Pernyataan Megawati soal Sumbar telah Berubah, Jubir : Suka atau Tidak Suka, Jadi Bahan Introspeksi

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat (Sumbar) tak ingin berpolemik dengan pernyataan Megawati soal Sumbar yang tidak seperti dulu lagi.

Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Emil Mahmud
TribunPadang.com /Rizka Desri Yusfita
Juru Bicara Pemprov Sumbar, Jasman Rizal 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat (Sumbar) tak ingin berpolemik dengan pernyataan Megawati soal Sumbar yang tidak seperti dulu lagi.

Dulunya Sumatera Barat, menurut Megawati, erat dengan kata musyawarah mufakat serta banyak-banyak tokoh ternama.

"Kita tak ingin berpolemik dengan hal itu. Megawati memandang Sumbar sekarang seperti itu, merupakan pendapat pribadi beliau."

"Boleh suka atau tidak bisa menjadi masukan bagi kita dan bahan introspeksi,” ujar Juru Bicara Pemprov Sumbar, Jasman Rizal, Rabu (12/1/2022).

Soal tokoh di Sumbar, menurut Jasman bukan berarti tidak ada yang tokoh paling populer tapi orang-orang di Sumbar itu fleksibel.

Sejauh ini, kepopuleran tokoh itu bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. 

"Apakah diukur di bidang politik dan pemerintahan atau apa ketokohan itu?” ujar Jasman.

Sementara saat ini banyak anak-anak mudah Sumbar yamg hebat-hebat hingga merambah ke dunia internasional. 

"Jadi ini masalah sudut pandang saja. Ini yang harus diluruskan. Anak-anak muda Minang eksis di bidang lain seperti star up dan perekonomian."

"Sebut saja Faldo Maldini, tidak mungkin disamakan dengan zaman Buya Syafi’i Maarif,  pada zamannya akan muncul tokoh sesuai zamannya," tutur Jasman.

Aspresiasi Positif

Dilansir TribunPadang.com, Pengamat Politik Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi minta semua pihak mengapresiasi positif pendapat Ketua Umum PDIP Megawati soal penilaiannya terhadap Sumbar.

“Saya tanya kenapa sih Sumatera Barat menjadi berubah ya Buya (Ahmad Syafii Maarif)? Sudah tidak adakah yang namanya tradisi bermusyawarah mufakat oleh Ninik Mamak itu?,” ungkap Megawati.

Hal itu dilontarkan Megawati saat menyampaikan pidato di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-49 PDIP.

Megawati juga menyebutkan saat ini Provinsi Sumatera Barat juga sepi.

Baca juga: Sering Soroti Sumbar, Gubernur Mahyeldi jadi Ingin Ketemu Megawati dan Puan Maharani

Baca juga: Dikritik Megawati Sumbar Sudah Beda Dibandingkan Dulu, Gubernur Mahyeldi: Saya Ingin Bertemu

“Sekarang saya tanya saja ke orang di Sumatera Barat, rasanya kok jadi kayak sepi begitu ya, di sana,” tambahnya.

Menurut Asrinaldi, pernyataan Megawati tersebut dapat dilihat dari dua dimensi.

Pertama, dimensi Megawati yang memang ada keturunan Minang dari ibunya, Fatmawati.

Apalagi secara sosiobudaya, Megawati dekat dengan Minangkabau.

"Dia juga mendapatkan sako ketika beliau dengan Taufik Kiemas. Tentu dia merasakan adanya perubahan karena beliau juga hidup di zaman awal kemerdekaan," kata Asrinaldi.

Kemudian juga dapat dilihat dari interaksinya dengan tokoh-tokoh Sumatera Barat, yang memang menjadi Founding Fathers bangsa ini.

Baca juga: Soal Ucapan Puan Maharani tentang Sumbar, Fadli Zon: Jangan Sampai Kita Menjadi Malin Kundang

Dari situ, Megawati melihat ada perubahan dalam konteks atmosfir cara berpikir dialektifka orang Minangkabau hari ini.

"Sebetulnya bagian dari autokritik menurut saya yang harus menjadi sinyal dan perhatian oleh orang Minangkabau," terang Asrinaldi.

Kedua, pernyataan Megawati itu juga terkait dengan ideologi partai PDIP yang nasionalisme.

Dalam konteks ini nasionalisme yang dulunya diperjuangkan oleh orang Minangkabau dalam mendirikan bangsa ini seakan-akan di zaman sekarang sudah bergeser ke arah yang sektarianisme.

Hal itu dilihat dalam konteks Pemilu yang dihasikan dan isu-isu tentang agama selalu dibenturkan dengan nasionalisme, sehingga menjadi pertanyaan bagi Megawati, kenapa ini bisa terjadi.

"Ini barangkali yang menjadi kegelisahan beliau yang harus dipahami sebagai kritik membangun untuk Sumbar," ujar Asrinaldi.

Soal musyawarah mufakat, kata Asrinaldi, itu juga bagian dari fakta yang harus dipahami bahwa hari ini Minangkabau yang dikenal dengam demokrasi dan liberatifnya, ini sudah tidak lagi ditemukan terutama dalam kehidupan bernagari.

Untuk memilih seorang pemimpin di nagari, itu lebih dominan menggunakan cara-cara liberal, dipilih melalui kampanye, tanpa melihat bagaimana silsilah latar belakang dan kemampuan sehingga suara terbanyak itu yang menang.

Padahal di nagari itu sebenarnya lebih mengutamakan musyarawah mufakat , tidak ada voting yang ada dalam konteks ini.

"Saya pikir harus direspon secara positif, jangan dianggap ini sebagai bentuk hukuman," sebut Asrinaldi.

Menurut Asrinaldi, ini menjadi catatan bagi orang Minangkabau, apakah harus menolak atau menafikan itu.

"Saya pikir tidak bijak juga, justru harus bersyukur, sebagai seorang mantan presiden, beliau dua tahun terakhir memberi perhatian khusus ke Sumbar."

"Harusnya orang Minang sadar dalam konteks secara individual memang juga sudah mulai berkurang pemikiran-pemikirannya dikutip dan digunakan, padahal kita bagian dari Indonesia yang besar ini," tutur Asrinaldi.

Pemerintah daerah, kata Asrinaldi, menanggapi ini bisa dengan membuat kebijakan dalam bidang pendidikan yang harus dikembangkan.

Kemudian karakter siswa harus diperkuat sejak dini.

Selain itu, juga memberi perhatian dan kesempatan kepada tokoh-tokoh untuk lebih menonjol.

"Pemda bisa mem-back up dengan program yang bisa membentuk karakter dan kemampuan individu sehingga menghasilkan tokoh yang bisa diproyeksikan," tutup Asrinaldi. (TribunPadang.com/Rizka Desri Yusfita)

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved