Tabuik Pariaman
Cerita Yuni yang Pulang Kampung dari Bengkulu Demi Lihat Tabuik Pariaman
Yuni jauh-jauh datang dari Provinsi Bengkulu ke Kota Pariaman, Sumatra Barat (Sumbar) untuk menyaksikan Pesona Hoyak Tabuik Pariaman 2022.
Penulis: Muhammad Fuadi Zikri | Editor: Rizka Desri Yusfita
Laporan Reporter TribunPadang.com, Muhammad Fuadi Zikri
TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Yuni jauh-jauh datang dari Provinsi Bengkulu ke Kota Pariaman, Sumatra Barat (Sumbar) untuk menyaksikan Pesona Hoyak Tabuik Pariaman 2022.
Janjian dengan kerabatnya yang berdiam di Provinsi Sumatra Selatan, ia melepas rindu dengan pergelaran budaya Tabuik Pariaman yang digelar setiap tahun itu.
Namun, tahun ini berbeda bagi Yuni, sebab dua tahun tidak melihat kemeriahan dalam kegiatan tabuik Pariaman.
"Saya rutin melihat tabuik ini setiap tahun."
"Tapi dua tahun belakangan ini kan tidak ada, jadi sekarang saya bahagia bisa melihatnya lagi," ujar Yuni yang masih fasih berbahasa Minangkabau.
Baca juga: Pesona Hoyak Tabuik Pariaman 2022, Pengunjung Tumpah Ruah di Simpang Tabuik dan Pasar Pariaman
Perempuan paruh baya itu berkisah, sejak kecil bersama keluarga dan teman-temannya tak pernah melewatkan 'hoyak tabuik'.
Di Kota Pariaman, ia tinggal tak jauh dari Polsek Pariaman dan telah merantau ke Bengkulu bertahun-tahun lamanya.
Demikian juga dengan kerabatnya yang merantau ke Sumatra Selatan.
"Tahun sekarang semakin ramai, mungkin ini yang teramai," ujarnya dalam bahasa Minangkabau.
Baca juga: Prosesi Tabuik Naiak Pangkek dalam Festival Hoyak Tabuik Pariaman 2022, Cerminkan Kebersamaan
Meski ia dapat menyaksikan rangkaian tabuik tiga hari belakangan sejak kedatangannya di kampung halaman, masih banyak kerabatnya di rantau yang tak bisa pulang.
Tak jarang juga kerabatnya menelepon melalui sambungan video agar dapat pula melihat meriahnya hoyak tabuik.
"Tadi barusan saya video call (telepon video) dengan yang di Medan, Sumatra Utara. Dia tidak bisa pulang," ucapnya.
Yuni mengungkapkan, di Bengkulu tempat ia merantau juga ada kegiatan serupa dengan hoyak tabuik, namanya Tabot.
Namun menurut dia, kegiatan itu tak semeriah yang diselenggarakan di Kota Pariaman.
"Kalau di Bengkulu, tabuiknya kecil-kecil, tidak terlalu meriah, jadi kurang enak menontonnya," tuturnya.
Ia menyebut akan menonton sampai habis hingga sore nanti tabuiknya dibuang ke laut.
"Besok saya balik ke Bengkulu," pungkasnya.