Stasiun Solok, Saksi Sejarah Kejayaan Kereta Api di Sumbar yang Kini Terbengkalai
Menurut warga sekitar stasiun Solok, gerbong kereta bewarna kuning itu pernah beroperasi dari tahun 2009 s.d 2014, melayani rute Batutabal-Sawahlunto
Penulis: Nandito Putra | Editor: Rahmadi
"Dulu digunakan untuk kereta wisata setiap akhir pekan yang melewati jalur di tepi danau Singkarak," kata Jumadil, 59 tahun.
Baca juga: Minimalisir Kecelakaan Perlintasan Sebidang Kereta Api, Gubernur Sumbar: Optimalkan Jalan Inspeksi
Syahrial, 69 tahun, ingat betul kapan terakhir kali mendengarkan suara peluit tanda kereta batu bara siap melaju meninggalkan Stasiun Solok.
"Hari Senin di Minggu terakhir bulan Oktober 2003," kata pensiunan Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) ini kepada Tribunpadang.com, Selasa (8/11/2022).
Di tahun 2003 itu pula, kata Syahrial, jalur Sawahlunto-Padangpanjang dinonaktifkan. Kemudian disusul dengan penonaktifan jalur Padang Panjang-Lubuk Alung.
Sejak saat itulah, kata Syahrial, stasiun Solok mulai dilupakan.
"Ini adalah stasiun persilangan yang cukup sibuk, 24 jam kereta mengangkut batu bara berhenti, susul menyusul dengan lokomotif sebelum menaiki rel bergerigi di stasiun Batutabal menuju Padang Panjang," katanya.
Baca juga: Liburan dengan Kereta Api Perintis Lembah Anai, Cukup Beli Tiket Rp 3.000 per Penumpang
Ia menceritakan, di tahun 1980-an, stasiun solok juga memainkan peran penting bagi distribusi hasil bumi.
Ia mengatakan, kehadiran stasiun ini kemudian membentuk cikal bakal berdirinya pasar Raya Solok di dekat tempat yang kini dijadikan terminal.
"Di samping dipo lokomotif itu ada gudang penyimpanan hasil bumi sebelum dibawa menuju Padang Panjang," katanya.
Sekarang kejayaan Stasiun Solok tinggal kenangan. Sebagai saksi berkembangnya transportasi perkeretaapian dan industri tambang batubara Ombilin, ia masih tersimpan rapi di ingatan Syahrial dan mungkin juga sebagian kecil masyarakat yang peduli.