Citizen Journalism
Menguji Netralitas ASN Menjelang Pemilu 2024
PEMILIHAN umum (Pemilu) merupakan perwujudan demokrasi melalui partisipasi masyarakat secara langsung. Pemilu merupakan mekanisme penyeleksian dan ...
Oleh Daffa Fakhri Al Kautsar, Divisi Penelitian dan Pengembangan HMJ-IP FISIP dan Mahasiswa Universitas Andalas.
__________
PEMILIHAN umum (Pemilu) merupakan perwujudan demokrasi melalui partisipasi masyarakat secara langsung. Pemilu merupakan mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercaya (Ramlan, 1992). Artinya bahwa dalam proses Pemilu, rakyat memilih calon berdasarkan mekanisme-mekanisme ataupun aturan yang telah ditetapkan penyelenggara Pemilu. Dalam proses Pemilu masyarakat akan memilih calon-calon yang dianggap layak melalui kriterianya masing-masing.
Pemilu 2024 merupakan Pemilu pertama yang diadakan secara serentak di Indonesia. Dalam prosesnya, pemilih mendapatkan surat suara yang harus dicoblos yakni Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD serta kepala daerah seperti Gubernur dan Bupati/Wali Kota. Fenomena ini merupakan hal yang baru dalam demokrasi di Indonesia karena baru diadakan pertama kalinya.
Demokrasi dapat berjalan lancar dalam Pemilu 2024 salah satunya adalah faktor netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN merupakan motor penggerak birokrasi dan sangat berperan penting dalam kemajuan demokrasi. Namun demikian, sistem birokrasi dan pemerintahan di Indonesia yang kebanyakan dipimpin oleh pejabat politik membuat kedudukan ASN berpotensi terlibat dalam politik praktis.
Salah satu aspek yang penting agar ASN tampil profesional adalah dengan menjaga jarak dengan kekuatan-kekuatan politik. Namun, hal ini bukanlah hal yang mudah karena ASN justru dipimpin oleh pemimpin politik (Hamid, 2011).
Netralitas merupakan salah satu asas yang sangat penting untuk diterapkan dalam upaya mewujudkan ASN yang profesional. Netralitas ASN berkaitan dengan impartiality, dimana seorang pegawai ASN harus bersikap adil, objektif, tidak bias, bebas pengaruh, bebas intervensi, bebas dari konflik kepentingan, dan tidak berpihak pada siapa pun.
Menegakkan netralitas ASN, pemerintah telah membentuk sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) beserta perubahannya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, dan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Berdasarkan hasil kajian Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyebut bahwa tren pelanggaran netralitas ASN mulai meningkat menjelang Pemilu 2024 dan diprediksi akan terus bertambah. Hal itu diungkapkan Ketua KASN Agus Pramusinto setelah menekan perjanjian kerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI pada Selasa, 31 Januari 2023.
Tren pelanggaran netralitas sudah mulai meningkat, kalau dilihat data KASN 2022 terdapat 15 ASN yang melanggar netralitas yang mengarah kepada kontestasi politik ujar Agus dalam sambutannya. Angka ini tentu saja berpotensi meningkat pada 2023 dan 2024 seiring dengan bergulirnya tahapan Pemilu dan pemilihan serentak 2024.
Faktor Pengaruh Netralitas ASN
Faktor yang mempengaruhi netralitas ASN dapat dilihat dari tiga perspektif, yakni dari sisi kepala daerah incumbent, kepala daerah baru yang akan maju (eksternal), dan ASN (internal). Dari sisi kepala daerah incumbent, ada tiga faktor yang mendorong ASN tidak netral.
Pertama, ongkos politik yang besar untuk maju dalam Pilkada dan tidak sebanding dengan gaji yang diperoleh sebagai kepala daerah sehingga memanfaatkan APBD dan ASN untuk pencalonannya kembali dalam Pilkada dalam bentuk pemberian dana bantuan kepala daerah padahal dana APBD. Kedua, ASN memiliki jaringan yang luas sampai ke level desa yang mana hal ini diperlukan oleh kepala daerah untuk mengampanyekan secara terselubung. Ketiga, informasi dan data-data dari pemerintahan daerah di pegang oleh ASN, untuk ingin mengetahui informasi dan data dari pemerintah daerah, makanya kepala daerah menguasai ASN.
Sementara itu, dari perspektif kepala daerah baru yang akan maju yang menjadi dua faktor adalah pertama ASN di imingi kenaikan jabatan dan kedua menguasai ASN untuk memperoleh kekuatan politik. Karena hal ini dilakukan kepala daerah baru yang akan maju untuk menyaingi incumbent dan saingan lainnya dalam kontestasi Pilkada. ASN tentu akan tergiur karena imingan tadi dan feedback-nya adalah ASN membantu mengkampanyekan kepala daerah.
Terakhir, dari perspektif ASN, ada tiga faktor yang mempengaruhi netralitas dalam Pilkada. Pertama, belum optimalnya sanksi dan penerapan regulasi netralitas ASN yang nyata dan membuat jera para ASN. Kedua, budaya patronase ASN sangat kental dalam internal birokrasi sehingga sulit untuk dihilangkan. Ketiga, janji manis dan imingan kenaikan jabatan yang diberikan calon kepala daerah jika mendukungnya.
MAN IC Padang Pariaman Menebar Harapan Jemput Masa Depan: Berakit-rakit ke Hulu, Berenang ke Tepian |
![]() |
---|
Kuliah Kerja Nyata: Program Mahasiswa di Indonesia Serupa, Bakti Siswa & Magang Industri di Malaysia |
![]() |
---|
Opini Ruang Kota Tanpa Asap: Car Free Day Antara Negara Serumpun Indonesia & Malaysia |
![]() |
---|
Opini Bahasa Melayu: Bila Percuma di Malaysia, Gratis di Indonesia |
![]() |
---|
UNP Pelatihan Emotional Spritual Question di SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.