Soal DIM, Akademisi Unand Asrinaldi: RUU Provinsi Sumbar Tak Memberi Ruang Otonomi Asimetris
osen Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi mengatakan, penyusunan RUU tentang Provinsi Sumbar dasarnya pada Undang-Undang Nomor 61 Tahun
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Saridal Maijar
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Dosen Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi mengatakan, penyusunan RUU tentang Provinsi Sumbar dasarnya pada Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tk. I Sumatera Barat, Jambi dan Riau.
Undang-undang tersebut dianggap sudah tidak relevan lagi untuk saat ini.
Sebab mengatur tiga provinsi, yakni Sumbar, Riau, dan Jambi.
Baca juga: 5 Warga Sumbar Korban Kebakaran Matraman Dimakamkan di Kayu Tanam, Polisi: Jenazah Masih di Jambi
"Tapi bukan berarti tidak berlaku. Tetap masih berlaku," kata Asrinaldi.
Dianggap tidak relevan, ia menjelaskan, ada substansi yang perlu diperbaiki.
Oleh karena itu, diusulkan agar UU masing-masing provinsi itu dibuat sendiri dan terpisah.
"Makanya ada RUU sumbar, RUU Riau dan RUU Jambi. Jadi saya pikir latar belakangnya agar ada dasar hukum yang legal standing dari penyelenggaraan pemerintah," jelas Asrinaldi.
Asrinaldi menuturkan, dalam RUU tentang Provinsi Sumbar ada beberapa hal yang belum diakomodir.
Baca juga: Bahas Naskah Akademik dan RUU tentang Provinsi Sumbar, Badan Keahlian DPR RI Singgung soal DIM
Terutama terkait dengan kekhususan dan keistimewaan Minangkabau.
"Ini terkait dengan nagari, pemerintahannya, masyarakatnya, kebudayaan dan pembangunannya berbasis nagari."
"Tentang nagari ini yang perlu dipertajam supaya tidak bertentangan dengan apa yang dilaksanakan di masyarakat," sebut Asrinaldi.
Ia mencontohkan, seperti Kerapatan Adat Nagari (KAN), KAN dianggap sebagai Badan Legislatif.
Baca juga: Imsakiyah Ramadhan 2021/1442 H Musi Banyuasin, Sekayu: Jadwal Imsak, Buka Puasa dan Shalat
Menurut Asrinaldi, hal itu keliru karena KAN itu perwakilan permusyawaratan suku dan kaum.
"Kalau jadi Badan Legislatif arahnya itu ke politik. Ini bisa menimbulkan konflik di nagari nantinya."
"Makanya perlu didudukkan lagi. Tafsir-tafsir di RUU itu arahnya ke sana. Jadi mungkin perlu diperdalam," jelas Asrinaldi.
Selain itu, masukan terkait perubahan nama menjadi Daerah Istimewa Minangkabau (DIM), itu juga sudah dibicarakan.
Ditegaskan Asrinaldi, bicara tentang RUU Provinsi Sumbar ini memang tidak memberi ruang untuk istilah yang bermuara pada otonomi Asimetris.
Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 di Sumbar Tersisa 1.018 Orang, Sembuh 29.427, Ini Sebarannya
"RUU Provinsi Sumbar tidak memberi ruang untuk Otonomi Asimetris."
"Otonomi Asimetris itu hanya tiga atau empat provinsi saja, yakni Aceh, DKI Jakarta, DIY, dan Papua. Itu punya latar belakang yang berbeda," tegas Asrinaldi.
Menurutnya, Sumbar tidak jauh berbeda dengan daerah lain sehingga kalau menjadi Daerah Istimewa Minangkabau tentu akan menjadi masalah bagi provinsi lain nantinya.
Sebab, daerah lain juga akan menuntut keistimewaan.
"Kenapa Sumbar menjadi istimewa, kenapa daerah lain tidak istimewa, barangkali itu menjadi alasan Komisi II untuk membatasi istilah Daerah Istimewa, cukup menjadi daerah Sumbar," terang Asrinaldi. (*)