Pemilu 2024

Mantan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno Nyaleg Bersama Istri dan Anak di Pemilu 2024, Maju Bareng PKS

Mantan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) dua periode, Irwan Prayitno, istri dan anaknya akan ikut bertarung di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 ting..

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
TribunPadang.com/Rizka Desri Yusfita
Irwan Prayitno saat masih menjabat Gubernur Sumbar. Irwan Prayitno, istri dan anaknya akan ikut bertarung di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 tingkat DPR RI bareng PKS. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Mantan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) dua periode, Irwan Prayitno, istri dan anaknya akan ikut bertarung di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 tingkat DPR RI.

Diketahui, Irwan Prayitno sebelumnya sudah menyatakan akan mencaleg tingkat DPR RI di Dapil III Sumatera Utara (Sumut).

Dilansir dari daftar calon sementara (DCS) anggota DPR RI yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Irwan Prayitno akan nyaleg lewat PKS dan bernomor urut 1.

Baca juga: Alasan Mantan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno Pilih Ikut Pileg DPR RI 2024 Lewat Dapil Sumut

Sementara itu, istri Irwan Prayitno, yakni Nevi Zuairina merupakan petahana DPR RI Dapil II Sumbar yang meliputi wilayah Kota Bukittinggi, Pariaman, Padang Pariaman, Agam, Payakumbuh, Lima Puluh Kota, Pasaman dan Pasaman Barat.

Kini, ia juga akan maju kembali untuk ikut kontestasi di Pileg 2024 tingkat DPR RI. Namanya tercantum di DCS Caleg dari PKS dengan nomor urut 1 di Dapil II Sumbar.

Karir politik pasangan Irwan Prayitno dan Nevi Zuairina tak hanya sampai di situ saja, lantaran buah hati mereka, yaitu Ibrahim Irwan Prayitno juga akan mencaleg untuk hajatan Pileg 2024 tingkat DPR RI.

Ibrahim tercacat sebagai Bacaleg PKS. Merujuk DCS DPR RI yang diumumkan KPU, Ibrahim bernomor urut 8 dan akan bertarung di Dapil I Sumbar.

Diketahui Dapil I Sumbar meliputi wilayah Padang, Pesisir Selatan, Kepulauan Mentawai, Padang Panjang, Tanah Datar, Solok, Kabupaten Solok, Solok Selatan, Sawahlunto, Sijunjung dan Dharmasraya.

Untuk diketahui juga, besan Irwan Prayitno dan Nevi Zuairina, Hermanto juga kembali mencalon sebagai anggota DPR RI Dapil I Sumbar. Di DCS, ia bernomor urut 2.

Baca juga: Mantan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno Optimis Dapat Kursi DPR RI Dapil III Sumut

Hermanto ialah petahana DPR RI Dapil I Sumbar, pada Pileg 2019 lalu ia berhasil meraih satu kursi legislator dan berkantor di Senayan.

Informasi yang dihimpun TribunPadang.com, menantu Irwan Prayitno, yaitu Irfan Aulia juga tercantum di DCS DPR RI. Irfan yang juga berbaju PKS maju di Dapil Kepulauan Riau dan bernomor urut 2.

Irwan Prayitno yang dikonfirmasi TribunPadang.com pada Senin (21/8/2023) malam membenarkan bahwa ia, istri, anak, besan dan menantunya akan mencaleg tingkat DPR RI dari partai yang sama, yakni PKS.

Menurutnya, dinasti politik itu sah-sah saja selama tidak menggunakan kekuasaan dan memang calon yang bersangkutan punya kompetensi.

"Yang jadi masalah kalau mereka memanfaatkan kekuasaan bapaknya. Kalau dia mampu, potensinya bagus, punya keinginan, kan tak ada masalah. Selain itu tidak ada aturan dan norma yang dilanggar," ujar Irwan Prayitno.

Sebelumnya, Irwan Prayitno menjelaskan bahwa sebenarnya ia sudah tidak berminat menduduki kursi pejabat publik, namun keikutsertaannya sebagai Caleg untuk 2024 nanti karena perintah partai.

"Ketika banyak orang yang masuk ke politik tanpa kompetensi. Saya punya kompetensi, siapa yang meragukan saya. Kenapa saya ndak boleh masuk (ke politik)?," ujar Gubernur Sumbar periode 2009-2014 dan 2014-2019 ini.

Lalu, ia meluruskan komentar miring soal dinasti politik, kala istri dan anaknya juga akan mencaleg di pemilu 2024.

"Misalnya di saya, anak saya 10 orang, bapaknya politisi, ibunya politisi, masa anaknya satu masuk politik aneh. Malah aneh ketika anak saya 10 orang tak satu pun jadi politisi. Selain itu anak saya kerja profesional, dokter, di perusahaan, bisnis, cuma satu saja masa dipersoalkan," tambahnya.

Terkait putranya yang maju di Pileg 2024 nanti, Irwan Prayitno mengaku tidak sekalipun mendorong Ibrahim untuk terjun ke dunia politik.

Malah, kata dia, mulanya Ibrahim telah digaet oleh partai lain, bukan PKS

"Awalnya, tanpa saya ketahui sudah ada partai yang menggaet Ibrahim untuk Caleg DPR RI, awalnya dia tak enak juga kalau di PKS karena ada ayah ibunya," ujarnya.

"Namun akhirnya PKS Sumbar mengajak Ibrahim, saya minta tanya langsung ke Ibrahim. Akhirnya Ibrahim di deketin PKS, supaya satu jalur dengan ayah ibunya dan kampanyenya enak. Sebenarnya saya juga ndak mau, cukuplah ibu, tapi ketika anak saya berkeinginan tentu saya ndak bisa larang," lanjut Irwan Prayitno.

Sementara soal istrinya, Irwan Prayitno juga membeberkan bahwa Nevi Zuairina terjun ke dunia politik itu setelah dirinya 20 tahun menjabat di legislatif dan eksekutif.

Istrinya, Nevi Zuairina pertama kali mencaleg pada 2019, saat Irwan Prayitno memasuki 10 tahun kepemimpinannya sebagai Gubernur Sumbar.

"Istri saya bisa ngalahin incumbent, artinya istri saya bekerja dan punya potensi, bukan karena suami," ujar dia.

Balik lagi, kata dia, yang tak diperbolehkan dalam hal ini ialah mengandalkan kekuasaan keluarga. "Sekarang saya tak punya kekuasaan, Ibrahim maju karena keinginan sendiri," imbuhnya.

Di samping itu, Irwan Prayitno menyinggung bahwa hal yang dialaminya juga terjadi di politik nasional, bahkan hingga ke Sumbar.

Irwan Prayitno menyebut, hal itu terjadi bukan hanya di partainya, melainkan di partai lain atau politisi lain di Sumbar.

Ia menyebut bahwa dalam hal ini publik tentu bisa menyoroti juga politisi lain yang keluarganya maju sebagai Caleg.

"Kini, hak masyarakatlah untuk memilih siapa calon terbaik yang punya kompetensi, kalau tidak suka dengan calonnya ya tak usah dipilih," pungkas dia.

Analisa Pengamat Politik Universitas Andalas Andri Rusta

Pengamat politik dari Universitas Andalas, Andri Rusta menyebut bahwa dinasti politik secara aturan memang tidak ada yang dilanggar. Setiap warga negara punya hak memilih dan dipilih. 

Namun Andri hanya menyoroti dinasti politik dalam etika berdemokrasi.

Menurut dia, dinasti politik menggambarkan dua hal. Pertama, dinasti politik yang terjadi di Indonesia membuktikan bahwa partai politik gagal untuk dalam hal kaderisasi.

"Artinya parpol kekurangan tokoh dan kader untuk dijadikan tokoh politik untuk menduduki jabatan-jabatan politik," ujar Andri Rusta pada Selasa (22/8/2023).

Artinya, parpol juga tidak bisa memilih kader dan menunjukkan kader-kader berkualitas selain di lingkaran parpol itu.

Tak dipungkiri, katanya praktik dinasti politik ini terjadi di partai-partai besar dan sudah punya basis suara.

Kedua, dinasti politik bisa juga dimaknai sebagai 'aji mumpung' yang dimanfaatkan politisi.

"Mumpung suaminya menjabat sebagai gubernur, dia mencalonkan sebagai anggota DPR, suara si bapak sudah cukup lumayan, anaknya ikut di pemilihan yang sama," kata dia.

"Berkenaan dengan itu, ya pemilu dan demokrasi di Indonesia masih gitu-gitu saja," tambah peneliti Spektrum Politika Institute ini.

Bila dinasti politik terus terjadi, menurut Andri akan jadi preseden buruk bagi demokrasi, meski kata dia, tak ada aturan yang dilanggar.

"Kita tentu ingin keberagaman dan kualitas untuk mewakili berbagai lapisan masyarakat. Jangan sampai kepentingan keluarga di atas kepentingan publik," ujar dia.

Pentingnya Pencerdasan Pemilih

Andri Rusta menyebut bahwa masyarakat pemilih harus semakin cerdas untuk memilih calon wakil rakyat atau pemimpin di pemilu ke depannya. Hal itu juga dilontarkannya terkait dinasti politik yang menjamur di Indonesia, dan juga di Sumbar.

"Sekarang tinggal lagi mencerdaskan masyarakat untuk memilih kandidat yang berkompeten. Kalau kandidat berasal dari dinasti politik ini hanya menumpang nama saja dari keluarga, tentu PR bersama bagi masyarakat untuk tidak memilihnya," kata Andri.

Ia menilai masyarakat tentu berharap ada variasi di jajaran anggota legislatif. Selayaknya, kata dia, di kursi dewan atau kepala daerah itu ada keberagaman, sehingga meningkatkan kualitas untuk mewakili berbagai lapisan masyarakat.

"Nanti kalau mereka yang terpilih itu-itu saja tidak sehat juga demokrasi kita," ujar dia.

"Kalau memang seorang calon berkompeten silakan dipilih, dan jika ada calon lain demi keberagaman demi tak ada monopoli kekuasaan dari kelompok tentu kita berharap ada varian atau penyegaran di legislatif nantinya," tambah Andri.

Terakhir, pengajar di Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas ini berharap masyarakat juga mesti lebih partisipatif, sehingga aspirasi politik juga harus ditingkatkan.

________________
Baca berita TribunPadang.com terbaru di Google News

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved