Wawancara Eksklusif Tribunnews
Tanggapi Kontroversi, Dudung : Saya itu Dulunya Tukang Koran, Jadi Pangdam Sudah Luar Biasa
Pembawaannya tenang, gaya bicaranya santai dan runut. Meskipun demikian, sikap tegasnya sebagai perwira tinggi terlihat jelas, hal itu bisa terlihat d
Di Akmil dari tahun 1957 sampai 2020, tidak ada gereja, katolik dan pura untuk taruna, adanya di luar. Saya jadi gubernur saya bangun gereja, katolik, pura, karena sedini mungkin saya ajari mereka bagaimana toleransi beragama.
Jadi jangan merasa agama paling benar, karena agama dari yang maha kuasa. Saya ajari mereka seperti itu dan saya selalu membuat perubahan.
Begini, keberhasilan dan kemenangan itu berasal dari keberanian mengubah sesuatu yang baru. Saya tidak mau menjabat ini datar-datar saja.

Jadi pemimpin itu harus punya imajinasi, inovasi, visi misi, harapan, dan cita-cita. Kalau tidak punya ini semua datar-datar saja.
Ada pro-kontra, Anda mencopot baliho FPI karena supaya tidak dicopot?
Saya itu dulunya tukang koran. Jadi kalau saya jadi Pangdam, itu sudah luar biasa, saya bersyukur banget. Kalau dicopot, ya saya tidak pernah takut.
Benar. Saya sudah bersyukur. Saya kemarin dalam rangka kesiapan bencana alam, banjir, kemudian kesiapan dalam rangka Pilkada.
Saya katakan, karena saya lihat perilakunya di lapangan seperti itu menghalalkan segala cara, masang baliho seenaknya, kan saya sampaikan kalau perlu dibubarkan, kalau saya tidak bisa membubarkan FPI.
Pangdam membubarkan FPI bukan ranahnya, bukan kewajibannya, bukan tugasnya, tapi dipelesetkan Pangdam membubarkan FPI, itu orang tidak paham berarti.
Baca juga: Soal Pencopotan Baliho Habib Rizieq, Jubir FPI Berikan Ulasan Tentang Operasi Militer Selain Perang
Pakai logika saja, apa hubungannya Pangdam membubarkan FPI.
Anda sempat menjadi loper koran?
Waktu saya masih anak-anak Bapak saya meninggal itu. Orang tua saya kan punya anak delapan, saya ini nomor enam.
Bapak saya itu hanya PNS, golongan 2D, tahu sendiri PNS ekonomi seperti apa. Sepeninggal Bapak itu saya jualan klepon, pastel, saya ke warung-warung, taman lalu lintas, ke kodam, ke kantin.
Saya masuk kelas satu SMA, saya harusnya masuk SMA yang pagi, terus saya bilang ke ibu saya suruh menghadap ke kepala sekolah.

Kalau bisa saya masuk yang siang, karena saya mau mengantar koran. Jadi dapatlah yang siang, filialnya SMA 5.