Gempa Mentawai
Delapan Rumah Warga Rusak Akibat Gempa Mentawai, Tiga di Desa Simalegi dan Lima di Desa Simatalu
Sebanyak delapan rumah warga mengalami kerusakan akibat gempa yang melanda Kepulauan Mentawai pada Senin (29/8/2022) lalu
Penulis: Rima Kurniati | Editor: afrizal
Selain itu, masyarakat tetap memperhatikan lingkungan di dalam rumah, misalnya lemari yang berpotensi roboh atau peralatan rumah tangga yang berpotensi jatuh ke bawah.
"Hal yang terpenting secara geografis kita tinggal di tempat itu (daerah rawan gempa) pesisir barat, harus kenali karakteristik alamiahnya," ujar dia.
Dijelaskannya, upaya keselamatan juga tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada teknologi yang diupayakan pemerintah, karena fenomena geologi lebih banyak dari apa yang manusia ketahui.
Imbauan BNPB
Dilansir TribunPadang.com, pasca Gempa Mentawai berkekuatan M 6,1 mengguncang Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat pada Senin (29/8/2022) pukul 10.29 WIB.
Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengimbau agar masyarakat Siberut Barat yang mengungsi ke arah perbukitan pasca gempa dapat segera kembali ke rumah masing-masing.
Ia mengatakan, gempa bumi yang terjadi siang hari tersebut tidak menimbulkan tsunami.
Abdul menyampaikan, masyarakat dapat kembali ke rumah namun tetap waspada.
"Kita mesti dalam kesiapsiagaan gempa, waspada boleh, takut jangan. Kalau takut akan menimbulkan kepanikan," kata Abdul saat konferensi pers BNPB pada Selasa (30/8/2022) sore.
Ia berharap masyarakat mulai mengenali gejala alam gempa bumi tersebut, sehingga tahu langkah yang dilakukan saat terjadi gempa.
Abdul mengatakan, dalam catatan BNPB ada sekitar 14 kali gempa yang terjadi pada hari Senin (29/8/2022), namun tidak signifikan merusak bangunan atau infrastruktur.
Lalu, masyarakat direkomendasikan untuk kembali ke rumah namun dengan syarat kondisi rumah pasca gempa kemarin tidak mengalami kerusakan berat.
Selain itu, masyarakat mesti memperhatikan bangunan rumah atau tempat tinggal sudah sesuai standar kegempaan, dimana setiap rumah mesti memiliki pondasi yang kuat.
Ia menilai, 2.000 orang lebih yang mengungsi di Siberut Barat itu karena kondisi psikologis dampak gempa pada 2007 dan 2010.
"Kondisi psikologis gempa 2007 dan tsunami 2010 mengakibatkan masyarakat lebih memilih lari ke bukit meski siang hari informasinya turun lagi dan malam ke ketinggian lagi untuk berjaga-jaga," kata Abdul.
Baca juga: Akibat Curah Hujan Tinggi, Dua Korong Terdampak Banjir di Padang Pariaman