Ramadhan 2022
Mengenal Masjid Raya Pariaman yang Ada Sejak 143 Tahun Silam, Masih Rawat Ornamen Kuno
Masjid Raya Kota Pariaman ialah masjid batu tertua yang ada di Kota Pariaman, Provinsi Sumatera Barat.
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: afrizal
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Wahyu Bahar
TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN- Masjid tua dan bersejarah tidak selamanya harus terbuat dari kayu.
Di Kota Pariaman, Sumatera Barat, terdapat sebuah masjid batu dengan usia sudah ratusan tahun.
Namanya Masjid Raya Pariaman, di Jalan Bagindo Azis Chan Nomor 56 Kelurahan Kampung Perak.
Tempat ibadah ini merupakan masjid batu tertua yang ada di Kota Pariaman, Provinsi Sumatera Barat.
Masjid Raya Pariaman tercatat sebagai cagar budaya dengan nomor inventaris 34/BCB-TB/A/2007.
Baca juga: Mengenal Masjid Usang Pasie, Bukti Syiar Islam yang Sudah Ada Sejak Awal Masa Perang Padri
Baca juga: Seseorang di Bukittinggi yang Diringkus Polisi: Diduga juga Terlibat Aksi, Maling Kotak Infak Masjid
Sekilas, bangunan luar masjid ini terkesan modern karena dipenuhi tembok.
Namun, ternyata di bagian dalam masjid akan tampak ornamen kuno seperti ukiran-ukiran yang ada di dalam masjid.
Hal itulah yang menunjukan bahwa bangunan ini termasuk bangunan tua.
Masjid ini kokoh berdiri sejak 143 tahun yang lalu sesuai hitungan kalender hijriah.
Baca juga: Mengenal Masjid Tablighiyah Garegeh Bukittinggi, Pernah Diresmikan Bung Hatta dan Buya Hamka
Baca juga: Masjid Jamik Mandiangin, Kota Bukittinggi Direnovasi, Syahrizal: Target Rampung 2027 Mendatang
Masjid Raya Pariaman diketahui diprakarsai oleh seorang ulama besar saat itu, yakni Syekh Muhammad Jamil.
Ketua pengurus Masjid Raya Pariaman yang juga seorang cicit dari Muhammad Jamil, Amhar Jamil (64) memperkirakan, masjid ini berdiri sekitar tahun 1883 masehi.

Hal itu artinya masjid ini sudah berdiri sejak 139 tahun dalam kalender masehi.
Amhar menjelaskan bahwa masjid ini tidak pernah sekalipun direnovasi, melainkan hanya dipoles di bagian-bagian tertentu saja, misalnya peremajaan cat bangunan, atau penambahan keperluan lainnya.
Sejak dulunya masjid ini masih dengan bangunan yang sama, termasuk arsitektur atau ornamen-ornamennya.
Kata Amhar, masjid ini dulu diprakarsai oleh kakek buyutnya yaitu Syekh Muhammad Jamil, dan juga dibantu oleh masyarakat setempat.
Bangunan luar masjid ini berwarna putih dan hijau, untuk kapasitas masjid ini dapat menampung sekitar 600 orang jamaah dalam waktu yang bersamaan.

Amhar mengungkapkan, dahulunya masjid raya Pariaman ini bernama Masjid Pasa (Pasar) Pariaman, dan kini sudah berubah nama menjadi Masjid Raya Kota Pariaman.
"Masjid ini awalnya bernama Masjid Pasa (pasar) Pariaman, seiring berjalannya waktu dan pertukaran pemerintahan. Waktu itu zamannya Bupati Anas Malik, jadi pertukaran nama masjid seiring Anas Malik mendirikan kota administratif yaitu Kota Pariaman," ungkap Amhar beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, pembangunan masjid ini pada mulanya dibantu oleh anak-anak nagari Kenagarian Pasa.
"Jadi di kenagarian pasa (pasar) ini ada empat korong dulunya, yaitu korong kampuang perak, korong pasie, korong karan aua dan korong lohong.
Anak-anak nagari inilah yang membantu buya Syekh Muhammad jamil membangun Masjid Pasa Pariaman ini," tutur dia.
Kemudian Amhar mengungkapkan bahwa Masjid Raya Kota Pariaman ini belum pernah direnovasi sekalipun.
Menurutnya, bangunan masjid ini sangat kokoh.
Saat gempa bumi mengguncang Kota Pariaman pada September tahun 2009 lalu, masjid ini tidak terdampak kerusakan sedikitpun.
"Masjid ini tidak pernah direnovasi, dan ini asli semuanya, palingan ada penambahan tanpa mengurangi keaslian dari masjid ini, seperti menambah teras-teras," kata dia lagi.
Ia melanjutkan, awal mula pembangunan masjid ini didahului dengan pembangunan sebuah surau yang persis berada di samping bangunan masjid yang ada saat ini.
"Jadi sebelum masjid raya dibangun, ada Surau Anjuang yang ada di sebelah masjid ini. Sebelum masjid ini berdiri, Syekh Muhammad Jamil terlebih dahulu sudah membangun Surau Anjuang, sekira 30 tahun sebelum adanya Masjid Pasar Pariaman," tambahnya.
Amhar mengatakan, pada akhir abad ke-12 kalender hijriah itu, Syekh Muhammad Jamil berdakwah mengembangkan Agama Islam di Surau Anjuang itu.
Lebih lanjut kata dia, dulunya, anak-anak nagari belajar Agam Islam di Surau Anjuang itu.
"Syekh Muhammad Jamil mengajar anak nagari mulai dari korong kampuang perak, korong lohong, korong karan aua, korong pasia. Bukan itu saja, termasuk anak nagari subarang aia pampan juga, mereka mengaji ke sini," ucap dia.
Kemudian ia melanjutkan, untuk kepemimpinan dan kepengurusan Masjid Raya Kota Pariaman ini, setelah Syekh Muhammad Jamil wafat, yang mengurus masjid ini ialah anaknya yaitu Muhammad Yusuf Jamil.
Kemudian digantikan oleh cucunya yang bernama Marwan Jamil, dan kemudian digantikan oleh Amhar Jamil hingga saat ini.
Artinya, masjid ini dibangun dan dijaga oleh Syekh Muhammad Jamil dan keturunannya.
Di kawasan Masjid Raya ini, kata Amhar terdapat empat bangunan, yaitu Surau Anjuang, Gedung Raudhah, Gedung TPQ/ TPSI dan Surau Suluak.
Sepengetahun Ahmat, tak sedikit jamaah yang datang untuk beribadah dari luar Kota Pariaman.
"Yang jelas jamaah di luar Pariaman yang saya tandai ialah yang menggunakan kendaraan roda empat, saya tandai lewat pelat nomor polisinya, rata-rata dari arah Pasaman yang kesini. Orang-orang itu pergi ke Padang sebenarnya, namun singgah disini untuk salat," ulas dia.
Pantauan TribunPadang.com, di dalam pekarangan masjid juga terdapat komplek makam yang merupakan makam pendiri masjid ini yaitu Syekh Muhammad Jamil dan anak serta keluarganya.
komplek makam itu tampak dikelilingi pagar batu dan pagar besi. (*)