Kuliner Pariaman
Nasi Baka di Nareh Kota Pariaman, Bekal Makanan Nelayan untuk Melaut, yang Dibungkus Daun Pisang
Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) memiliki warisan budaya, objek wisata, hingga kuliner tradisional yang potensial untuk dikembangkan.
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Emil Mahmud
TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Kota Pariaman, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) memiliki warisan budaya, objek wisata, hingga kuliner tradisional yang potensial untuk dikembangkan.
Aspek warisan budaya misalnya, Kota Pariaman terkenal dengan festival budaya hoyak tabuik yang setiap tahunnya diperingati, meski 2 tahun belakangan tidak diselenggarakan karena Pandemi Covid-19.
Dengan bentangan alam yang indah, Kota Pariaman (Piaman) memiliki sejumlah objek wisata yang tak kalah dengan kota-kota lainnya di Sumatera Barat, utamanya wisata pantai.
Untuk diketahui, Kota Pariaman menyuguhkan kawasan pantai nan indah sepanjang 12 Kilometer dari Pariaman Utara hingga ke Selatan.
Bukan itu saja, Piaman juga terkenal karena kekhasan dari kuliner tradisionalnya, seperti Sala Lauak, Nasi Sek, keripik jengkol, hingga Nasi Baka.
Kuliner terakhir yang disebut, barangkali belum se-familiar sajian khas lainnya.
Informasi yang dihimpun TribunPadang.com, Warung Nasi Baka hanya dapat ditemui di Nareh, Kecamatan Pariaman Utara.

Baca juga: Pilih Liburan Akhir Pekan: Ikuti Aturan Masuk Lokasi Wisata, dan Pemberlakuan Ganjil Genap DKI
Nasi Baka
Daerah Nareh Kecamatan Pariaman Utara secara geografis berada di pesisir Pantai utara Kota Pariaman, dan sebagian masyarakatnya yang berprofesi sebagai nelayan.
Selama melaut yang menghabiskan waktu berjam-jam bahkan bisa berhari-hari, maka seorang nelayan dalam menjalankan aktivitasnya di laut harus membawa alat-alat tangkap dan tentunya bekal makanan.
Kebiasaan nelayan membawa bekal saat melaut itulah, yang diadopsi oleh penduduk sekitar untuk berjualan nasi bekal atau yang biasa disebut warga setempat 'Nasi Baka'.
Seorang warga Nareh yang sudah berpuluh tahun berjualan Nasi Baka, Erdawati (54) membenarkan hal tersebut.
"Nasi baka itu sebenarnya bekal yang di bawa nelayan untuk memancing," ujar Erdawati saat diwawancarai wartawan pada hari Selasa (7/12/2021).
Jadi, baka itu berasal dari kata bekal, dan nasi tersebut dikemas dan dibungkus menggunakan daun pisang.
Daun pisang sendiri diketahui dapat menambah aroma terhadap makanan yang dibungkus, bahkan daun pisang juga membuat makanan jadi lebih awet ketimbang disajikan dengan kertas pembungkus nasi atau kotak plastik (tupperware).
Dengan daun pisang, makanan yang berbahan baku nasi, cabai atau santan akan tahan lebih lama dari kemungkinan basi.
"Memang dahulunya nelayan selalu membawa bekal saat melaut, bekal tersebut berupa nasi yang dikemas dengan lauk dan sayur," kata dia.
Erdawati mengatakan bahwa ia sendiri sudah berjualan nasi baka sejak 20 tahun yang lalu melanjutkan usaha orang tuanya.
"Usaha ini sudah turun temurun, dari orang tua saya sendiri, dan orang tua juga melanjutkan usaha dari nenek," papar Erdawati.
Sedangkan usaha warung nasi baka ini sudah dirintis neneknya sejak tahun 1974.
"Ya lebih kurang sekitar 47 tahun yang lalu nenek sudah mulai usaha ini," lanjutnya.
Nasi Baka yang dijual oleh Erdawati mempunyai kekhasannya sendiri, dimana lauk yang tersedia hanya ikan dan jengkol.
"Ikannya sendiri merupakan hasil tangkapan dari nelayan, yang masih baru-baru, dan tentunya masih segar," ungkap dia.
