum menyelesaikan konflik agraria di Air Bangis Pasaman Barat mengedepankan hak asasi manusia (HAM), baik secara dialogis dan restorative justice.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumbar Wengki Purwanto saat dialog dengan berbagai pihak di DPRD Sumbar, Selasa (22/8/2023).

"Kenapa untuk perusahaan pemerintah bisa memfasilitasi penyelesaian penggunaan kawasan hutan tanpa izin usaha? Kenapa untuk masyarakat kecil kita tidak bisa diselesaikan secara humanis?," ujar Wengki saat diwawancarai Tribunpadang.com.

Ia menilai, pendekatan hukum pidana kepada masyarakat menunjukkan keberpihakan pemerintah justru untuk kepentingan oligarki, bukan untuk kepentingan rakyat.

Pihaknya meminta semua unsur, termasuk DPRD Sumbar mendorong agar rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) di Air Bangis ditinjau ulang dan kalau perlu dicabut.

Baca juga: Muhammadiyah Minta Aparat Hentikan Kriminalisasi dan Intimidasi Warga Air Bangis Pasaman Barat

"Karena dalam rekomendasi pembahasan RTRW sudah disampaikan bahwa ini tumpang tindih dengan wilayah kelola masyarakat, dan berpotensi konflik. Statusnya bukan clear and clean digunakan, ini yang perlu dicermati, akan ada ribuan jiwa yang terdampak kalau PSN ini diakomodir dan dilanjutkan tanpa mempertimbangkan hal tersebut," jelas Wengki.

Wengki menyebut bahwa penyelesaian konflik agraria butuh waktu, maka dalam waktu dekat Pemprov Sumbar harus memastikan masyarakat bisa memanen dan menjual hasil kebunnya tanpa dipaksa harus dijual ke satu kelompok. Begitu juga pihaknya meminta Polda Sumbar menarik semua aparat di Air Bangis.

"Dari informasi yang dihimpun, masyarakat jauh lebih aman ketika Brimob tak di kampung mereka. Dulu di Agustus 2022, Polda sebenarnya sudah sepakat melalui Komnas HAM bahwa pendekatan yang dilakukan harus dialogis dan restorative justice, Komnas HAM sudah berulang kali mengingatkan secara tertulis kepada Polda," imbuhnya.

Dari informasi dan data yang dipunyai WALHI Sumbar, perusahaan yang berencana akan membangun industri refinery dan petrochemical, serta sarana prasarana pendukung lainnya butuh lahan yang dinilai bombastis karena mencapai 30 ribu hektare.

Hal yang demikian menurutnya akan berdampak terhadap ribuan jiwa masyarakat di Nagari Air Bangis.

Wengki dihadapan jaringan pembela HAM, legislator, hingga pejabat Pemprov Sumbar merasa aneh ketika Gubernur Sumbar Mahyeldi mengklaim status kawasan di Air Bangis itu clear and clean digunakan.

"Sementara di lapangan, itu juga merupakan kawasan pemukiman, fasilitas pendidikan, sarana prasarana ibadah serta perkebunan rakyat. Jadi itu juga merupakan aktivitas sosial ekonomi masyarakat," katanya.

Baca juga: 13 Penumpang Berhasil Dievakuasi Usai Kapal Mati Mesin di Perairan Air Bangis Pasaman Barat

Menurutnya, dalam penyelesaian konflik agraria di Air Bangis ini kebijakan perhutanan sosial bisa menjadi salah satu opsi.

Namun menurut WALHI Sumbar, ada indikasi kebijakan perhutanan sosial justru ditunggangi oleh kelompok-kelompok tertentu untuk menguasai lahan-lahan perkebunan masyarakat.

"Kalau perhutanan sosial itu berjalan sesuai dengan aturan, maka itu bisa menjadi salah satu opsi penyelesaian, bisa melalui kebijakan perhutanan sosial atau melalui kebijakan tanah objek reforma agraria (TORA)," jelas Wengki.

Di samping itu, Wengki tak memungkiri bahwa ada masyarakat yang punya kebun sawit hingga ratusan hektare, namun menurut dia jumlahnya hanya sebagian kecil.

"Kalau mau pendekatan hukum, buka aja data siapa saja pemilik kebun sawit di sana, kabarnya ada juga pejabat," ujar dia.

Hal yang patut disorot lebih oleh pemerintah hingga aparat penegak hukum ialah perusahaan yang berkebun seluas 374 hektare di dalam kawasan hutan produksi yang diklaim itu.

"Sekarang itu masih dalam kawasan hutan produksi, kenapa tidak tersentuh? Ketika yang muncul kepermukaan ada tuan-tuan tanah yang menguasai sawit ratusan hektare, tapi yang disentuh masyarakat kecil, kenapa tak yang besar-besar itu aja yang disentuh? Kenapa hanya masyarakat kecil yang sulit untuk menjual hasil kebun? Buka aja datanya, siapa yang punya ratusan hektare itu? Kenapa selama ini dia aman?," kata Wengki lagi.

Sementara itu, pendamping hukum masyarakat Air Bangis Samaratul Fuad mengatakan bahwa wacana PSN di Air Bangis itu informasinya akan dikerjakan di lahan seluas 30 ribu hektare.

30 ribu hektare itu, bukan hanya di kawasan hutan, melainkan sampai ke perairan laut Air Bangis dan langsung berbatasan dengan Samudera Hindia.

Baca juga: Puluhan Orang dari Air Bangis Gelar Demo Tandingan, Usung Narasi Dukung Gubernur & Rencana PSN

Sementara, ujarnya, luas Nagari Air Bangis itu hanya 44 ribu hektare, dan penduduknya sekitar 28 ribu. "Kalau itu jadi, kemana mereka?," kata Fuad yang turut berdialog dengan DPRD Sumbar kemarin sore.

"Kenapa gubernur mengusulkan itu tanggal 9 Juli dan 30 Juli sudah disetujui, kajiannya mana? Dikatakan kawasan itu clear and clean, kapan gubernur tahu bahwa tu clear and clean? Faktanya ribuan masyarakat disitu ribuan yang tinggal di situ. Mereka mau kemana? Nelayan gimana?," tambahnya.

Dalam kesempatan tersebut, hadir Wakil Ketua DPRD Sumbar Suwirpen Suib, anggota dewan lainnya yaitu Nurfirman Wansyah, Evi Yandri, Maigus Nasir, hingga Leli Arni. Selain itu juga hadir Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi, pihak BPN, dan WALHI serta jaringan pembela HAM Sumbar.(*)

 

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved