Pemilu 2024

Ali Mukhni Tinggalkan Perindo Gabung Nasdem, Asrinaldi Singgung Efek Capres Anies Baswedan

Ali Mukhni bergabung ke NasDem melihat realita masyarakat Sumbar yang cenderung mendukung Bacapres dari Koalisi Perubahan yakni Anies Baswedan.

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: afrizal
TribunPadang.com
Kolase foto Ali Mukhni dan Anies Baswedan. Pengamat menilai kepindahan mantan Bupati Padang Pariaman itu efek pencapresan Anies Baswedan. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG- Pakar politik dari Universitas Andalas Prof Asrinaldi menganalisa bahwa terdapat sejumlah faktor yang mendasari mantan Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni yang mundur dari Perindo dan kini berlabuh ke NasDem.

Asrinaldi memperkirakan, faktor internal kelembagaan bisa menjadi salah satu alasan mundurnya Ali Mukhni meskipun baru bergabung di di Perindo beberapa bulan terakhir.

"Tentu ada hal-hal prinsipil yang bisa jadi tak bisa dipenuhi DPP Perindo, sehingga Ali Mukhni sebagai tokoh yang punya basis dukungan khususnya di Padang Pariaman itu akan merugikannya sebagai bacaleg, dan hal ini yang membuat dia berpikir mundur dari Perindo dan pindah ke NasDem," ujar Asrinaldi kepada TribunPadang.com, Rabu (26/7/2023).

Baca juga: Pengamat Nilai Keputusan Ali Mukhni Tinggalkan Perindo dan Gabung Nasdem Efek Anies Baswedan

Faktor eksternal di sisi Perindo menurutnya juga menjadi alasan hingga Ali Mukhni memutuskan mundur dan bergabung ke NasDem.

Barangkali, katanya, faktor eksternal yang mendasari keputusan Ali Mukhni bergabung ke NasDem ialah melihat realita masyarakat Sumbar yang cenderung mendukung Bacapres dari Koalisi Perubahan yakni Anies Baswedan.

"Hal itu (efek Anies) menurut saya juga menjadi salah satu pertimbangan bagi Pak Ali Mukhni. Itu juga dirasa membuka peluang bagi dirinya untuk mendapatkan efek Anies sebagai bakal calon anggota legislatif dari NasDem," jelas Asrinaldi.

Lebih lanjut Asrinaldi menilai, keputusan Ali Mukhni hengkang dari Perindo juga dirasa merugikan terhadap partai besutan Hary Tanoesoedibjo itu, karena perilaku memilih masyarakat yang cenderung memilih figur.

Baca juga: Ketua DPW NasDem Sumbar Bersyukur Ali Mukhni Segera Gabung Usai Mundur dari Perindo

Sementara, figur seperti Ali Mukhni, lanjutnya, dibutuhkan Perindo untuk mendulang suara di pemilu 2024, karena Ali Mukhni pernah menjabat sebagai Bupati Padang Pariaman selama dua periode serta pernah jadi bakal calon Wakil Gubernur Sumbar pada 2020 lalu yang tentu punya pendukung suara di beberapa daerah.

"Tentu juga merugikan Perindo menurut saya, tapi mungkin Perindo sudah memperhitungkan itu.
Bagaimanapun Perindo butuh suara besar untuk lolos di Parliamentary Treshold, Sumbar walaupun suaranya tidak terlalu besar pemilihnya, tapi bisa memberikan kontribusi tambahan dukungan di tingkat nasional, dan ini jelas merugikan Perindo," terang Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas ini.

Di samping itu, ia menilai bahwa Ali Mukhni yang hanya lima bulan di Perindo dan seketika pindah ke NasDem adalah hal yang biasa di dunia politik.

Menurutnya, tak ada etika politik yang dilanggar Ali Mukhni, lantaran tiada hukum positif atau Undang-undang yang mengatur tentang hal itu.

Baca juga: Tinggalkan Perindo, Ali Mukhni Ngaku Diminta Gabung Nasdem, Sebut Berdasar Saran Tokoh dan Ulama

"Bicara etika politik di komunitas politik, komunitas politik ini kan kita tahu etika ini dikesampingkan, makanya kita sering temukan pindah atau lompat partai, itu sesuatu yang biasa saja dianggap partai politik," imbuh dia.

Etika politik, kata dia, memang sering disebut politisi, namun dalam praktik politiknya tak pernah dilakukan, makanya sering temukan politisi yang loncat partai, dukungan berpindah, hingga pengkhianatan. Menurutnya, hal-hal semacam itu biasa-biasa saja di politik Indonesia.

Bila memang etika politik itu perlu dijunjung politisi, maka mesti harus ada norma yang diatur dalam hukum positif seperti yang sudah dilakukan di negara tetangga Malaysia.

"Undang-undang yang mengatur loncat-loncat partai itu tak ada, berani gak politisi kita membuat seperti itu? Kalau gak berani ya etika politik itu hanya pemahaman masing-masing saja, hal-hal yang bersifat idealis tapi naif jadinya, karena mereka juga butuh dukungan dan menciptakan peluang untuk dipilih," tutur peneliti utama di Spektrum Politika Institute ini.

Halaman
123
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved