Mengenal Masjid Raya Kubang Putih di Agam, Saksi Sejarah yang Pernah Ditembak Mortir saat PRRI

Sumatera Barat (Sumbar) memang memiliki banyak masjid-masjid tua dengan berbagai cerita sejarah dan keunikannya tersendiri

Penulis: Muhammad Fuadi Zikri | Editor: Mona Triana
TribunPadang.com/Muhammad Fuadi Zikri
Masjid Raya Kubang Putih di  Nagari Kubang Putih, Kecamatan Banuhampu, Kabupaten Agam, Sumbar, Selasa (19/4/2022) 

Tingkat pertama dan dua merupakan ruang tangga spiral menuju tingkat tiga. Setiap tingkat memiliki area balkon keliling.

"Bagian tingkat paling atasnya sudah tidak asli lagi, itu dibangun ulang karena runtuh saat gempa Padang Panjang tahun 1926 dulu," terang Muslim.

Di bagian dalam masjid terdapat empat tiang utama berplester sebagai penopang bangunan.

Tiang-tiang itu layaknya pilar Yunani dengan umpak balok di bagian bawah dan pelipit candi di bagian atas dengan diameter sekitar 50 sentimeter.

Pada langit-langitnya, menjuntai sebuah lampu gantung yang cukup besar.

Sehingga, menambah kesan istana tua yang melekat pada masjid ini.

Namun yang jadi pembeda adalah sebuah mimbar di tengah mihrab. 

Mimbar masjid ini hampir sama dengan mimbar masjid tua lainnya, yaitu pintu masuknya menghadap ke jemaah dan memiliki sejumlah anak anak untuk naik.

"Mimbarnya itu juga terbuat dari kapur," tambah Muslim.

Baca juga: Masjid Jamik Tarok, Masjid Tertua di Bukittinggi yang Pernah Dikunjungi Proklamator Bung Hatta

Baca juga: Mari Semuanya Beramal Jariyah! Pembangunan Masjid Wustha Masih Butuh Uluran Tangan

Dihantam Mortir

Muslim mengatakan, pada masa pemberontakan PRRI, masyarakat Kubang Putih pernah dikagetkan dengan dentuman keras dari arah masjid.

Setelah dilihat, dentuman itu ternyata berasal dari atas masjid yang terkena mortir tentara pusat. Mortir tersebut mendarat di pereng namun bagian itu tidak hancur.

“Mortir itu entah sengaja entah tidak (diarahkan ke masjid), karena tak jauh dari masjid terdapat kediaman rumah Mr. Asssat,” kata Muslim.

Mr. Assaat merupakan tokoh kelahiran Kubang Putih. Ia pernah menjadi Acting Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta dari 27 Desember 1949 hingga 15 Agustus 1950. Namun, belakangan ia terlibat PRRI karena menentang Bung Karno yang mulai melenceng dari konstitusi. (*)

 


 
 
 

Sumber: Tribun Padang
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved