Mengenal Syekh Abdul Majid, Ulama Asal Limapuluh Kota Tinggalkan Keluarga untuk Timba Ilmu Agama
Syekh Abdul Majid ini dulunya bernama Baheramsyah Latif, Syekh Abdul Majid lahir di Koto Baru, Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh
Penulis: Muhammad Fuadi Zikri | Editor: afrizal
TRIBUNPADANG.COM, PAYAKUMBUH- Syekh H. Abdul Majid merupakan salah seorang ulama di Sumatra Barat (Sumbar) asal Limapuluh Kota.
Nama Syekh Abdul Majid memang tidak terlalu masyur.
Namun ia termasuk orang yang cukup berpengaruh di kampung halamannya.
Baca juga: Mengenal Sosok Syekh Abdul Wahab, Ulama Penyebar Agama Islam di Ranah Lansek Manih
Baca juga: KH Abdul Rasyid Abdullah Syafiie Wafat, Zulhas: Sosok Ulama Karismatik dan Guru Panutan
Dia pernah menjabat sebagai Wali Hakim dan menjadi guru agama bagi banyak orang di beberapa sekolah di Kabupaten Limapuluh Kota pada masanya.
Pada Rabu pagi yang cerah, TribunPadang.com berkunjung ke Surau peninggalannya yang tak jauh dari Kantor Wali Kota Payakumbuh.
TribunPadang juga berkesempatan berbincang dengan kemenakannya, Amnizar Ismail (80), sekaligus ahli waris Syekh Abdul Majid.
"Syekh Abdul Majid ini dulunya bernama Baheramsyah Latif, dia kakak pertama dari orang tua (perempuan) saya," ujarnya mengawali.

Amnizar Ismail mengatakan, Syekh Abdul Majid lahir di Koto Baru, Kecamatan Payakumbuh Barat, Kota Payakumbuh (dulu Limapuluh Kota).
Syekh Abdul Majid merupakan anak pertama dari pasangan Abdul Latif dengan Maimunah yang memiliki enam anak, empat laki-laki dan dua perempuan.
"Saya tidak terlalu ingat tanggal lahirnya, tapi setahu saya umur mamak (paman) saya ini lebih dari 60 tahun," kata mantan guru SMA itu.
Syekh Abdul Majid merupakan seorang yang taat agama.
Amnizar menyebut pamannya sering berguru ke berbagai daerah di Ranah Minang.
Salah satu daerah yang sering didatanginya adalah Mungka, Limapuluh Kota, daerah kelahiran syekh masyur bernama Muhammad Saat Al-Khalidi Mungka.
"Dari kecil beliau memang suka mengaji, beliau juga suka pergi-pergi ke daerah lain untuk mengaji," ucap Amnizar.
Ayah Syekh Abdul Majid merupakan seorang petinggi di tempat pemotongan hewan di daerah Limapuluh Kota.
Amnizar menyebut tempat kakeknya bekerja itu sering dijadikan sebagai tempat berjudi oleh kebanyakan orang, terutama oleh pekerja di sana.
Kekhawatiran Syekh Abdul Majid terhadap ayahnya yang rentan terpengaruh, kata Amnizar, pun mengajak ayahnya untuk pergi haji ke Makkah.
Di samping menguatkan ilmu keagamaan ayahnya, Syekh Abdul Majid juga berkeinginan kuat untuk menimba ilmu di tanah nan suci tersebut.
"Di umur 25, beliau ingin sekali belajar ilmu agama di Makkah, diajaklah ayahnya ke naik haji. Dia juga takut ayahnya terpengaruh di tempat kerjanya," tuturnya.
Tinggalkan Keluarga untuk Pertajam Ilmu Agama
Amnizar berkisah, sebelum berangkat haji, Syekh Abdul Majid dinikahkan oleh bibinya dengan seorang perempuan bernama Ramalah.
Beberapa hari setelah menikah, Syekh Abdul Majid pun berangkat ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam ke-5 bersama ayahnya dengan menumpangi kapal.
"Untuk tahunnya saya kurang ingat," imbuhnya.
Saat jadwal pulang haji tiba, lanjur Amnizar, Syekh Abdul Majid memilih untuk menetap di Makah, mengikuti keinginan awalnya untuk belajar ilmu agama.
Sementara itu, ayahnya yang tak bisa berlama-lama di tanah suci pulang sendirian dengan menumpangi kapal.
Dalam perjalanan pulang, ayah Syekh Abdul Majid menderita sakit yang kemudian meninggal dunia saat kapal yang ditumpangi transit di Betawi (Jakarta).
"Keluarga dapat kabar ayah Syekh Abdul Majid ini meninggal di Betawi, dan dimakamkan di sana, di Pekuburan Karet," kata Amnizar.
"Sedangkan Syekh Abdul Majid ini sendiri tidak ada kabar di Makkah, beliau tidak pernah berkirim surat, menitip kabar kepada sesiapa," sambungnya.
Amnizal mengungkapkan, keluarga, terutama ibu dan istri Syekh Abdul Majid baru mendapat kabar keberadaannya.
Kabar ini dititipkan oleh seorang pedagang asal Minangkabau yang menetap di Makkah kepada salah seorang warga Limapuluh Kota yang menunaikan haji.
"Sekitar lima tahun tidak dapat kabar, keluarga baru dapat kabar keberadaan Syekh Abdul Majid, saat itu ibu dan istrinya sangat senang, apalagi kabarnya Syekh Abdul Majid akan pulang," tuturnya.
Syekh Abdul Majid pulang ke tanah kelahirannya dengan nama baru, yaitu nama yang ia pakai hingga sekarang, Syekh Abdul Majid.
"Tiba waktunya Syekh Abdul Majid pulang, beliau menceritakan ke ibu dan istrinya kalau dia menimba ilmu agama di Makkah," ungkap Amnizar.
Syekh Abdul Majid yang pulang ke Limapuluh Kota akhirnya dipercaya oleh pemerintah setempat untuk menjadi wali hakim.
Ia diberi jabatan untuk mengurus perkara perkawinan di tengah masyarakat, terutama kasus perceraian.
"Tahunnya saya tidak ingat," timpal Amnizar.
Selain itu, karena ilmu pengetahuan agamanya yang kuat, Syekh Abdul Majid juga menjadi guru agama si sejumlah sekolah di Limapuluh Kota.
Selain itu, ia juga mendirikan sebuah surau di tanah orang tuanya sebagai tempat ia mengadakan pengajian dan salat berjamaah.
"Surau beliau ada dua, dulu dekat SD 03 sana, sekarang Surau Batu yang masih berdiri, itu suraunya dua tingkat yang bahan bangunannya dari kapur putih," terang Amnizar.
"Semenjak di kampung, beliau ini sering didatangi orang dari banyak daerah. Sampai sekarang masih banyak orang yang berziarah ke makam nya," pungkasnya. (*)