Kisah Buyuang Amai, Penjual Sapu Lidi di Guguak 50 Kota, Tak Bisa Melihat, Butuh Rumah Layak Huni
Namanya Wardi Peri, akrab disapa Buyuang Amai. Usianya tak muda lagi. Sekitar 67 tahun. Setiap hari ia berangkat dari rumahnya di Guguak Lima Puluh
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Mona Triana
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Namanya Wardi Peri, akrab disapa Buyuang Amai.
Usianya tak muda lagi. Sekitar 67 tahun.
Setiap hari ia berangkat dari rumahnya di Guguak Lima Puluh Kota menuju Pasar Payakumbuh dengan jarak 20 kilometer (km) untuk menjual sapu lidi.
Baca juga: Kisah Desi, Juru Parkir di Padang yang Besarkan Lima Orang Anak, Ada yang Beri hingga Rp 200 Ribu
Baca juga: Kisah Pengrajin Aksara Timbul Jati Belanda di Kawasan GOR H Agus Salim, Sudah Keliling Indonesia
Tak terbayang betapa beratnya beban yang harus di pikul oleh Buyuang Amai.
Jarak yang harus ditempuh sampai berpuluh-puluh kilometer perjalanan dengan kondisi jalan aspal yang sangat panas.
Keterbatasan fisik tak menjadi hambatan baginya tetap berjuang dan berusaha demi bertahan hidup.
Baca juga: Kisah Farhan Jadi Santri di Pondok Pesantren Ashhabul Yamin Agam, Kerap Ikut Lomba Baca Kitab Kuning
Baca juga: Uang Kertas Milik Seorang Nenek di Lubuklinggau, Rusak Dimakan Tikus: Kisahnya Viral di Media Sosial
"Buyuang Amai dengan segala keterbatasannya, meniti setiap jalan dengan tongkat lusuhnya," kata
Staf Program ACT Payakumbuh, Almuhsinin, Selasa (2/11/2021).
Saat ini, Buyuang Amai tinggal di rumah bantuan yang ia peroleh sejak 2006 lalu.
Karena ia tidak bisa melihat, jadi kondisi rumahnya tidak terurus.
Dinding rumah tersebut kotor dan kumuh, lantai sudah mulai retak-retak dan banyak sekali sampah.
Baca juga: Kisah Peserta SKD CPNS Sumbar, Jauh-Jauh dari Agam hingga Kurang Tidur Demi Menghafal Undang-Undang
Baca juga: Kisah Kakek 74 Tahun Penjual Es Krim Keliling di Pariaman, Dorong Gerobak dari Pagi hingga Sore
"Beliau tunanetra, keluarga tidak ada yang bisa merawat, rumah jadi tidak terurus."
"Ditambah rumah yang beliau tempati didesain tidak ramah tunanetra, dan tidak ada fasilitas yang mendukung," jelas Almuhsinin.
Menurut Almuhsinin, Buyang Amai gigih berjuang tanpa mengharap belas kasihan orang, meski dalam keadaan yang serba keterbasan.
Baca juga: VIRAL Kakek 71 Tahun Jago Bikin Konten TikTok di Padang, Ngaku Sering Dihujat, Ini Kisahnya
Baca juga: Pelajari Kisah Semut dan Merpati, Tema 2 Kelas 3 SD Halaman 68 70 71 Subtema 2
Kedua matanya tak mampu melihat, namun dirinya enggan menadah belas kasihan orang. Ia lebih memilih berjualan sapu lidi.
Buyuang Amai lebih memilih mendapatkan uang yang sedikit, namun dari kerja kerasnya sendiri, dibandingkan mendapatkan uang banyak namun dari belas kasihan orang.
Ia juga anak satu-satunya. Tidak ada lagi sepeninggalan ibunya. Kadang-kadang keluarga dari ibunya yang bantu. Tapi itu tidak bisa terus-menerus.
Baca juga: Kisah Nenek Martini Hidupi 2 Cucu yang Ditinggal Orang Tua di Padang, Hampir Diusir dari Kontrakan
Baca juga: Kisah Seorang Ibu di Padang Pariaman, Hidupi 3 Orang Anak, Penghasilan Rp 30 Ribu Sehari
"Kadang-kadang terlupa. Keluarganya juga kurang mampu."
"Namun beliau tidak mau minta-minta, beliau maunya berusaha," ungkap Almuhsinin.
Almuhsinin menambahkan, rumah Buyuang Amai sekarang harus diperbaiki sesuai dengan kebutuhan dan ramah bagi beliau yang seorang tunanetra.
Baca juga: Kisah Zulkan: Driver Pariwisata yang Beralih Jadi Pengusaha Kuliner di Kamang Mudiak, Agam
Baca juga: Tulislah Pesan yang Terdapat pada Dongeng Kisah Petani dan Anak Harimau!
Sebab, sangat berbahaya jika beliau menempati rumah yang tidak layak huni tersebut.
"Harapannya ada sedikit bantuan kamar mandi yang posisinya di dalam kamar. Sekarang saja, ambil air harus ke belakang rumah, tidak ada pembatas, sangat berbahaya bagi beliau," tukas Almuhsinin.
Jika Tribunners ingin membantu bisa via rekening BSI Aksi Cepat Tanggap di nomor 717 888 1005 atau via Tautan IndonesiaDermawan.id/RumahBuyuangAmai. (*)