Namun, jika tidak ada ikan, alternatif lauk yang disediakan di warungnya ialah ikan asin, telur, terung, atau lauk campur.
"Pokoknya orang yang datang tidak kecewa karena tidak ada lauk, jadi alternatifnya kita sediakan ikan asin dan samba campur-campur," lanjut Erdawati yang biasa di panggil Ida.
Uniknya sajian dan kemasan nasi baka ini ialah, karena lauknya berada diantara nasi, posisinya di tengah-tengah, hal tersebut kata dia agar lauknya tidak tumpah.

Kemudian, cabai yang dihidangkan sebelumnya ditumbuk secara tradisional, yakni dengan menggunakan 'lasuang'.
Hal itu yang menurutnya membuat cita rasa yang enak dari cabainya.
Lebih lanjut kata dia, tidak ada lauk berupa ayam atau daging, setiap hari lauk yang tersedia ialah ikan yang dibeli dari nelayan.
Secara umum kata dia, setiap harinya jualannya tersebut bisa habis sekitar 100 porsi.
Lebih lanjut dikatakannya, pengunjung yang datang ke warungnya cukup beragam, bahkan tak jarang dikunjungi oleh pejabat daerah Kota Pariaman, misalnya walikota, wakil walikota, sekda, pegawai-pegawai, hingga kepolisian.
"Kadang ada yang 'patah salero' atau kurang selera makan, mereka datang kesini," ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa banyak diantara pelanggannya yang bosan dengan makanan yang banyak kuah-kuah santannya, dan oleh sebab itu mereka kepincut dengan Nasi Baka yang minim kuah santan.
Lebih lanjut, terkadang sejumlah orang juga mengadakan acara reunian alumni, kadang juga ada yang melaksanakan rapat.
"Barangkali karena disini tidak bising, dan bisa menampung puluhan orang," ujar dia lagi.
Balik lagi kata dia, alasannya barangkali karena ciri khas cabai dan ikannya yang segar.
Teh talua dan Nasi Baka Ajo Bulek, itulah nama warung yang ia kelola bersama suaminya.
Ajo Bulek kata dia merupakan panggilan sehari-hari dari suaminya.
Warung ini dapat dijumpai di dekat Puskemas Naras.
Warung yang bangunnnya terbuat dari papan ini, cukup besar karena bisa menampung sekira 50-an orang.
Lokasi ini hanya beberapa meter dari bibir pantai, namun tetap sejuk meski karena di sekitaran warung terdapat sejumlah pohon-pohon kelapa.
Kemudian Erdawati mengatakan biasanya warungnya penuh pada pagi hari, banyak pegawai dari instansi manapun yang sarapan dengan nasi baka ataupun minum teh telur di warungnya.
Ia menuturkan bahwa sejak pukul 06.00 WIB setiap hari ia harus mencari ikan terlebih dahulu, kemudian langsung memasaknya.
"Pagi jam 6 udah mulai masak, sebelum itu mencari ikan dulu, goreng ikan pagi, pokoknya pagi semuanya," imbuh dia.
Jadi kata dia, sekitar pukul 07.00 WIB warungnya sudah mulai beroperasi, dan tutup biasanya pada sore tergantung habis atau tidaknya lauk yang ada.
Sementara itu, seorang pengunjung yang berasal dari Kota Padang, Dandy Handana (25) mengatakan bahwa ia cukup exited dengan hidangan Nasi Baka di warung Nasi Baka Ajo Bulek.
"seperti makan di rumah sendiri, lauk hanya ikan sama jengkol. Sederhana, tapi mungkin ditambah dengan suasana pantai menjadi semakin oke," kata Dandy.
Dandy mengaku mengetahui lokasi warung ini dari temannya yang berasal dari Pariaman.
Pria ini tidak menyangka bahwa Nasi Baka itu merupakan bekal yang biasa nelayan untuk melaut.
Dia berasumsi bahwa Nasi Baka itu adalah Nasi yang dibakar atau dipanggang.
"Awalnya dibilang teman itu nasi baka, dalam pikiran saya nasi ini di bakar, ternyata baka itu bahasa minangnya bekal bagi nelayan-nelayan yang berada di pesisir Pantai Pariaman," pungkas Dandy.(TribunPadang.com/Wahyu Bahar)