Ketua DPRD Solok Laporkan Bupati Solok ke KPK, Dugaan Tindak Pidana Korupsi 4 Kasus yang Berbeda
Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra melaporkan Bupati Kabupaten Solok Epyardi Asda ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TRIBUNPADANG.COM- Ketua DPRD Kabupaten Solok Dodi Hendra melaporkan Bupati Kabupaten Solok Epyardi Asda ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dodi Hendra mengaku melaporkan Bupati Kabupaten Solok Epyardi Asda ke KPK terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi di empat kasus yang berbeda.
Salah satunya mengenai pelanggaran reklamasi Danau Singkarak.
Baca juga: Kadinkes Sumbar Ungkap Gejala Hepatitis Misterius yang Ditemukan pada Bayi Asal Kabupaten Solok
Baca juga: Setiap Hari, Lahan di Kabupaten Solok Terbakar, Kasat Pol PP dan Damkar: Minimal 3 Titik Sehari
Plt Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, pihaknya telah menerima laporan tersebut di bagian persuratan.
"Benar, ada laporan pengaduan tersebut yang diterima bagian persuratan KPK," kata Ali kepada Tribunnews.com, Kamis (9/6/2022).
Ali menyebutkan komisi antikorupsi akan segera menindaklanjuti laporan dimaksud.
"Segera KPK tindaklanjuti dengan lebih dahulu dilakukan verifikasi dan telaah atas informasi dan data dimaksud," imbuhnya.
Dodi menjelaskan, dari empat kasus tersebut total kerugian negara ditaksir mencapai Rp18,1 miliar.
Dia merinci, kasus pertama terkait reklamasi Danau Singkarak diduga merugikan negara sebesar Rp3,3 miliar.
"Yang kedua terkait hibah jalan eksisting ke kawasan wisata Chinangkiek yang merupakan daerah wisata milik pribadi Bupati Solok Epyardi Asda yang diduga kerugian negara mencapai Rp13,1 miliar," paparnya.
Kasus ketiga, kata Dodi, diduga Bupati Solok Epyardi Asda kerap memerintahkan SKPD Pemda Kabupaten Solok melakukan rapat dan pertemuan di daerah wisata Chinangkiek milik pribadinya dengan menghabiskan total dana APBD Kabupaten Solok sebesar Rp1,2 miliar.
Ditambah, kawasan tersebut juga diduga belum memiliki izin dan amdal wisata.
"Dan yang keempat, terkait pengangkatan pensiunan PNS jadi Plh Sekda Solok, yang diduga kerugian negara kurang lebih mencapai Rp500 juta untuk biaya gaji dan tunjangan jabatan," jelasnya.
"Diduga penyalahgunaan wewenang terkait pengangkatan orang yang sudah pensiun, diangkat kembali oleh Bupati Solok saudara Epyardi Asda," ditambahkan Dodi.
Dari keempat kasus dugaan korupsi tersebut, pihaknya sangat menyoroti masalah reklamasi Danau Singkarak.
Sebab, perusahaan swasta yang menggarap proyek reklamasi Danau Singkarak itu adalah perusahaan milik keluarga Bupati Solok Epyardi Asda, yaitu PT Kaluku Indah Permai dan CV Anam Daro.
"Di mana penanggung jawab dari PT Kaluku Indah Permai dan CV Anam Daro ini adalah sanak keluarga dari Bupati Solok Epyardi Asda," ungkapnya.
"Jadi ini sebenarnya dari 2016. 2016 bupati sendiri sudah mereklamasi danau tersebut, yang mana pertama itu PT Kaluku punya Bupati," kata Dodi.
Dodi menjelaskan, saat ini kedua perusahaan tersebut telah mendapatkan sanksi administratif terkait pelanggaran pemanfaatan ruang di Danau Singkarak.
Kedua perusahaan tersebut diminta melakukan pemulihan lahan seperti semula paling lambat 4 bulan terhitung sejak ditandatanganinya surat keputusan pengenaan sanksi administratif.
"Namun setelah komitmen tersebut berjalan selama 4 bulan, tepatnya di tanggal 28 Mei 2022 lalu, kondisi saat ini di kawasan reklamasi tersebut masih belum tuntas," imbuhnya.
Bahkan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) juga melihat pembangunan di lokasi sekarang melanggar sejumlah aturan.
Pertama, pembangunan dilakukan di lokasi bekas reklamasi yang dulunya telah dinyatakan ilegal.
Kedua, tidak ada dokumen terkait lingkungan baik di provinsi maupun pihak Pemkab Solok.
"Pelanggaran selanjutnya terjadi pada Perda Tata Ruang. Pelanggaran mengacu pada Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Solok, bahwa yang direklamasi itu adalah kawasan lindung. Bukan peruntukan untuk pembangunan objek wisata," papar Dodi.
Berdasarkan data dari Walhi, Dodi menjelaskan potensi kerugian negara sektor lingkungan akibat reklamasi yang diduga tanpa izin itu mencapai Rp3,3 miliar.
Rinciannya, biaya kerugian ekologis Rp1,2 miliar, biaya ekonomi Rp952 juta, dan biaya lingkungan Rp1,2 miliar.
Potensi kerugian tersebut dianalisis berdasarkan Permen Nomor 7 Tahun 2014 tentang Ganti Rugi Akibat Pencemaran dan atau Kerusakan Lingkungan Hidup, UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara, dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
"Jadi, kami sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok, mewakili masyarakat Kabupaten Solok, memohon perkara dugaan penyalahgunaan wewenang dan indikasi korupsi tersebut di proses sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Ini adalah suara rakyat, suara kabupaten solok. Mudah-mudahan ini [dugaan korupsi] cepat dilakukan [diusut KPK], supaya rakyat di Kabupaten Solok tenang dan nyaman kembali," kata Dodi.
Saat ini reporter TribunPadang.com sedang mengupayakan konfirmasi langsung dengan Bupati Solok Epyardi Asda. (*)